Menu
in ,

OJK Pastikan Stabilitas Sistem Keuangan Masih Terjaga

Pajak.com, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan, indikator perekonomian dan kinerja sektor jasa keuangan dalam kerangka stabilitas sistem keuangan masih terjaga dengan baik. Kendati demikian, OJK tetap mencermati dinamika ekonomi global dan perkembangan geopolitik yang penuh ketidakpastian.

Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo menyebutkan, sampai dengan data Mei 2022 kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan terus meningkat untuk terus berkontribusi terhadap berlanjutnya pemulihan ekonomi nasional di tengah meningkatnya vulnerability ekonomi global.

“Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK pada minggu ini menyebutkan, fungsi intermediasi perbankan pada Mei 2022 tercatat meningkat, dengan kredit tumbuh 9,03 persen dibandingkan periode yang sama di tahun lalu, didorong peningkatan pada kredit UMKM (usaha mikro kecil menengah) dan ritel,”ungkap Anto dalam keterangan tertulis yang diterima Pajak.com (30/6). 

Mayoritas sektor utama kredit mencatatkan kenaikan dengan kenaikan terbesar pada sektor manufaktur sebesar 12,4 persen dan sektor perdagangan 12,1 persen. Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Mei 2022 mencatatkan pertumbuhan 9,93 persen, didorong oleh kenaikan giro.

“Di sektor IKNB (industri keuangan nonbank), penghimpunan premi sektor asuransi meningkat dengan penghimpunan premi asuransi jiwa bertambah Rp 13,1 triliun, serta asuransi umum bertambah Rp 9,4 triliun,” sebut Anto.

Selain itu, fintech peer to peer (P2P) lending pada Mei 2022 mencatatkan pertumbuhan outstanding pembiayaan 84,7 persen atau meningkat Rp 1,49 triliun, dengan pembiayaan menjadi Rp 40 triliunPiutang pembiayaan pun tercatat tumbuh 4,5 persen dibandingkan periode yang sama di tahun lalu Rp 379 triliun.

Selain itu, nilai restrukturisasi kredit COVID-19 semakin mengecil, hingga Mei 2022 tercatat Rp 596,25 triliun, sementara April 2022 Rp 606,39 triliun. Jumlah debitur restrukturisasi juga menurun dari 3,26 juta debitur pada April 2022 menjadi 3,13 juta debitur pada Mei 2022. Kemudian, posisi devisa neto (PDN) Mei 2022 tercatat 1,47 persen atau berada jauh di bawah threshold 20 persen.

Selanjutnya, indikator perekonomian domestik juga masih menunjukkan perbaikan yang terus berlanjut, meski laju perbaikannya mulai terpengaruh perkembangan perekonomian global.

“Inflasi di bulan Mei 2022 masih terjaga dalam rentang target Bank Indonesia namun terus berada dalam tren meningkat seiring kenaikan harga pangan dan transportasi. PMI (purchasing managers index) manufaktur juga masih berada dalam zona ekspansi meski dalam tren menurun dalam sembilan bulan terakhir akibat kenaikan harga bahan baku,” ungkap Anto.

Sektor eksternal pun masih mencatatkan kinerja positif, yang ditunjukkan dengan berlanjutnya surplus neraca perdagangan serta cadangan devisa yang terjaga. Namun, pertumbuhan impor mulai lebih tinggi dari pertumbuhan ekspor seiring kenaikan permintaan domestik.

“Di tengah perkembangan tersebut, pasar saham Indonesia terpantau terkoreksi. Terkoreksinya pasar saham Indonesia seiring dengan capital outflow di mayoritas negara berkembang sebagai bentuk risk off investor merespons peningkatan suku bunga acuan The Fed 75 bps pada Juni 2022,” ujar Anto.

Hingga 24 Juni 2022, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat melemah 1,5 persen mtd ke level 7.043 dengan non residen mencatatkan outflow Rp 3,59 triliun. Sementara di pasar Surat Berharga Negara (SBN), nonresiden mencatatkan outflow Rp 12,4 triliun.

Ke depan, OJK terus memperkuat kerja pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan dan senantiasa berkoordinasi dengan para stakeholder dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan, khususnya dalam mengantisipasi peningkatan risiko eksternal dan gejolak global.

“RDKB mencatat perekonomian global masih menghadapi tingkat inflasi yang persisten tinggi karena tekanan global supply chain akibat konflik Rusia-Ukraina dan lockdown di Tiongkok. Tingginya inflasi global tersebut telah mendorong bank sentral utama dunia untuk melakukan normalisasi kebijakan moneter yang lebih agresif sehingga pasar keuangan global kembali bergejolak. Dengan latar belakang tersebut, pertumbuhan perekonomian global 2022 diperkirakan akan melambat daripada yang diperkirakan sebelumnya,” ungkap Anto.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version