in ,

Volatilitas Harga Komoditas Dampak Konflik Rusia-Ukraina

Indonesia memiliki nilai perdagangan yang sangat besar dengan Rusia. Berdasarkan data dari COMTRADE, pada tahun 2020 Indonesia mengimpor produk senilai 957 juta dollar AS dari Rusia, yang terbesar adalah produk besi dan baja, pupuk, dan komoditas energi. Sedangkan Rusia mengimpor produk senilai 973 juta dollar AS dari Indonesia, yang terbesar adalah produk CPO dan turunannya.

Sementara dengan Ukraina, Indonesia memiliki nilai impor senilai 963 juta dollar AS dengan produk terbesar yang diimpor adalah sereal, dan produk besi dan baja. Di sisi lain Indonesia mengekspor produk senilai 223 juta dollar AS dengan porsi terbesar oleh produk minyak sawit dan turunannya.

Konflik yang berkepanjangan berpotensi mengganggu ekonomi. Perdagangan Indonesia, baik dengan Rusia dan Ukraina bernilai sangat besar, apabila konflik terjadi berlarut-larut, Indonesia terancam kehilangan potensi tujuan ekspor yang sangat besar. Belum lagi dengan terjadinya konflik, rantai pasokan produksi barang akan terganggu. Indonesia memiliki kebutuhan yang besar dari kedua negara tersebut. Dengan Ukraina, Indonesia membutuhkan pasokan sereal yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan permintaan domestik. Tanpa Ukraina, harga produk sereal dalam negeri berpotensi naik. Di lain pihak, Indonesia mengimpor banyak sekali pupuk dan bahan baku dari Rusia. Rusia merupakan pengekspor pupuk nomor tiga ke Indonesia. Apabila pasokan pupuk dari Rusia terganggu karena adanya konflik, secara otomatis produksi tanaman, terutama tanaman pangan akan terganggu sehingga kenaikan harga pangan tidak terhindarkan.

Baca Juga  Sri Mulyani Pastikan Hadir di Sidang Sengketa Pilpres

Revandra menyampaikan, ICDX sebagai bursa komoditas di Indonesia memiliki potensi untuk berperan dalam mengantisipasi lonjakan perubahan harga komoditas pangan yang berpotensi terjadi disebabkan oleh konflik di Eropa Timur. Dengan adanya bursa komoditas, para pelaku pasar atau produsen pangan dapat melakukan transaksi lindung nilai untuk mengurangi risiko kerugian di masa depan yang disebabkan oleh perubahan harga barang produksi mereka. Selain itu, dengan transaksi derivatif, para produsen juga dapat melakukan penjualan di awal untuk diserahterimakan di kemudian hari yang berfungsi untuk mengunci potensi keuntungan yang akan didapatkan saat menjual barang produksinya.

Revandra  menjelaskan, lindung nilai adalah suatu mekanisme transaksi yang dilakukan untuk mengurangi risiko yang berpotensi terjadi dalam suatu perdagangan suatu produk. Dengan tersedianya bursa berjangka, pelaku pasar dapat memanfaatkan kontrak berjangka untuk melakukan mekanisme lindung nilai untuk mengurangi potensi kerugian dalam perdagangan suatu komoditas.

Baca Juga  Jelajah Hemat Jakarta: Libur Lebaran nan Ramah di Kantong

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *