Menu
in ,

Empat Hal Penting Kembangkan Halal Value Chain

Pajak.comJakarta – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan empat perkara penting agar pengembangan mata rantai ekonomi halal (halal value chain) bisa menjadi kompetitif, produktif, dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional sekaligus memberdayakan ekonomi umat. Pertama, percepatan sertifikasi halal. Perry mengemukakan, untuk menjadi pemain dunia, Indonesia harus mengakselerasi sertifikasi halal agar dapat berdaya saing dan membanjiri global dengan produk halal dari Indonesia.

Karena, seperti itulah yang terjadi saat ini, kala negara-negara lain telah sangat maju mengembangkan sertifikasi maupun produk halal dan memenuhi gerai-gerai makanan, obat-obatan, kosmetik, hingga fesyen di Indonesia.

“Negara lain sudah lebih maju sertifikasinya, sementara kita di Indonesia everything is halal, (dianggap) tidak perlu sertifikat. Kalau kita bicara (pasar) sendiri, oke, tapi kalau kita sebagai satu pemain ekonomi global maka kita harus memilih (percepat sertifikasi),” kata Perry dalam acara Opening Ceremony Road to ISEF 8th 2021: Halal Products, Beyond Halal Compliance, Jakarta, Senin (21/6).

Apalagi, lanjut Perry, golongan milenial sangat peduli terhadap sertifikasi halal. Ia menyebut, jika ada dua produk yang satu bersertifikat halal berasal dari negara lain dan yang satu tidak bersertifikat halal padahal produk Indonesia, maka generasi muda akan lebih memilih produk yang tersertifikasi.

“Ke depan itu kemungkinan masyarakat kita yang muda akan menilai yang sertifikasi, meskipun produknya dari asing. Mohon kita harus juga memahami itu, kenapa? Sertifikasi halal is a necessary condition untuk membangun mata rantai halal,” tegasnya.

Kedua, membangun ekosistem halal value chain, melalui integrasi antara unit-unit usaha yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi juga kesejahteraan rakyat. Ketua Dewan Pakar Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) ini mengungkapkan, dalam unit usaha itu ada kelompok usaha kecil, menengah, dan besar. Dalam kelompok kecil bisa melalui pemberdayaan ekonomi umat yang berbasis pesantren, atau kelompok-kelompok masyarakat yang lain.

“Oleh karena itu, BI mendukung pemberdayaan ekonomi pesantren sebagai unit yang memang harus kita berdayakan, sekaligus memberdayakan rakyat, sekaligus memberdayakan ekonomi syariah, dan sekaligus membuat pertumbuhan ekonomi,” imbuhnya.

Sementara di unit menengah, Perry mengusulkan agar bisa dibentuk himpunan maupun asosiasi dari pelaku usaha. Sementara unit yang besar terdiri dari para pelaku industri. Ketiga, produk halal yang dikembangkan dalam rantai nilai ekosistem halal. Saat ini, Indonesia memiliki lima sektor produksi halal unggulan yang tengah digarap yaitu makanan, fesyen, pariwisata, kosmetik dan farmasi, serta energi baru terbarukan (EBT)—juga memprioritaskan pada dua sektor yaitu makanan dan fesyen.

“Saya memandang process food dan fesyen menjadi sangat penting. Food itu adalah basis ekonomi yang paling kecil, diproduksi oleh rakyat, mata rantainya panjang, value added-nya besar, dan tingkat dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi besar. Baik pertanian yang primer, maupun industri yang berkaitan dengan process food, itu menjadi sangat penting. Jangan sampai Indonesia nanti makan keripik diimpor dari luar negeri,” terangnya.

Keempat, ekosistem mata rantai halal harus end to end dari produksi sampai marketing. Perry bilang, dari proses produksi semua pemangku kepentingan meliputi KNEKS, berbagai kementerian lembaga, BI, dan MES; bisa mendukung melalui berbagai rupa pembiayaan baik bantuan sosial, mobilisasi wakaf, infak, zakat, maupun sedekah.

Kemudian dari sisi pemasaran, stakeholders bisa membantu dengan kampanye gaya hidup halal di berbagai seminar, webinar, pameran, dan platform digital. Seperti gelaran pameran The First Indonesia International Halal Fair yang berlangsung pada tanggal 14 hingga 27 Juni 2021.

“Mari kita bersinergi, berkoordinasi, berjamaah untuk membangun ekonomi keuangan syariah,” pungkasnya.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version