in ,

Kondisi Ekonomi Menghadang: Mengapa Cukai MBDK Terus Terganjal?

Cukai MBDK
FOTO: IST

Kondisi Ekonomi Menghadang: Mengapa Cukai MBDK Terus Terganjal?

Penulis: Sonya Dwithania Girsang

Cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) kembali menjadi sorotan setelah rencana implementasinya dipastikan akan diundur kembali oleh pemerintah. Implementasi cukai MBDK sesungguhnya telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan dalam APBN 2025. Pengenaan cukai MBDK disebutkan akan diterapkan pada semester kedua tahun 2025 dan ditargetkan menyumbang penerimaan sebesar Rp 3,8 triliun. Dalam konferensi pers APBN KiTa per Juni 2025 disampaikan bahwa cukai MBDK masih belum akan berjalan di tahun ini.  Namun sayangnya, meski ekstensifikasi barang kena cukai ini telah direncanakan sejak 2016, cukai MBDK tak kunjung diberlakukan dan terus mengalami penundaan.

Penundaan ini, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, didasarkan pada kondisi perekonomian yang dinilai belum kondusif dan masih dalam masa pemulihan. Alasan yang kerap berulang kali dikemukakan ini memicu perdebatan. Pasalnya, pengenaan cukai MBDK bukan semata-mata untuk suntikan dana bagi negara, melainkan juga untuk mengatasi eksternalitas negatif, khususnya risiko diabetes. Berangkat dari hal tersebut, timbul pertanyaan krusial mengenai kondisi ekonomi Indonesia yang sebenarnya dan faktor-faktor yang terus menjadi penghambat penerapan kebijakan yang sejatinya bertujuan untuk kesehatan masyarakat dan peningkatan penerimaan negara.

Pada kuartal I tahun 2024, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,11% secara tahunan, yang didukung oleh konsumsi rumah tangga dan investasi. Kendati demikian, pemerintah nampaknya masih sangat berhati-hati untuk menerapkan sebuah kebijakan baru yang berpotensi memengaruhi stabilitas ekonomi.  Sikap tersebut diperkuat dengan data terbaru yang menunjukkan adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2025 menjadi 4,87%. Penurunan ini utamanya disebabkan oleh melemahnya konsumsi rumah tangga yang merupakan komponen terbesar dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia (Riefky dalam Haspramudilla, 2025). Situasi tersebut mencerminkan bahwa daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih, yang dipengaruhi pertumbuhan pendapatan yang terbatas atau adanya pergeseran dalam perilaku konsumsi masyarakat.

Baca Juga  Penerimaan Pajak Alami Kontraksi 10,14 Persen Jadi Rp683,3 Triliun hingga Mei 2025

Berlandaskan pada kondisi tersebut, pemerintah menaruh kekhawatiran besar terhadap daya beli masyarakat yang memang sensitif terhadap kenaikan harga. Eko Listiyanto, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), menegaskan bahwa penerapan cukai MBDK pasti akan berdampak langsung pada harga produk di pasaran. Kenaikan harga jual ini diperkirakan akan memicu penurunan konsumsi masyarakat terhadap MBDK, yang pada gilirannya dapat mengakibatkan penurunan pendapatan bagi para pelaku usaha.

Sebagai sesama negara berkembang di kawasan Asia Tenggara, Filipina menjadi studi kasus yang patut dicermati Indonesia. Sebulan setelah penerapan cukai MBDK pada 1 Januari 2018, pengawasan pasar domestik menunjukkan kenaikan harga rata-rata minuman berpemanis yang dikenakan cukai mencapai 20,6% di convenience store dan 16,6% di supermarket. Di samping itu, penurunan penjualan MBDK paling signifikan terjadi di toserba, dengan rata-rata penurunan bulanan mencapai 8,7% (Nielsen dalam Onangan, 2019). Untuk tetap menjaga produktivitas industri produsen MBDK, pemerintah perlu berhati-hati dalam menyesuaikan ketentuan cukai MBDK.

