Menkeu Sri Mulyani Beberkan Dampak Terpilihnya Kembali Donald Trump Sebagai Presiden AS
Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberikan pandangan mengenai dampak ekonomi dari terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) dalam pemilu 2024 yang baru saja usai.
Ia menyoroti berbagai implikasi ekonomi dan politik yang mungkin akan muncul di bawah kepemimpinan Trump, yang akan memulai masa jabatannya pada Januari 2025. Menurutnya, meskipun situasi politik bergejolak, perekonomian AS tetap bertumbuh cukup kuat dibandingkan dengan negara-negara G7 lainnya.
“Terlepas dari pemilu, kondisi ekonomi AS relatif resilient,” kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR, di Kompleks Parlemen Jakarta, pada Rabu (13/11).
Selain pertumbuhan ekonomi yang stabil, Sri Mulyani juga menyoroti kuatnya pasar tenaga kerja AS serta inflasi yang terkendali di angka 2,4 persen. Hal ini, menurutnya, menjadi dasar bagi Federal Reserve (The Fed) untuk menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan FOMC bulan November ini. Langkah tersebut, diharapkan akan mendukung stabilitas ekonomi di tengah antisipasi pasar atas kebijakan fiskal yang akan diambil oleh pemerintahan Trump.
Namun, di tengah optimisme ekonomi ini, Sri Mulyani menyebut adanya kekhawatiran dari pasar keuangan. Salah satu sorotan utama adalah kebijakan fiskal Trump yang diprediksi bersifat ekspansif.
“Di sisi lain, reaksi dari market terutama antisipasi terhadap fiscal policy nanti dibawah Presiden Trump yang kemungkinan cukup ekspansif tapi remain to be seen, karena mereka juga punya ambisi untuk memotong belanja hingga 1 triliun dollar AS dalam waktu 10 tahun,” jelasnya.
Menurut Sri Mulyani, kebijakan ini, jika terlaksana, akan mengurangi anggaran belanja negara sekitar 100 miliar dollar AS per tahun.
Dalam kaitannya dengan hal ini, yield US Treasury 10 tahun mengalami peningkatan, menunjukkan adanya proyeksi bahwa kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) AS mungkin tetap bersifat ekspansif di masa mendatang. Kenaikan yield ini juga terjadi di tengah penguatan nilai tukar dollar AS, yang diharapkan berlanjut seiring kebijakan penurunan pajak korporasi dan belanja strategis lainnya yang akan diterapkan oleh pemerintahan Trump.
Sri Mulyani juga menggarisbawahi dampak potensial dari kebijakan proteksionisme yang mungkin diterapkan Trump, termasuk kenaikan tarif impor. Menurutnya, kebijakan ini tidak hanya akan berdampak pada Tiongkok yang selama ini menjadi target utama karena surplus perdagangan yang tinggi dengan AS, tetapi juga negara-negara lain seperti beberapa negara di ASEAN, termasuk Vietnam.
“Sama seperti waktu Presiden Trump bagian pertama dulu, beliau juga melihat semua partner dagang Amerika yang surplus, dan kemudian akan melakukan, jadi mungkin tidak hanya RRT saja yang kena, dan dalam hal ini ASEAN seperti Vietnam dan beberapa negara lain mungkin akan dijadikan poin untuk fokus dan perhatian terhadap pengenaan tarif import ini,” imbuh Sri Mulyani.
Selain itu, Sri Mulyani menyoroti aspek geopolitik yang juga akan dipengaruhi oleh kepemimpinan Trump. Menurutnya, isu perdamaian global dan perubahan iklim akan mengalami pergeseran, di mana Trump diperkirakan tidak akan se-agresif Presiden Biden dalam menangani perubahan iklim.
“Komitmen terhadap climate change nanti akan berdampak pada dibolehkannya kembali produksi dari fossil fuel yang bisa mempengaruhi harga minyak,” pungkas Sri Mulyani. Nantinya, kebijakan ini juga akan berpengaruh pada masa depan kendaraan listrik dan seluruh rantainya.
Comments