in ,

Membedah Persepsi Pemotongan Pajak Penghasilan atas Pemanfaatan Jasa Endorsement

Jasa Endorsement
FOTO: IST

Membedah Persepsi Pemotongan Pajak Penghasilan atas Pemanfaatan Jasa Endorsement

Perkembangan pesat dunia perdagangan melalui sistem elektronik (e-commerce) di Indonesia telah melahirkan berbagai inovasi dalam strategi pemasaran. Media sosial dinilai sudah menjadi salah satu alternatif sistem pemasaran yang efisien dan efektif. Dengan biaya periklanan yang lebih murah, dan dapat menghasilkan peningkatan penjualan secara signifikan. Mudahnya akses yang diberikan oleh media sosial membuat adanya inovasi dalam strategi pemasaran, salah satunya adalah pemanfaatan jasa endorsement.

Aktivitas jasa endorsement yang ada pada media sosial dapat dikaitkan dengan timbulnya shadow economy, yaitu keadaan dimana suatu sektor ekonomi tidak dapat dijamin ataupun dijangkau kepatuhannya oleh pemungut pajak (Rasbin, 2013). Direktorat Jenderal Pajak pun menyatakan bahwa penghasilan yang diperoleh dari aktivitas endorsement ini relatif lebih sulit dipajaki jika dibandingkan dengan kegiatan promosi konvensional (Ortax, 2016). Namun, seiring dengan pertumbuhan ini, timbul pula implikasi perpajakan yang perlu dipahami, khususnya terkait pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) atas pembayaran jasa endorsement. Artikel ini akan mengulas persepsi berbagai pihak terhadap pemotongan PPh atas pemanfaatan jasa endorsement oleh pelaku perdagangan melalui sistem elektronik dalam negeri.

Regulasi Perpajakan atas Jasa Endorsement

Secara umum, penghasilan yang diterima dari jasa endorsement merupakan objek Pajak Penghasilan. Di Indonesia, mekanisme pemotongan PPh atas jasa ini diatur dalam berbagai peraturan perpajakan, termasuk Undang-Undang PPh dan peraturan pelaksanaannya. Pihak yang melakukan pembayaran jasa (pelaku e-commerce) berkewajiban untuk melakukan pemotongan PPh pasal 21 (jika penerima jasa adalah Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri) atau PPh pasal 23 (jika penerima jasa adalah Wajib Pajak Badan dalam negeri atau Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki NPWP dan masuk kategori bukan pegawai dengan penghasilan berkesinambungan). Tarif pemotongan dan dasar pengenaan pajaknya bervariasi tergantung status Wajib Pajak dan bentuk penghasilan.

Baca Juga  Merger dengan Nilai Buku dalam PMK-81/2024 dan PER-8/PJ/2025

Persepsi Pelaku Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (Pelaku E-Commerce)

Persepsi pelaku e-commerce terhadap pemotongan PPh atas jasa endorsement cukup beragam, diantaranya:

  1. Pemahaman yang Bervariasi, sebagian pelaku e-commerce, terutama yang berskala besar dan memiliki tim keuangan yang solid, cenderung memiliki pemahaman yang baik mengenai kewajiban pemotongan PPh. Mereka telah mengintegrasikan aspek perpajakan dalam proses pembayaran jasa endorsement. Namun, tidak sedikit pelaku perdagangan melalui system elektronik yang masih kurang familiar dengan aturan ini, menganggapnya sebagai beban administratif tambahan, atau bahkan belum menyadari kewajiban tersebut.
  2. Beban Administratif dan Kepatuhan, bagi beberapa pelaku e-commerce, proses pemotongan PPh, penyetoran, dan pelaporan SPT Masa dapat terasa membebani secara administratif. Apalagi jika mereka bekerja sama dengan banyak Influencer. Namun, bagi yang memahami pentingnya kepatuhan pajak, hal ini dianggap sebagai bagian integral dari operasional bisnis yang legal dan bertanggung jawab.
  3. Dampak pada Anggaran Pemasaran, adanya pemotongan PPh berarti anggaran yang dialokasikan untuk endorsement harus memperhitungkan komponen pajak ini. Ini dapat memengaruhi negosiasi harga dengan Influencer, di mana beberapa Influencer mungkin menginginkan nilai bruto yang lebih tinggi untuk mengkompensasi pemotongan pajak.
  4. Transparansi dan Kemitraan dengan Influencer, persepsi juga bergantung pada bagaimana pelaku e-commerce mengkomunikasikan isu pajak ini kepada Influencer. Jika dilakukan dengan transparan dan menjelaskan dasar hukumnya, umumnya Influencer akan lebih memahami.
Baca Juga  Meninjau Kebijakan Pajak atas Air di Indonesia

