RUPTL PLN Resmi Dirilis, Target Investasi Tembus Rp2.967,4 Triliun
Pajak.com, Jakarta – Pemerintah resmi meluncurkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero 2025–2034, dengan target investasi jumbo yang mencapai Rp2.967,4 triliun.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menjelaskan, penyusunan dokumen RUPTL PLN tersebut, sejalan dengan Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN). RUPTL PLN juga menjadi fondasi penting dalam upaya Indonesia mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada 2060.
“Komitmen Paris Agreement terkait transisi energi tidak lagi menjadi komitmen bersama dan beberapa negara keluar dari komitmen awal, namun kita harus konsisten untuk menjalankan ini dengan memperhatikan kemampuan kita dan tingkat ketersediaan energi dan keekonomian,” ujar Bahlil dalam konferensi pers di Jakarta, dikutip Pajak.com pada Selasa (27/5/25).
Pada lima tahun pertama, fokus pembangunan ditujukan pada 27,9 GW kapasitas pembangkit baru yang terdiri atas 9,2 GW berbasis gas, 12,2 GW dari EBT, 3 GW sistem penyimpanan energi, serta 3,5 GW pembangkit batubara yang tengah dalam penyelesaian konstruksi.
Memasuki lima tahun kedua, porsi pembangkit EBT akan meningkat drastis, dengan target mencapai 37,7 GW atau 90 persen dari total tambahan kapasitas. Sisanya, sebesar 3,9 GW, masih berasal dari pembangkit berbasis fosil.
Energi terbarukan yang akan dikembangkan meliputi tenaga surya (17,1 GW), angin (7,2 GW), panas bumi (5,2 GW), hidro (11,7 GW), dan bioenergi (0,9 GW). Pemerintah juga mulai mengenalkan energi nuklir dengan pembangunan dua unit reaktor kecil berkapasitas masing-masing 250 MW di Sumatra dan Kalimantan.
Menurut Bahlil, guna menunjang keandalan sistem, infrastruktur kelistrikan turut diperkuat dengan pembangunan jaringan transmisi sepanjang hampir 48.000 kilometer sirkuit (kms) serta gardu induk berkapasitas total 108.000 MVA. Pemerintah menargetkan distribusi pembangunan ini merata dari Sumatera hingga Papua.
“Kalau jaringannya sudah mampu kita lakukan, tidak ada lagi masalah terhadap pembangkit EBT yang akan dibangun. Karena selama ini kalau kita bangun tapi tidak ada jaringan, PLN harus bayar take or pay sampai 80 persen. Kita harus dukung penuh dengan memasang jaringan,” jelas Bahlil.
Menariknya, sekitar 73 persen dari kapasitas pembangkit dalam RUPTL ini direncanakan berasal dari skema kemitraan dengan pihak swasta atau Independent Power Producer (IPP), sementara sisanya akan dikelola oleh Grup PLN. Ini menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah membuka lebar peran serta investasi swasta, baik dalam negeri maupun asing.
Rencana besar ini diproyeksikan menciptakan lebih dari 1,7 juta lapangan kerja baru, yang tersebar dari tahap perencanaan hingga operasional proyek. Sektor EBT akan menjadi penyerapan tenaga kerja terbesar, mencerminkan arah transformasi menuju sistem energi bersih dan berdaya saing tinggi.
Selain itu, RUPTL PLN 2025–2034 memberi perhatian besar pada daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) melalui Program Listrik Desa (Lisdes). Pemerintah menargetkan elektrifikasi 5.758 desa yang belum teraliri listrik, dengan pembangunan pembangkit 394 MW dan penyambungan listrik ke 780 ribu rumah tangga.
“Energi bukan hanya persoalan kebutuhan, tapi juga bentuk pemerataan dan keadilan yang harus kita lakukan dari Aceh sampai Papua,” ujar Bahlil.
Comments