Menu
in ,

Tiga Strategi Pertamina di Tahun 2022

Pajak.com, Balikpapan – Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menyampaikan tiga strategi perseroan pada tahun 2022, yaitu meningkatkan performa bisnis minyak dan gas (migas), transisi energi fosil ke energi baru dan terbarukan (EBT), serta mengembangkan EBT.

“Pertamina terus berbenah dan menyesuaikan organisasinya agar tetap relevan terhadap kondisi global saat ini, tahun 2022 menerapkan tiga strategi karena merupakan tahun yang penuh tantangan, karena secara global aktivitas usaha di berbagai sektor mengalami penurunan akibat pandemi hingga transisi energi,” kata Nicke dalam focus group discussion (FGD) bersama pimpinan redaksi media nasional, di Balikpapan, pada (8/1).

Pertama, Pertamina harus tetap meningkatkan bisnis migas karena permintaan terhadap komoditas di sektor ini masih tetap tinggi dan terbesar.

“Walaupun seluruh negara sudah semakin terbiasa soal transisi energi tapi faktanya konsumsi energi masih didominasi migas,” kata Nicke.

Di sisi lain, dalam strategi besar energi yang telah ditetapkan oleh pemerintah, porsi migas sampai dengan tahun 2050 akan menurun hingga 20 persen dari saat ini sebesar 32 persen.

“Secara persentase porsi migas akan mengalami penurunan. Namun, permintaan terhadap migas masih akan meningkat signifikan karena bertambahnya jumlah penduduk. Jadi secara volume harus tetap kita jaga. Demikian juga dengan volume permintaan migas akan meningkat hingga lima kali lipat di tahun 2050. Jadi fokus pertama adalah mempertahankan dan mengembangkan migas karena pemerintah juga menargetkan produksi dari 700 barel menjadi 1 juta barel per hari,” kata Nicke.

Kedua, melanjutkan transisi energi dari fosil ke EBT dengan meningkatkan produksi gas yang dapat menjembatani pengalihan. Hal ini penting sembari perseroan memastikan pasokan dan cadangan dari EBT.

“Meski begitu, tantangannya adalah bahwa gas merupakan energi yang tidak mudah didistribusikan sehingga harus mengembangkan infrastruktur. Distribusi gas harus melalui pipa. Jadi perlu membangun infrastruktur agar transisi energi fosil ke energi terbarukan lebih smooth,” kata Nicke.

Ketiga, di tahun ini Pertamina juga harus mulai mengembangkan EBT secara masif. HIngga saat ini Pertamina telah merealisasikan pembangkit energi panas bumi atau geotermal. Secara khusus, anak perusahaan, PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) tengah melakukan kerja sama kajian pengembangan proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi dengan PT Medco Power Indonesia (MPI) di area operasi kedua belah pihak.

PGE diketahui mengelola 14 wilayah kerja panas bumi. Di dalam wilayah kerja itu diproduksi listrik panas bumi sebesar 1.877 megawatt (MW), yang terdiri dari 672 MW yang dioperasikan oleh PGE dan 1.205 MW dikelola melalui kontrak operasi bersama. Kapasitas terpasang panas bumi di wilayah kerja PGE berkontribusi sebesar sekitar 88 persen dari total kapasitas panas bumi di Indonesia, dengan potensi pengurangan emisi sekitar 9,5 juta ton CO2 per tahun. Sementara itu, MPI mengoperasikan pembangkit listrik dengan total kapasitas lebih dari 3,1 gigawatt (GW) di 15 lokasi di Indonesia.

“Energi panas bumi maupun sumber energi baru terbarukan lainnya harus dikembangkan dan menjadi prioritas pada tahun 2022,” kata Nicke.

Secara simultan, Pertamina juga akan segera melakukan restrukturisasi enam subholding perusahaan yaitu, PT Subholding Hulu Energy, PT Subholding Refinery and Chemicals, PT Subdolding Integrated Marine Logistic, PT Subholding Commercial and Trading, Subholding Power and New Renewable Energy, dan PT Subholding Shipping.

Menurut Nicke, melalui restrukturisasi, Pertamina dapat memastikan masing-masing subholding melakukan efisiensi dan meningkatkan pelayanannya.

“Subholding harus berusaha menciptakan profit, tidak ada lagi saling subsidi. Subholding harus mempercantik diri karena telah memiliki neraca keuangan dan cashflow sendiri, sehingga harus bisa mencari profit sendiri,” ujarnya.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version