in ,

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Melambat jadi 4,95 Persen, Ekonom Ragukan Target Ambisius Prabowo

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
FOTO: IST

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Melambat jadi 4,95 Persen, Ekonom Ragukan Target Ambisius Prabowo

Pajak.com, Jakarta – Ekonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda menilai bahwa perlambatan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2024 menunjukkan adanya penurunan daya beli masyarakat, terutama terlihat dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga.

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan yang signifikan, turun dari 5,05 persen pada kuartal II-2024 menjadi 4,95 persen pada kuartal III-2024.

“Artinya daya beli masyarakat yang menurun tidak bisa dielakkan lagi oleh pemerintah. Dampaknya adalah pertumbuhan ekonomi melambat lagi dari 5,05 persen menjadi 4,95 persen,” kata Nailul dalam keterangan tertulisnya, pada Selasa (5/11).

Menurut Nailul, kondisi ini turut memengaruhi sektor-sektor yang bergantung pada konsumsi masyarakat, seperti penyediaan akomodasi, makanan, dan minuman, serta transportasi. Sementara itu, beberapa sektor lain justru mencatatkan kinerja positif. Nailul mencatat bahwa industri pengolahan dan pertambangan mengalami penguatan.

Baca Juga  Didorong Penerimaan Pajak, Cadangan Devisa Indonesia Naik Jadi 155,7 Miliar Dollar AS

“Saya rasa industri pengolahan hasil tambang mempunyai pertumbuhan yang positif,” tambahnya. Pertumbuhan sektor ini menurutnya, memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian, meski belum cukup untuk mengimbangi perlambatan di sektor lain yang sangat bergantung pada konsumsi masyarakat.

Di tengah situasi ini, target ambisius Presiden Prabowo Subianto untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen dinilai sulit tercapai. Menurut Nailul, target tersebut bukan hanya sulit tetapi juga dianggap sebagai suatu bentuk halusinasi dalam menghadapi realitas ekonomi Indonesia.

“Dengan kondisi seperti ini, nampaknya tambah berat keinginan Prabowo untuk tumbuh 8 persen. Target tersebut bukan mimpi siang bolong, namun merupakan sebuah kehaluan dari pikiran presiden yang disusupi oleh data surga yang pada akhirnya menimbulkan delusi,” jelasnya.

Nailul menjelaskan bahwa, secara historis, Indonesia belum pernah mencapai angka pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen sejak era reformasi. Menurutnya, sebelum reformasi, angka tersebut pernah tercapai karena adanya fenomena oil bonanza atau lonjakan harga minyak dunia yang menguntungkan Indonesia.

Baca Juga  BPS: Terjadi Inflasi 0,44 Persen per Desember 2024

Sejak itu, pertumbuhan ekonomi mentok di kisaran 7 persen, dan itu pun terjadi akibat efek low base pada saat pandemi COVID-19. Nailul memandang situasi saat ini sudah kembali normal sehingga tidak ada lagi efek basis rendah yang dapat mendorong pertumbuhan tinggi.

“Ekonomi kita tumbuh hanya 5 persen rata-rata. Itu saya sudah syukur bisa tumbuh 5 persen. Ini 8 persen, saya ragu Prabowo halusinasi menyebut angka tersebut,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Nailul mengungkapkan bahwa salah satu hambatan utama terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah lemahnya kinerja sektor manufaktur. “Pertumbuhan sektor manufaktur di bawah pertumbuhan ekonomi nasional, dengan proporsi terus merosot,” jelasnya.

Sektor manufaktur, yang sempat menyumbang 24 persen terhadap perekonomian nasional di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kini hanya menyumbang sekitar 18 persen di era Presiden Joko Widodo (Jokowi). Penurunan ini menjadi tantangan serius karena sektor manufaktur adalah kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari rata-rata 5 persen.

Baca Juga  Pemerintah Putuskan Tarif Listrik Tetap dan Berikan Diskon untuk Rumah Tangga

Nailul menegaskan bahwa jika Indonesia ingin mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi dari 5 persen, industri manufaktur harus menjadi prioritas utama. Ia menyimpulkan bahwa kunci pertumbuhan ekonomi terletak pada sektor ini, yang masih memiliki potensi besar untuk dikembangkan dan menopang perekonomian Indonesia ke depan.

“Jadi industri manufaktur tidak dapat mengangkat pertumbuhan ekonomi lebih baik. Maka jika ingin tumbuh lebih tinggi dari 5 persen, kuncinya ada di industri manufaktur,” pungkasnya.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *