PPN: Mekanisme Pengkreditan Pajak Masukan
PPN: Mekanisme pengkreditan pajak masukan. Bila Anda telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, Anda memiliki kewajiban untuk memungut dan menyetorkan PPN atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang Anda lakukan, membuat faktur pajak PPN, serta melaporkan SPT Masa PPN. Namun tak semua PPN yang Anda pungut atas penyerahan BKP dan/atau JKP tersebut harus Anda setorkan ke negara.
PPN yang harus Anda setorkan dihitung berdasarkan rekapitulasi atau perhitungan PPN atas penyerahan BKP dan/atau JKP serta PPN atas perolehan BKP dan/atau JKP usaha Anda. Rekapitulasi ini tercantum dalam SPT Masa PPN yang harus Anda laporkan untuk setiap masa pajaknya.
Perhitungan atau rekapitulasi inilah yang biasa disebut mekanisme pengkreditan PPN yang diatur dalam pasal 9 UU nomor 8 tahun 1983 tentang PPN sebagaimana terakhir diubah dengan UU nomor 7 tahun 2021 tentang HPP.
PPN atas penyerahan (pajak keluaran) akan dikurangkan dengan PPN atas perolehan (pajak masukan) dalam suatu masa pajak untuk menentukan jumlah PPN kurang bayar. Jika pajak keluaran lebih besar masukan, maka selisihnya merupakan PPN yang harus disetorkan ke kas negara. Sebaliknya, apabila pajak keluaran lebih kecil dari pajak masukan, maka terdapat peluang kompensasi atau restitusi PPN.
Untuk dapat mengkreditkan pajak masukan terdapat syarat – syarat yang harus dipenuhi, yakni syarat formal dan syarat material. Syarat formal pengkreditan pajak masukan adalah harus ada faktur pajak masukan dari PKP asal perolehan BKP dan/atau JKP.
Faktur pajak pun memiliki syarat formal dan material yang harus dipenuhi supaya tidak dianggap cacat sesuai pasal 13 ayat (9) UU PPN s.t.d.d UU HPP. Faktur pajak dianggap memenuhi syarat formal apabila diisi secara benar, lengkap, dan jelas sesuai ketentuan pada pasal 13 ayat (5). Sedangkan faktur pajak dianggap memenuhi syarat material apabila berisi keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan.
Kemudian syarat material pengkreditan pajak masukan diatur dalam pasal 9 dan 16B UU PPN. Ada 2 syarat material utama yang diatur pada pasal 9 UU PPN. Yang pertama, pajak masukan yang dapat dikreditkan adalah pajak masukan atas pengeluaran yang berhubungan dengan kegiatan usaha.
Pengeluaran yang berhubungan dengan usaha tersebut adalah pengeluaran untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen. Pengaturan ini ditetapkan supaya PKP tidak sembarangan mengkreditkan pajak masukan, dan hanya pajak masukan yang benar – benar berhubungan dengan usahanya.
Yang kedua, pajak masukan yang dapat dikreditkan adalah pajak masukan yang berkaitan dengan penyerahan yang terutang PPN. Sehingga, apabila suatu pajak masukan telah berhubungan dengan kegiatan usaha, ia bisa jadi tidak dapat dikreditkan apabila tidak berhubungan dengan penyerahan yang terutang PPN.
Selain itu, apabila penyerahan yang dilakukan ternyata mendapatkan fasilitas dibebaskan oleh pemerintah, maka pajak masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP tersebut tidak dapat dikreditkan.
Selain mekanisme pengkreditan pajak masukan secara umum, terdapat pedoman pengkreditan pajak masukan untuk PKP tertentu yang diatur pada pasal 9 ayat (7), (a), dan (7b) UU PPN, yakni PKP yang menjalankan usaha perdagangan mobil dan motor bekas serta PKP dengan peredaran bruto tertentu.
Pedoman pengkreditan pajak masukan ini berbeda dengan mekanisme pada umumnya, yakni menggunakan presentase tertentu dari pajak keluaran, atau tarif tertentu dari peredaran usaha.
Untuk PKP pedagang mobil dan motor bekas, pajak masukan yang dapat dikreditkan dipatok langsung sebesar 90% dari pajak keluaran. Jadi, pajak masukan yang dikreditkan bukan berdasarkan pajak masukan yang sebenarnya dibayar oleh PKP tersebut, melainkan atas perhitungan tetap.
Kemudian, sebagaimana diataur pada PMK nomor 74 tahun 2010, PKP dengan peredaran usaha tidak melebihi Rp1,8 Miliar dalam satu tahun buku dapat menggunakan pedoman penghitungan pajak masukan dengan presentase 60% dari pajak keluaran atas penyerahan JKP dan 70% dari pajak keluaran atas BKP.
Namun pedoman pengkreditan pajak masukan ini telah dihapus pada UU HPP dan ditambahkan pengaturan baru sebagaimana diatur pada pasal 9A UU HPP. Pasal ini mengatur tentang PPN final yang berlaku atas PKP yang memiliki peredaran usaha tidak melebihi jumlah tertentu dalam 1 tahun, PKP yang melakukan kegiatan usaha tertentu, dan PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP tertentu.
Nah, jangka waktu pengkreditan pajak masukan adalah paling lama 3 masa pajak setelah berakhirnya masa pajak saat faktur pajak seharusnya dibuat. Pembebanan di masa pajak berbeda ini biasanya terjadi apabila PKP asal perolehan BKP dan/atau JKP belum memberikan faktur pajak kepada PKP pembeli.
Pajak masukan atas faktur pajak yang terlambat diberikan ini dapat dikreditkan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya atau belum dikapitalisasi dalam harga perolehan BKP dan/atau JKP yang diperoleh. Saat ini, penerbitan faktur pajak dan pelaporan SPT Masa PPN dapat dilaksanakan secara daring. Penerbitan faktur pajak dapat dilakukan melalui aplikasi e-faktur, dan karena skema prepopulated pajak masukan yang saat ini dilaksanakan, peluang kesalahan tulis, hitung, dan input data dapat diminimalisasi.
PKP yang ingin menginput pajak masukan dapat menggunakan data yang telah tersedia dari faktur pajak keluaran yang diterbitkan PKP penerbit, sehingga meminimalisasi peluang kesalahan. Pengisian dan pelaporan SPT Masa PPN pun dapat dilakukan melalui aplikasi e-SPT. Nantinya data pajak keluaran dan pajak masukan harus Anda input, dan kemudian akan tercantum dalam lampiran AB atau rekapitulasi penyerahan dan perolehan BKP dan/atau JKP.
Nantinya, akan terlihat total PPN kurang bayar dalam satu masa pajak hasil dari pengurangan antara pajak keluaran yang harus Anda pungut sendiri dengan pajak masukan yang dapat dikreditkan. PPN kurang bayar inilah yang harus Anda setorkan sebelum Anda melaporkan SPT Masa PPN untuk suatu masa pajak.
Sekian penjelasan singkat tentang mekanisme pengkreditan pajak masukan. Tingkatkan literasi perpajakan Anda dengan banyak membaca topik seputar perpajakan serta peraturan – peraturan terkait perpajakan. Jangan lupa penuhi kewajiban perpajakan Anda dan jadilah warga negara yang patuh dan taat pajak. Orang bijak taat pajak!
Comments