in ,

Celios Wanti-Wanti Pemerintah Tak Impor Bahan Makanan untuk Program Makan Bergizi Gratis

Celios Pemerintah Tak Impor untuk Program Makan Bergizi Gratis
FOTO: IST

Celios Wanti-Wanti Pemerintah Tak Impor Bahan Makanan untuk Program Makan Bergizi Gratis

Pajak.com, Jakarta – Center of Economics and Law Studies (Celios) mengingatkan pemerintah agar tidak menggunakan bahan makanan impor untuk mendukung Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Berdasarkan studi yang dirilis Celios, mayoritas masyarakat Indonesia menunjukkan keprihatinan terhadap kemungkinan impor bahan makanan dalam program tersebut.

Hasil survei Celios menunjukkan bahwa 59 persen responden tidak setuju jika bahan makanan MBG berasal dari impor. Penolakan ini didasarkan pada keinginan masyarakat untuk memprioritaskan bahan makanan lokal yang dinilai lebih segar, mudah diakses, dan mendukung keberlanjutan ekonomi domestik. Selain itu, kekhawatiran akan kualitas dan keamanan bahan impor menjadi faktor utama penolakan.

“Penolakan terhadap bahan makanan impor mencerminkan kekhawatiran akan kualitas dan keamanan pangan, serta potensi dampak negatif terhadap petani lokal dan perlindungan pasar domestik,” ungkap Celios dalam laporannya, dikutip Pajak.com pada Rabu (8/1/2025).

Baca Juga  Kunjungan Wisman Naik 20 Persen, Tembus 12,6 Juta Hingga November 2024

Di sisi lain, hanya 21 persen responden mendukung penggunaan bahan makanan impor. Mereka beralasan bahwa beberapa bahan makanan tertentu tidak dapat diproduksi di dalam negeri atau memiliki kualitas lebih baik jika diimpor. Kelompok ini juga menyoroti pentingnya memastikan keanekaragaman gizi dalam program MBG, terutama jika bahan lokal tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Ancaman terhadap Ketahanan Pangan Lokal

Celios juga menyoroti dampak negatif penggunaan daging impor atau daging luar daerah dalam program MBG, terutama di wilayah pedesaan yang bergantung pada peternakan lokal.

Ketika daging impor, terutama dalam bentuk olahan seperti makanan kalengan, digunakan dalam program ini, permintaan terhadap daging lokal diprediksi akan turun drastis. Penurunan permintaan ini dapat berdampak langsung pada kesejahteraan peternak lokal.

Baca Juga  Realisasi Pembiayaan Utang Turun Rp91,5 Triliun Sepanjang 2024

“Akibatnya, pendapatan peternak lokal berkurang, dan dalam beberapa kasus, mereka mungkin terpaksa menghentikan usaha ternaknya karena tidak mampu bersaing dengan harga daging impor,” jelas Celios.

Kondisi ini tidak hanya mengancam keberlangsungan usaha peternakan lokal, tetapi juga berpotensi meningkatkan harga bahan pangan lokal di pasaran. Selain itu, ketergantungan pada bahan impor untuk mendukung program MBG dapat melemahkan ketahanan pangan nasional dalam jangka panjang.

Celios merekomendasikan agar 85 persen pengadaan barang dan jasa dalam program MBG diwajibkan berasal dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), koperasi, dan produk lokal. “Ini untuk memastikan dampak berganda bagi ekonomi di daerah,” tegas laporan tersebut.

Upaya ini dinilai tidak hanya mendukung ketahanan pangan lokal, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama petani dan peternak di daerah-daerah. Pemerintah diharapkan dapat lebih selektif dalam menentukan sumber bahan makanan untuk program ini guna menjaga keseimbangan antara kebutuhan gizi masyarakat dan keberlanjutan ekonomi lokal.

Baca Juga  Pemerintah Siapkan Strategi Dorong Agenda Pemberdayaan

Untuk diketahui, program MBG yang dikelola oleh Badan Gizi Nasional (BGN), resmi dimulai pada 6 Januari 2025. Program ini akan dilaksanakan melalui Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) secara bertahap, menyesuaikan jadwal masuk peserta didik di sekolah.

Makanan yang disediakan dalam program ini dirancang untuk memenuhi standar Angka Kecukupan Gizi (AKG) harian. Porsi makan pagi menyumbang 20-25 persen dari kebutuhan gizi harian, sedangkan makan siang menyumbang 30-35 persen.

BGN menargetkan penerima manfaat program ini di wilayah terpencil, terdepan, dan terluar (3T) untuk memastikan cakupan yang merata. Pelaksanaan program melibatkan berbagai pihak, seperti pemerintah daerah, koperasi, dan sektor swasta, untuk memastikan kelancaran distribusi.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *