in ,

Prabowo Pangkas Anggaran Rp306,7 Triliun, CELIOS Ingatkan Risiko Krisis Fiskal Baru

Prabowo Pangkas Anggaran
FOTO: IST

Prabowo Pangkas Anggaran Rp306,7 Triliun, CELIOS Ingatkan Risiko Krisis Fiskal Baru

Pajak.com, Jakarta – Presiden Prabowo Subianto mengambil langkah besar dengan pangkas anggaran sebesar Rp306,7 triliun melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025. Namun, Center of Economic and Law Studies (CELIOS) memperingatkan bahwa pemangkasan ini dapat berujung pada krisis fiskal baru, terutama jika tidak dialokasikan dengan strategi yang tepat.

CELIOS menyoroti bahwa realokasi anggaran tidak bisa semata-mata digunakan untuk menutup kekurangan dana Makan Bergizi Gratis (MBG). Program ini menggunakan pendekatan universal coverage, yang berarti seluruh anak sekolah akan menerima manfaat tanpa melihat kondisi ekonomi.

Pendekatan tersebut dinilai berbiaya besar dan tidak tepat sasaran. CELIOS merekomendasikan agar MBG menggunakan targeted approach, yaitu hanya diberikan kepada kelompok rentan, seperti anak dengan malnutrisi, ibu hamil, keluarga berpenghasilan di bawah Rp2 juta per bulan, serta wilayah rawan gizi buruk.

Menurut estimasi CELIOS, skema targeted approach hanya membutuhkan Rp117,93 triliun per tahun, jauh lebih hemat dibandingkan perkiraan pemerintah yang mencapai Rp400 triliun. Dengan skema ini, pemerintah bahkan bisa menghemat anggaran hingga Rp259,76 triliun, yang dapat dialokasikan untuk berbagai program sosial yang lebih berdampak.

Efisiensi Anggaran Bisa Digunakan untuk Program Prioritas Lain

CELIOS mengusulkan agar anggaran yang dihemat dari program MBG bisa dialihkan untuk mendukung berbagai program sosial yang lebih luas, antara lain:

Baca Juga  Menteri Bahlil Tegas Benahi Distribusi BBM dan LPG 3 Kg: Melawan Oknum Nakal Butuh Nyali!

1. Program Keluarga Harapan (PKH): Tambahan Rp30,37 triliun untuk 10,16 juta keluarga penerima manfaat.

2. Program Indonesia Pintar (PIP): Tambahan Rp13,71 triliun untuk 18,89 juta siswa dan Rp14,49 triliun untuk 1,04 juta mahasiswa penerima beasiswa.

3. Bantuan Subsidi Upah (BSU): Tambahan Rp4,98 triliun untuk 1,38 juta pekerja.

4. Subsidi tiket KRL: Rp1,80 triliun agar tiket KRL Jakarta-Bogor bisa gratis.

5. BPJS Kesehatan (PBI JKN): Tambahan Rp47,21 triliun untuk 98,35 juta peserta.

6. Subsidi pupuk: Rp54,86 triliun untuk 9,98 juta petani.

7. Pelunasan tunjangan kinerja dosen ASN: Rp5,7 triliun untuk tunggakan sejak 2020-2024.

Selain itu, CELIOS menekankan bahwa pemerintah harus mencari alternatif penerimaan pajak, seperti pajak karbon, pajak kekayaan, dan pajak produksi batubara, agar kebijakan sosial bisa terus berjalan tanpa membebani keuangan negara.

Pemangkasan Anggaran Tanpa Kajian Matang Bisa Jadi Bencana Fiskal

Direktur Kebijakan Publik CELIOS Media Askar, mengingatkan bahwa pemangkasan anggaran ini dilakukan secara sporadis tanpa kajian teknokratik yang matang. “Persoalannya, sebagian anggaran dipotong tanpa pertimbangan teknokratik yang matang. Pemotongan anggaran BMKG, misalnya, bisa menghambat swasembada pangan karena berpotensi mengganggu operasional dalam menganalisis kebencanaan, perubahan cuaca, dan dampak perubahan iklim,” ujar Askar, dikutip Pajak.com pada Rabu (12/2/2025).

Baca Juga  Kasus Dugaan Pengoplosan Pertamax-Pertalite, BPKN: Masyarakat Berhak Minta Ganti Rugi!

Oleh karena itu kata Askar, pemerintah perlu memastikan agar pemotongan anggaran dilakukan dengan hati-hati, serta pengalokasiannya dapat digeser pada program perlindungan sosial yang jauh lebih tepat sasaran, seperti penambahan penerima program PKH, subsidi pupuk, subsidi perumahan dan transportasi, beasiswa pendidikan, membayar tukin dosen, serta perbaikan kualitas kesehatan.

“MBG yang tidak tepat sasaran, selain berpotensi bocor karena dananya dinikmati oleh vendor-vendor swasta besar, juga berpotensi dinikmati oleh anak-anak orang kaya. Ini tidak adil secara fiskal,” jelasnya.

Sementara itu, Peneliti CELIOS Bakhrul Fikri, menegaskan bahwa pemangkasan anggaran harus dipertimbangkan secara komprehensif. “Jika pemangkasan ini justru menimbulkan efek samping negatif bagi layanan publik dan infrastruktur dasar seperti jalan, irigasi, jembatan, puskesmas, dan sekolah, maka kebijakan ini justru bisa menjadi windows of disaster bagi ekonomi, pendidikan, dan kesehatan masyarakat di tingkat nasional maupun daerah,” tegasnya.

Lebih lanjut, Peneliti CELIO Galau D. Muhammad, membandingkan kebijakan ini dengan pemangkasan anggaran pada masa COVID-19. “Pemangkasan anggaran era Prabowo berbeda dengan automatic adjustment di masa pandemi yang masih memberikan kementerian dan lembaga kebebasan menentukan prioritas belanja. Kali ini, anggaran langsung dipotong dan digeser. Muncul pertanyaan, mengapa pemangkasan ini belum menyentuh kementerian dan lembaga yang banyak dikritik, seperti Kepolisian, Kementerian Pertahanan, DPR/MPR, serta program problematik seperti food estate dan IKN,” katanya.

Baca Juga  Menperin Sebut Indonesia Jadi Negara Pertama di Asia yang Punya Fasilitas R&D Apple

Peneliti CELIOS lainnya, Bara M. Setiadi, menekankan bahwa bantuan sosial harus benar-benar berpihak pada masyarakat rentan, bukan sekadar disalurkan secara merata tanpa pertimbangan yang jelas. “Bantuan bukan semata-mata asal disalurkan kepada semua orang. Oleh karena itu, skema Makan Bergizi Gratis yang kami usulkan menyasar kelompok yang benar-benar membutuhkan. Dengan skema ini, ada sekitar Rp259 triliun yang bisa dialokasikan untuk program lain yang lebih berdampak bagi masyarakat rentan,” jelas Bara.

CELIOS menegaskan bahwa jika kebijakan fiskal lebih transparan dan tepat sasaran, maka dampaknya akan lebih positif bagi kesejahteraan rakyat tanpa membahayakan kondisi ekonomi nasional. Pemerintah diharapkan lebih bijak dalam menyusun strategi fiskal, agar pemangkasan anggaran tidak berujung pada krisis baru yang merugikan masyarakat luas.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *