Menu
in ,

Tren Pengalihan Aset Deposito ke SBN saat Pandemi

Pajak.com, Jakarta – Director and Chief Investment Officer PT Jagartha Penasihat Investasi (Jagartha Advisors) Erik Argasetya mengungkap, terjadi tren pengalihan instrumen investasi di kalangan masyarakat menengah ke atas dari deposito ke surat berharga negara (SBN) di saat pandemi. Mengapa demikian?

Erik mengutip, data Bank Indonesia menunjukkan, bahwa posisi simpanan masyarakat perserorangan pada deposito berjangka menunjukkan penurunan sejak bulan Desember 2020, sementara posisi kepemilikan SBN ritel menunjukkan kenaikan yang konsisten sejak bulan Maret 2020.

“Adanya pengalihan aset dari deposito berjangka ke SBN disebabkan oleh semakin rendahnya tingkat suku bunga deposito di perbankan seiring dengan menurunnya suku Bank Indonesia 7DRRR (BI 7-day reverse repo rate), sehingga investor cenderung melirik investasi dengan tingkat imbal hasil (yield) SBN yang lebih tinggi,” jelas Erik kepada Pajak.compada Minggu (11/7).

Namun, menurutnya, perpindahan preferensi investasi untuk mendapatkan yield yang lebih tinggi merupakan sesuatu yang wajar. Mengingat gejolak yang terjadi di pasar modal sejak  awal pandemi tahun lalu juga mengakibatkan peralihan tren instrumen investasi. Investor mempunyai kecenderungan tertarik dengan investasi yang aman, terutama karena SBN diterbitkan oleh negara.

“Tetapi tetap perlu diperhatikan seiring dengan pulihnya kembali perekonomian, kenaikan inflasi akan menyebabkan Bank Indonesia untuk mulai menaikkan suku bunga acuannya pula. Hal ini terlihat juga dari langkah bank sentral AS (Amerika Serikat)—The Fed, yang sudah mulai berancang-ancang untuk menaikkan suku bunga acuannya di tahun 2023. Secara teori ekonomi, pergerakan harga obligasi akan cenderung berbanding terbalik dengan pergerakan suku bunga,” jelas Erik.

Ia juga menganalisis, pulihnya sebuah perekonomian biasanya akan lebih memberikan potensi kinerja yang lebih baik di instrumen saham. Sebagai contoh, indeks harga saham gabungan (IHSG) berhasil naik hingga hampir tiga kali lipat selama periode pemulihan ekonomi dari tahun 2009-2013 pasca-krisis finansial global 2008. Potensi kembalinya dana investor asing ke pasar ekuitas domestik juga berpotensi menjadi katalis bagi IHSG.

“Hal yang paling penting sebenarnya adalah bagaimana pemerintah dan bersama warga dapat bekerja sama untuk menanggulangi pandemi korona ini. Sehingga, SBN pun masih dapat menjadi pilihan instrumen investasi yang menarik bagi profil investor yang ingin mencari fitur pendapatan tetap (fixed income) mengingat yield yang lebih pasti,” kata Erik.

Sebelumnya, Asisten Gubernur – Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Juda Agun juga mengungkapkan, bahwa terjadi pergeseran tren investasi dari deposito ke SBN. Dana pihak ketiga (DPK) sektor rumah tangga memang mengalami perlambatan, terutama deposito rumah tangga.

“Artinya mereka geser portofolio dari deposito ke aset-aset high return. Lalu dana itu ditampung di tabungan karena sangat fleksibel untuk melakukan investasi,” kata Juda.

Ia memandang, fenomena ini turut terjadi seiring dengan munculnya berbagai fintek yang bergerak di pasar modal. Fintek berhasil memberikan kemudahan dalam berinvestasi secara ritel, misalnya SBN. Ditambah lagi adanya penurunan suku bunga deposito.

“Mereka mencari instrumen dengan return lebih tinggi. Harapannya dengan investasi dengan imbal hasil yang lebih tinggi, ketika ekonomi dan mobilitas bergerak, kekayaan mereka naik dan bisa meningkatkan konsumsi,” kata Juda.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version