Persepsi Penyedia Jasa Endorsement (Influencer)

Para Influencer, terutama yang sudah profesional dan memiliki penghasilan signifikan, umumnya memiliki pemahaman yang cukup tentang kewajiban perpajakan mereka diantaranya:

  1. Penerimaan Terhadap Pemotongan, influencer profesional umumnya menerima bahwa penghasilan mereka adalah objek pajak dan pemotongan PPh adalah bagian dari proses. Mereka mungkin sudah memiliki NPWP dan memahami implikasi pemotongan ini terhadap total penghasilan yang mereka terima.
  2. Keinginan untuk Penghasilan Bersih yang Optimal, meskipun menerima pemotongan, Influencer tentu menginginkan penghasilan bersih (netto) yang optimal. Hal ini dapat memengaruhi tarif yang mereka tawarkan atau negosiasi dengan pelaku e-commerce.
  3. Peran Konsultan Pajak, influencer dengan penghasilan tinggi seringkali menggunakan jasa konsultan pajak untuk membantu mengelola kewajiban perpajakan mereka, termasuk rekonsiliasi pemotongan yang dilakukan oleh pihak yang membayar.
  4. Edukasi bagi Influencer Pemula, bagi Influencer yang baru memulai atau berskala kecil, pemahaman tentang kewajiban perpajakan bisa jadi masih minim. Mereka mungkin terkejut saat penghasilan mereka dipotong pajak.

Persepsi Pemerintah dan Otoritas Pajak

Bagi pemerintah dan otoritas pajak, pemotongan PPh atas jasa endorsement merupakan bagian penting dari upaya perluasan basis pajak dan peningkatan kepatuhan.

  1. Potensi Penerimaan Pajak: Jasa endorsement merepresentasikan sektor ekonomi baru yang berkembang pesat dengan potensi penerimaan pajak yang signifikan. Otoritas pajak berupaya memastikan bahwa potensi ini dapat dimaksimalkan melalui mekanisme pemotongan yang efektif.
  2. Edukasi dan Pengawasan: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus melakukan edukasi dan sosialisasi kepada para pelaku e-commerce dan Influencer mengenai kewajiban perpajakan mereka. Selain itu, pengawasan terhadap kepatuhan pemotongan dan penyetoran pajak juga terus ditingkatkan.
  3. Tantangan Identifikasi dan Pemantauan: Mengidentifikasi semua transaksi endorsement dan memantau kepatuhan pemotongan PPh di tengah ekosistem digital yang dinamis dapat menjadi tantangan tersendiri bagi otoritas pajak.
Baca Juga  Panduan Singkat Menggunakan Kode Faktur 080

Kesimpulan dan Rekomendasi

Persepsi mengenai pemotongan PPh atas pemanfaatan jasa endorsement oleh pelaku perdagangan melalui sistem elektronik dalam negeri bervariasi di antara berbagai pihak. Meskipun ada penerimaan umum terhadap kewajiban perpajakan ini, tantangan terkait pemahaman, beban administratif, dan negosiasi harga masih ada. Untuk meningkatkan kepatuhan dan memastikan keadilan perpajakan, beberapa rekomendasi dapat dipertimbangkan:

  1. Edukasi Intensif, Pemerintah dan asosiasi e-commerce perlu lebih gencar melakukan edukasi dan sosialisasi mengenai regulasi PPh atas jasa endorsement, khususnya bagi pelaku perdagangan melalui system elektronik dan Influencer pemula. Materi edukasi harus mudah dipahami dan relevan dengan praktik di lapangan.
  2. Penyederhanaan Administrasi, Otoritas pajak dapat mengkaji kemungkinan penyederhanaan prosedur administrasi pemotongan dan pelaporan PPh untuk transaksi endorsement, terutama bagi pelaku usaha dengan volume transaksi yang tinggi.
  3. Transparansi Kontrak, Pelaku e-commerce dan Influencer disarankan untuk secara jelas mencantumkan aspek perpajakan dalam kontrak kerja sama, termasuk mengenai PPh yang akan dipotong, untuk menghindari kesalahpahaman di kemudian hari.
  4. Optimalisasi Sistem, Pengembangan sistem e-faktur atau platform digital lainnya yang dapat memfasilitasi pemotongan dan pelaporan pajak secara otomatis akan sangat membantu meningkatkan efisiensi dan kepatuhan.

Dengan pemahaman yang lebih baik dan proses yang lebih efisien, pemotongan PPh atas jasa endorsement dapat berjalan lancar, memberikan kontribusi optimal bagi penerimaan negara, sekaligus mendukung pertumbuhan ekosistem e-commerce yang sehat dan berkelanjutan di Indonesia.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *