Tok! Pengawasan Aset Kripto Resmi Dipindahkan ke OJK
Pajak.com, Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) secara resmi mengalihkan tugas pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital, termasuk aset kripto, kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI). Langkah strategis ini bertujuan memberikan kepastian hukum dan memperkuat sektor keuangan digital di Indonesia.
Pengalihan tersebut ditandai dengan penandatanganan Berita Acara Serah Terima (BAST) dan Nota Kesepahaman (NK) di Kantor Kemendag, Jakarta, pada 10 Januari 2025. Penandatanganan BAST dilakukan oleh Plt. Kepala Bappebti Tommy Andana; Asisten Gubernur BI Donny Hutabarat; Deputi Komisioner OJK Moch. Ihsanuddin; dan I.B. Aditya Jayaantara.
Menteri Perdagangan Budi Santoso, menegaskan pentingnya langkah ini bagi stabilitas dan transparansi pasar keuangan digital. “Kami yakin langkah ini akan membawa manfaat jangka panjang bagi sektor keuangan dan pasar fisik aset kripto di Indonesia,” kata Budi dalam keterangan resmi, dikutip Pajak.com pada Senin (13/1/2025).
Pengalihan ini mencakup pengaturan dan pengawasan Aset Keuangan Digital (AKD), termasuk aset kripto serta derivatif keuangan. Sebagai bagian dari transisi, OJK akan menangani instrumen derivatif keuangan berbasis efek, sementara BI bertanggung jawab atas derivatif keuangan di Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing (PUVA).
Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), pengalihan pengawasan ini harus selesai dalam waktu 24 bulan. Dalam prosesnya, Bappebti, OJK, dan BI saling berkoordinasi untuk memastikan transisi berjalan lancar dan tidak mengganggu aktivitas pasar.
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti, menyambut baik langkah ini meskipun tugas pengaturan derivatif PUVA merupakan hal baru bagi BI. “Besarnya potensi pasar derivatif PUVA dapat dimanfaatkan sebagai alternatif instrumen hedging yang pada akhirnya turut berkontribusi positif bagi pendalaman PUVA dan mendukung stabilitas di tengah ketidakpastian global saat ini,” kata Destry.
Regulasi Baru dan Infrastruktur Digital
OJK telah menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 27 Tahun 2024 dan Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 20/SEOJK.07/2024 untuk mengatur penyelenggaraan perdagangan AKD termasuk aset kripto. Selain itu, OJK juga mengembangkan Sistem Perizinan dan Registrasi Terintegrasi (SPRINT) untuk mempermudah perizinan AKD dan derivatif keuangan.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, menegaskan bahwa peralihan ini diperlukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan memberikan perlindungan konsumen.
“Industri derivatif keuangan dengan underlying efek dan Aset Keuangan Digital termasuk aset kripto yang diawasi Bappebti selama ini sudah berjalan, sehingga akan diupayakan transisi tugas pengaturan dan pengawasan dengan seamless untuk menghindari gejolak di pasar,” ujar Mahendra.
Adapun, nilai transaksi perdagangan berjangka komoditi (PBK) dan aset kripto di Indonesia terus meningkat signifikan. Pada Januari-November 2024, transaksi PBK mencapai Rp30.503 triliun, naik 30,20 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, nilai transaksi aset kripto melonjak hingga 356,16 persen, dari Rp122 triliun pada 2023 menjadi Rp556,53 triliun pada 2024.
Jumlah pelanggan aset kripto terdaftar juga meningkat menjadi 22,11 juta pelanggan hingga November 2024. Selain itu, terdapat 16 Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK) yang telah berizin Bappebti, dengan 14 calon pedagang lainnya sedang dalam proses mendapatkan lisensi.
BI dan OJK berkomitmen untuk terus berkolaborasi guna memperkuat ekosistem keuangan digital di Indonesia. “Kami yakin dengan usaha dan sinergi yang kuat, pasar keuangan Indonesia akan semakin dalam, kredibel, dan mendukung langkah bersama menuju Indonesia Emas 2045,” pungkas Destry.
Dengan langkah ini, pemerintah berharap sektor keuangan digital di Indonesia dapat menjadi lebih transparan, efisien, dan aman bagi seluruh pelaku pasar.
Comments