UMP Naik 6,5 Persen pada 2025, Buruh: Kok Pengusaha Sewot dan Marah-Marah
Pajak.com, Jakarta – Keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen pada 2025 menuai reaksi keras dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, sikap “sewot dan marah-marah” yang ditunjukkan para pengusaha tersebut dianggap tidak berdasar.
Said Iqbal menjelaskan, kenaikan UMP ini telah sesuai dengan amanat hukum nasional dan standar internasional, termasuk Konvensi ILO Nomor 131 tentang penetapan upah minimum.
“Presiden Prabowo telah mengambil langkah berani dengan menegakkan aturan hukum nasional dan standar internasional melalui keputusan ini. Namun, anehnya, Apindo dan Kadin justru menunjukkan sikap yang bertentangan dengan hukum dengan memprotes kenaikan yang sebenarnya adil dan wajar,” ujar Said Iqbal dalam keterangan resmi, dikutip Pajak.com pada Kamis (5/12).
Said menjelaskan bahwa Konvensi ILO Nomor 131 mengatur penetapan upah minimum berdasarkan dua parameter utama: kebutuhan hidup layak (KHL) suatu negara dan angka makroekonomi seperti inflasi serta pertumbuhan ekonomi. Di Indonesia, mekanisme ini telah diadopsi dan disesuaikan melalui sejumlah peraturan, mulai dari PP 78/2015 hingga PP 51/2023.
Namun, Said mempertanyakan sikap kontradiktif dari pihak pengusaha. “Kenapa sekarang mereka jadi ‘sewot dan marah-marah’ serta melawan Undang-Undang dan hukum internasional?” katanya.
Ia menegaskan bahwa angka kenaikan 6,5 persen ini adalah moderat dan seimbang. “Kenaikan upah minimum ini bukan hanya soal angka, tetapi juga menyangkut keadilan dan kesejahteraan pekerja. Kami mengapresiasi keberanian Presiden Prabowo dalam memihak rakyat pekerja,” tambahnya.
Dinamika Peraturan dan Tekanan Pengusaha
Menurut Said Iqbal, polemik yang terjadi tidak lepas dari perubahan peraturan yang sering terjadi akibat desakan pengusaha. “Perubahan ini bukan keinginan buruh, tetapi tekanan kalangan pengusaha kepada pemerintah sejak era PP 78/2015 hingga Omnibus Law UU Cipta Kerja,” jelasnya.
Ia juga menyoroti bahwa reaksi negatif dari pengusaha seolah berlawanan dengan fakta bahwa mereka yang selama ini mendorong perubahan regulasi. “Kok sekarang malah mereka sendiri yang berteriak-teriak?” tambahnya.
Keputusan ini menjadi sinyal positif bagi buruh bahwa perjuangan mereka untuk kesejahteraan terus diperhatikan. Buruh berharap, kenaikan UMP ini menjadi awal dari serangkaian kebijakan yang lebih berpihak pada pekerja di masa mendatang.
Comments