Pajak UMKM di Indonesia: Kenali Tarif Pajak UMKM dalam PP 55/2022
Pajak menjadi salah satu elemen penting dalam perekonomian suatu negara, namun bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (“UMKM”), sistem perpajakan yang sederhana dan ringan sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan mereka. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia memberikan angin segar dengan menetapkan tarif pajak bagi UMKM. Sehubungan dengan hal tersebut, kita perlu mengenali terlebih dahulu landasan hukum dari tarif pajak tersebut.
Apa itu Pajak UMKM?
Pajak UMKM adalah pajak atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto tertentu dan bersifat final. Pajak Penghasilan tersebut diatur pada berlandaskan Undang Undang dan Peraturan Pemerintah sebagai berikut:
- Pasal 4 ayat (2) huruf e Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (“UU HPP”); dan
- Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 (“PP 55 Tahun 2022”).
PP 55 Tahun 2022 merupakan peraturan pemerintah turunan dari Undang Undang yang mengatur tentang pajak yang dikenakan pada penghasilan UMKM dengan tarif yang lebih ringan dan sistem pelaporan yang lebih sederhana. Lebih lanjut tarif Pajak UMKM diatur dalam Pasal 56 ayat (2) PP 55 Tahun 2022 yaitu sebesar 0,5%.
Siapa saja yang bisa memanfaatkan Pajak UMKM dan persyaratannya?
Pajak UMKM dengan tarif 0,5% yang diatur dalam PP 55 Tahun 2022 ditujukan untuk para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang memenuhi kriteria tertentu. Secara umum, siapa saja yang dapat memanfaatkan kebijakan ini adalah:
- Wajib Pajak Orang Pribadi.
- Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, Persekutuan Komanditer (“CV”), firma, Perseroan Terbatas (PT), atau badan usaha milik desa/badan usaha milik desa Bersama.
Lebih lanjut, penghasilan yang diterima tidak melebihi Rp4.800.000.000,- dalam 1 tahun pajak. Tetapi, bagi Orang Pribadi, sampai dengan peredaran bruto sampai dengan Rp500.000.000,- tidak dikenai Pajak UMKM. Lebih lanjut, atas Batasan sebesar Rp500.000.000,- tersebut dihitung secara kumulatif sejak Masa Paiak pertama dalam suatu Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak.
Selain itu, OP atau Badan Usaha yang tidak dapat menggunakan Pajak UMKM adalah Wajib Pajak yang telah memilih untuk dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal 31E UU PPh; atau Wajib Pajak badan berbentuk persekutuan komanditer atau firma yang dibentuk oleh beberapa Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki keahlian khusus, menyerahkan jasa sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana diatur pada Pasal 57 ayat (2) PP 55 Tahun 2022.
Bagaimana Jangka Waktu Pemanfaatan Pajak UMKM?
Salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah mengenai jangka waktu pemanfaatan pajak UMKM ini. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 59 PP 55 Tahun 2022, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan Wajib Pajak terkait dengan jangka waktu pemanfaatan pajak ini:
- Bagi Orang Pribadi dapat memanfaatkan selama 7 Tahun Pajak.
- Bagi badan usaha berbentuk CV, firma dan badan usaha lainnya dapat memanfaatkan selama 4 Tahun Pajak.
- Bagi Perseroan Terbatas dapat memanfaatkan selama 3 Tahun Pajak.
Lebih lanjut, bagi Wajib Pajak yang terdaftar setelah berlakunya PP 55 Tahun 2022, jangka waktu pemanfaatan dihitung sejak Tahun Pajak Wajib Pajak bersangkutan terdaftar. Tetapi, bagi Wajib Pajak yang terdaftar sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka jangka waktu pemanfaatan Pajak UMKM dihitung sejak Tahun Pajak Peraturan Pemerintah ini berlaku.
Pengenaan tarif pajak 0,5% dalam PP 55 Tahun 2022 memberikan peluang besar bagi UMKM untuk berkembang lebih cepat tanpa terbebani pajak yang tinggi. Kebijakan ini dapat memperkuat sektor UMKM sebagai pilar utama perekonomian Indonesia, dengan mendorong kepatuhan pajak, meningkatkan daya saing, serta membuka lebih banyak peluang usaha. Dengan pemahaman yang tepat dan pelaksanaan yang baik, tarif pajak yang lebih ringan ini dapat menjadi langkah awal yang baik bagi UMKM untuk terus tumbuh dan berkontribusi dalam membangun ekonomi Indonesia yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Pandangan dan opini dalam artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis dan tidak mencerminkan pandangan atau kebijakan PAJAK.COM.
Comments