Menu
in ,

Hadapi Kelangkaan Minyak Goreng: Harus Bagaimana?

Belum habis menghadapi mahalnya harga minyak goreng di pasaran, masyarakat dihadapkan dengan masalah yang kembali mendatangi, yakni kelangkaan stok minyak goreng. Menurut Sekretaris Jenderal Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi), Hingga 4 Maret lalu, rata-rata harga minyak per liter di pasaran berada di rentang Rp 17.000 hingga Rp 18.000, dengan harga tertinggi Rp 22.000. Harga ini jauh lebih tinggi dari pada harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh Kementerian perdagangan yakni dengan harga Rp 11.500/liter untuk kemasan curah, Rp 13.500/liter untuk kemasan sederhana, dan Rp 14.000/liter untuk kemasan premium. Tingginya harga minyak goreng di pasaran ini telah bertahan sekitar 3 hingga 4 bulan, dan belum mengalami penurunan yang berarti.

Bersamaan dengan tingginya harga minyak goreng di pasaran, Indonesia juga mengalami kelangkaan stok minyak goreng di tingkat pengecer dan konsumen. Mengutip Times Indonesia (18/02/2022), menurut Menteri Perdagangan Indonesia kebutuhan minyak goreng di Indonesia per Februari 2022 lalu adalah sekitar 280 juta liter. Dari total kebutuhan minyak goreng tersebut, baru sekitar sepertiga atau 63 juta liter yang terpenuhi.

Kelangkaan ini menimbulkan berbagai pertanyaan dalam benak masyarakat. Indonesia sebagai pengekspor terbesar global minyak sawit, bahan baku utama minyak goreng, justru mengalami kelangkaan stok minyak goreng. Menurut Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), ekspor minyak sawit Indonesia pada tahun 2021 mencapai 34 juta ton, dari total produksinya yakni 46,88 juta ton. Sedangkan menurut data BPS, total kebun kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2019 adalah 14.456.611 hektar. Dengan melimpahnya kebun kelapa sawit dan produksi minyak sawit tersebut, mengapa masih terjadi kelangkaan minyak goreng di Indonesia?

Pakar ekonomi Universitas Airlangga Rossanto Dwi Handoyo mengatakan kelangkaan pasokan minyak goreng di pasaran disebabkan oleh beberapa faktor, yakni naiknya harga Crude Palm Oil (CPO) internasional, program B30 yang diselenggarakan pemerintah, belum usainya pandemi COVID-19, serta proses distribusi dan logistik.

Mengutip detik.com (28/02/2022), harga CPO di pasar dunia mengalami kenaikan harga pada beberapa waktu terakhir. Akan tetapi di dalam negeri, harga minyak goreng ditekan pemerintah pada batasan harga tertentu. Akibatnya, produsen minyak goreng Indonesia lebih memilih menjual minyak goreng produksinya ke luar negeri yang tentunya menjanjikan keuntungan yang lebih besar. Aksi ini menimbulkan penawaran minyak goreng dalam negeri menjadi berkurang sehingga terjadi kelangkaan dalam pasokan minyak goreng di Indonesia.

Program B30 yang dijalankan pemerintah pemerintah juga turut berkontribusi dalam menyebabkan kelangkaan harga minyak goreng dalam negeri. Program B30 adalah program biodiesel pemerintah, dimana pemerintah mewajibkan pencampuran 30 persen biodiesel dengan 70 persen bahan bakar minyak jenis solar. Biodiesel sendiri merupakan salah satu Bahan Bakar Nabati (BBN) yang digunakan untuk mesin/motor diesel sebagai pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM). Adanya program B30 ini menyebabkan produksi minyak sawit yang seharusnya untuk bahan baku minyak goreng dalam negeri teralihkan sebagian untuk memenuhi kewajiban tersebut.

Yang terakhir adalah akibat pandemi yang belum usai, serta proses distribusi dan logistik minyak goreng.  Belum usainya pandemi, dan tingginya kasus COVID-19 di beberapa negara menyebabkan mereka bergeser dari penggunaan minyak nabati ke CPO. Alhasil, permintaan CPO internasional meningkat, dan akibat naiknya harga CPO internasional, produsen minyak sawit dalam negeri semakin terfokus untuk mengekspor hasil produksinya. Selain itu, pandemi ini juga menyebabkan harga kontainer dan shipping meningkat. Peningkatan harga tersebut menyebabkan produsen dan distributor minyak goreng berpikir dua kali dalam mendistribusikan minyak goreng ke pengecer di berbagai wilayah di Indonesia. Akibatnya, pasokan minyak goreng di pasaran menipis dan rantai distribusi minyak goreng dalam negeri macet.

Dalam mengatasi hal tersebut, Menteri Perdagangan Indonesia telah turun ke lapangan melakukan sidak di berbagai daerah, terutama dalam mengatasi macetnya rantai distribusi dan penimbunan minyak goreng di gudang produsen. Ia juga menghimbau akan menjatuhkan sanksi tegas apabila terjadi pelanggaran ketentuan distribusi minyak goreng.

Untuk menyiasati kelangkaan minyak goreng di pasaran, dapat dilakukan berbagai aksi oleh para pedagang dan distributor. Yang pertama adalah jual beli bersyarat atau bundling. Apabila ingin mendapat minyak dengan harga murah atau normal, maka pembeli harus membeli barang lain yang tak laku di pasaran sebagai penyerta pembelian minyak goreng. Jika tidak membeli barang penyerta tersebut, maka pembeli akan mendapatkan minyak goreng dengan harga mahal. Strategi ini cukup menguntungkan bagi para penjual dalam berusaha menghabiskan stok dagangannya, dan menguntungkan pula bagi pembeli supaya dapat membeli minyak goreng dengan harga normal di tengah melambungnya harga minyak goreng di pasaran dan kelangkaan stok minyak goreng. Namun praktik ini tidak bisa dijalankan terus menerus, pemerintah daerah dan Kemendag harus mencari cara untuk dapat mengatasi kelangkaan stok minyak goreng sebelum pasar semakin tidak terkendali.

Langkah strategis yang mungkin dilakukan saat ini adalah meningkatkan batasan produksi minyak goreng murah atau curah, yang menurut anggota Komisi VI DPR Amin Ak sejumlah 1,2 miliar liter untuk enam bulan. Pelonggaran batasan ini berguna untuk membanjiri pasar dengan stok minyak murah, dengan tetap melakukan pengawasan terhadap produsen dan distributor supaya tidak menimbun stok minyak murah tersebut. Dengan membanjiri pasar dengan minyak murah dapat mencegah terjadinya panic buying oleh masyarakat, sehingga harga akan kembali stabil dan para oknum tidak akan menimbun minyak goreng yang dapat menyebabkan terjadinya kelangkaan. Namun, kebijakan ini perlu dibarengi dengan Domestic Market Obligation dan Domestic Price Obligation yang tepat supaya kondisi pasar tetap kondusif.

 

*Penulis Adalah Mahasiswa PKN STAN, Jurusan D-III Perpajakan

*Informasi yang disampaikan dalam Artikel ini sepenuhnya merupakan Tanggung Jawab Penulis

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version