Menu
in ,

PMI Manufaktur Mei 2021 Catatkan Rekor Tertinggi

Pajak.com, Jakarta Purchasing managers index (PMI) manufaktur Indonesia tercatat pada angka 55,3 di bulan Mei 2021 atau meningkat dari April di level 54,6.  Pencapaian ini menunjukkan terjadinya ekspansi selama tujuh bulan berturut- turut. Jika dibandingkan pada Mei 2020, PMI berada pada level 28,6 fase terendah selama pandemi Covid-19.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan, momentum ekspansi ini menggambarkan peningkatan permintaan baru, pembelian, serta ketenagakerjaan yang kembali tumbuh setelah 14 bulan terkontraksi.

Output dan permintaan baru sebagai komponen terbesar PMI manufaktur. Perusahaan menyaksikan peningkatan permintaan secara keseluruhan yang lebih kuat, didukung oleh pertumbuhan permintaan baru internasional pada bulan kedua, yang memicu peningkatan produksi manufaktur pada bulan Mei,” jelas Febrio dalam keterangan tertulis yang diterima Pajak.compada (2/6).

BKF mencatat, produsen meningkatkan pembelian bahan baku dan setengah jadi selama empat bulan berturut-turut. Pada bulan Mei juga terjadi perluasan jumlah tenaga kerja tercermin dari penambahan perekrutan pegawai untuk memperluas kapasitas operasi perusahaan.

“Optimisme bahwa produksi akan terus menguat terlihat semakin solid di dalam negeri, didorong harapan perbaikan ekonomi karena situasi pandemi Covid-19 domestik,” kata Febrio.

PMI manufaktur global juga semakin menguat ke level 56,0 pada Mei 2021. Angka ini tercatat tertinggi sejak April 2010. BKF menganalisis, faktornya dikarenakan pertumbuhan ekonomi yang solid dari sisi permintaan ekspor baru dan produksi. Adapun penyumbang PMI manufaktur terbesar adalah Eropa, Inggris, dan Amerika Serikat (AS). Sementara Tiongkok, Jepang, dan India masih berada di zona ekspansi.

“ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) menunjukkan performa manufaktur yang bervariasi. Aktivitas manufaktur Malaysia dan Vietnam meneruskan tren ekspansi, tetapi Filipina dan Thailand berada di zona kontraksi akibat pengetatan restriksi. Efek gangguan rantai pasokan (supply chain) terus berlanjut, terutama di Eropa dan AS, antara lain akibat tingginya tingkat permintaan yang mendorong kekurangan pasokan (supply shortage) dan inflasi,” jelas eks Kepala Bidang Makroekonomi dan Kebijakan Sektor Keuangan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI).

Peningkatan kasus Covid-19 di Amerika Latin, India, dan beberapa negara lainnya tetap perlu tetap diwaspadai. Sebab semua akan berimbas pada penurunan aktivitas manufaktur secara global.

“Pemulihan ekonomi akan berlanjut, namun pengendalian pandemi Covid-19 dan vaksinasi harus terus berjalan dengan baik”, tutup Febrio.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version