Menu
in ,

Sri Mulyani Bicara Potensi Ekonomi Kesetaraan Gender

Sri Mulyani Bicara Potensi Ekonomi Kesetaraan Gender

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyatakan potensi ekonomi dari kesetaraan gender bagi perempuan di dunia mencapai 28 triliun dollar AS atau Rp 400 ribu triliun (kurs Rp14.289 per dolar AS) pada 2025. Nilai ini setara 26 persen dari produk domestik bruto (PDB) dunia.

“Potensi perempuan terutama di bidang ekonomi dan pasar tenaga kerja sebesar 28 triliun dollar AS atau 26 persen dari PDB dunia pada 2025. Ini keuntungan yang sangat jelas. Dalam survei, menyebutnya skenario potensi penuh, dimana tingkat partisipasi perempuan di dalam ekonomi setara dengan laki-laki. McKinsey (biro konsultansi manajemen global asal Amerika) mengasumsikan dalam skenario ini semua negara dalam satu kawasan bisa menyamai salah satu dari negara kawasan yang tingkat kesetaraan gendernya paling cepat,” kata Sri Mulyani dalam Kick Off Meeting G20 Women’s Empowerment, yang disiarkan secara virtual, pada (22/12).

Selain itu, jika menggunakan skenario tidak penuh, maka nilai tambah ekonomi dari perbaikan kesetaraan bagi perempuan setidaknya dapat menambah kontribusi ekonomi sebesar 12 triliun dollar AS atau setara Rp 171,46 ribu triliun. Nilai ini sekitar 11 persen dari PDB dunia.

“Perempuan punya peran yang penting bagi ekonomi. Hal ini tidak hanya sebagai pekerja, tapi juga ibu yang mendidik anak-anaknya sebagai penerus bangsa. Maka dari itu, pemberdayaan perempuan sangat fundamental bagi pemulihan ekonomi kita. Kita perlu mengatur partisipasi perempuan yang lebih kuat untuk mendorong ekonomi berkelanjutan yang tangguh di masyarakat,” kata Sri Mulyani.

Di sisi lain, Direktur Pelaksana Bank Dunia 2010–2016 ini mengakui peningkatan kesetaraan gender bagi perempuan tidak mudah. Setidaknya, butuh waktu sekitar 100 tahun bagi dunia dalam mengatasi ketimpangan gender. Bahkan, Sri Mulyani mengutip laporan World Economic Forum edisi 2021 yang menunjukan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi kesenjangan gender meningkat dari 99,5 tahun dalam laporan tahun 2020 menjadi 135,6 tahun pada 2021. Artinya, kesenjangan gender masih tinggi dan meningkat dibandingkan tahun lalu, terutama di bidang politik dan ekonomi.

“Kita tahu banyak inisiatif global yang mendukung promosi kesetaraan gender tapi kita juga tahu COVID-19 yang berimplikasi ke sosial ekonomi memiliki dampak yang lebih besar kepada perempuan. Hal tersebut terjadi karena sebagian besar pekerjaan dan aktivitas perempuan dibatasi oleh pandemi, terutama di sektor kesehatan dan sosial. Data Bank Dunia menunjukkan, sekitar 70 persen pekerja di sektor kesehatan dan sosial merupakan perempuan. Belum lagi sebagian dari mereka mendominasi sektor informal, pasar tenaga kerja yang tidak aman karena COVID-19. Sehingga COVID-19 berdampak lebih berat bagi seorang perempuan,” kata Sri Mulyani.

Ia kembali menekankan, seluruh dunia sangat perlu berinvestasi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), khususnya untuk perempuan. Terlebih di Indonesia, populasi perempuan menyumbang hampir separuh dari total penduduk. Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat, jumlah penduduk Indonesia sebanyak 272,23 juta jiwa pada 30 Juni 2021. Rinciannya, sebanyak 137,52 juta jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 134,71 juta berjenis kelamin perempuan.

“Jadi kesetaraan gender bukan hanya baik dari sisi moral, tapi ini juga cerdas dan tepat dari sisi tujuan strategis ekonomi,” kata Sri Mulyani.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version