Baca Juga  Transformasi Pajak Indonesia Lewat Teknologi AI

Dalam pembentukan kebijakan publik, pemahaman dan kesadaran masyarakat memainkan peran penting. Tanpa hal tersebut, penerapan yang awalnya disiasati untuk menurunkan angka diabetes ini justru akan mengundang resistensi yang tinggi dari masyarakat akibat lonjakan harga. Oleh karena itu, Indonesia dapat mendalami pengalaman dari Thailand sebagai salah satu negara yang berhasil menerapkan cukai minuman berpemanis (Sugar-Sweetened Beverage Tax) melalui pendekatan inkrementalis. Thailand memilih pendekatan bertahap dengan tarif progresif. Kebijakan ini menetapkan kenaikan tarif cukai secara perlahan dalam empat fase, mulai dari 2017 hingga puncaknya pada 2025. Strategi ini terbukti efektif dalam meminimalkan guncangan terhadap daya beli dan mendorong industri untuk reformulasi produk menjadi lebih sehat, dengan memberikan waktu adaptasi yang cukup bagi industri dan masyarakat.

Tujuan utama penerapan cukai MBDK adalah untuk mengendalikan konsumsi gula dan menekan angka diabetes, mengingat Indonesia berada di peringkat kelima dunia dengan jumlah 19,47 juta penderita. Namun, aspek ekonomi negara juga tak dapat dikesampingkan. Melihat bahwa penerapan cukai ini akan berdampak pada sektor industri dan masyarakat yang belum sepenuhnya siap menghadapi perubahan signifikan,  pemerintah sebaiknya tidak tergesa-gesa dalam mengimplementasikan kebijakan cukai MBDK.
Selain itu, penting untuk menyediakan masa transisi layaknya yang diterapkan Thailand. Pendekatan ini akan memberikan waktu bagi produsen untuk mengembangkan produk dengan kadar gula lebih rendah, sekaligus memberi kesempatan masyarakat untuk beradaptasi dengan potensi kenaikan harga, sehingga stabilitas ekonomi nasional tidak terganggu. Pemerintah juga perlu mempertimbangkan kondisi industri MBDK di Indonesia yang sangat besar dan pengenaan cukai harus dihitung cermat agar tidak menimbulkan gejolak inflasi harga produk seperti yang terjadi di Filipina.

Baca Juga  Bedah Efektivitas Insentif Pajak, ACT 2025 Sajikan Forum Ilmiah dan Praktis Bagi Mahasiswa dan Praktisi

Daftar Pustaka

Aria, N. (2025). Maju-mundur Cukai MBDK: Kesehatan Terganggu, Pendapatan Tergerus. Tirto.Id.

BPS-Statistik Indonesia. (2022). Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I-2022. Www.Bps.Go.Id, 13, 12. https://www.bps.go.id/pressrelease/2021/02/05/1811/ekonomi-indonesia-2020-turun-sebesar-2-07-persen–c-to-c-.html

Febriyanti, I. (2024). Dilema Etika di Balik Penundaan Cukai Minuman Manis. MUC Consulting. https://muc.co.id/id/article/dilema-etika-di-balik-penundaan-cukai-minuman-manis

Haspramudilla, D. (2025, July 1). Kondisi Ekonomi Indonesia dan Kinerja APBN Mei 2025. Media Keuangan. https://mediakeuangan.kemenkeu.go.id/article/show/kondisi-ekonomi-indonesia-dan-kinerja-apbn-mei-2025

Khairuman, I. (2025). Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2025 Diproyeksi Melemah, Ini Pemicunya. Kontan.Co.Id.

Onagan F.C.C., Ho B.L.C., Chua K.K.T. (2018). Development of a sweetened beverage tax, Philippines. Bull World Health Organ. doi: http://dx.doi.org/10.2471/BLT.18.220459.

Pangastuti, T. (2025). Ekonom Beberkan Dampak Penerapan Cukai Minuman Berpemanis. IDN Times.

Perspektif, J. (2024). Best practice pemungutan cukai atas minuman berpemanis dalam kemasan di filipina. 8(2), 217–230.

Preechachotwatin, N. (2025). Implementation of Final Phase of Sugar-Based Excise Tax under Thai Excise Law. Bglobllaw.

Simanjuntak, A. (2025). Cukai Minuman Berpemanis Batal Diterapkan Tahun Ini, Ini Kata Dirjen. DDTC News.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *