Menu
in ,

Menkeu Sebut Keseimbangan Primer Surplus

Menkeu Sebut Keseimbangan Primer

FOTO; IST

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti sentimen beberapa pihak yang kerap membandingkan kinerja APBN dan utang. Menkeu sebut keseimbangan primer tercatat surplus Rp 94,7 triliun. Keseimbangan primer merupakan selisih dari total pendapatan negara dikurangi belanja negara di luar pembayaran bunga utang. Dengan nilai itu, menurutnya, adalah suatu capaian yang patut dibanggakan karena tahun lalu realisasi defisit mencapai Rp 65,3 triliun.

“Jadi bagaimana kondisi APBN kita pada akhir Maret ini, karena banyak yang kemudian orang sering kemudian membuat statement mengenai kondisi APBN dan utang. Ini suatu prestasi yang luar biasa karena tahun lalu defisit Rp 65,3 triliun, artinya pembalikan 245 persen membalik secara cepat dan kuat,” jelasnya dalam Konferensi Pers APBN KiTA, Rabu (20/4).

Tak hanya itu, Sri Mulyani juga sebut realisasi APBN hingga akhir Maret 2022 masih surplus sebesar Rp 10,3 triliun. Padahal dibandingkan pada Maret 2021, APBN sudah mencatatkan defisitnya sebesar Rp 143,7 triliun.

“Jadi sekali lagi ini juga, membalik dari negatif yang dalam ke positif di Rp 10,3 triliun artinya growth-nya tumbuh 107,2 persen. Nah artinya kondisi APBN kita surplus sampai dengan akhir Maret dibandingkan tahun lalu bulan Maret yang defisit sangat dalam. Jadi tahun lalu itu sudah defisit 0,8 persen dari GDP kita pada posisi bulan Maret, sementara tahun ini kita masih surplus di 0,06 persen dari GDP,” lanjutnya.

Dengan kondisi posisi APBN yang surplus, lanjutnya, maka pembiayaan utang tercatat mampu turun secara tajam. Hingga dengan akhir Maret 2022, APBN hanya mengeluarkan Rp 139,4 triliun untuk pembiayaan; atau menukik sebesar 58,1 persen jika dibandingkan dengan pembiayaan utang tahun lalu sebesar Rp 332,8 triliun.

“Surplus dan pembiayaan utang yang merosot tajam menggambarkan bahwa APBN kita mulai pulih kesehatannya, dan ini bagus karena APBN pasti dibutuhkan untuk berbagai macam seperti shock absorber, melindungi masyarakat, membangun infrastruktur, mendukung pendidikan, memperbaiki kesehatan, memperbaiki alutsista. Semuanya itu pasti butuh APBN. Maka APBN harus terus menerus dijaga kesehatannya,” ujarnya.

Bahkan, menurutnya, dengan surplus ini APBN masih punya sisa anggaran lebih Rp 149,7 triliun. Ia menegaskan, APBN akan terus diseimbangkan dalam tiga tujuan yang semuanya sama penting, yaitu menjaga kesehatan dan keselamatan rakyat, menjaga kesehatan dan pemulihan ekonomi, dan mengembalikan kesehatan APBN.

Sri Mulyani bilang, surplus itu ditengarai oleh beberapa hal, di antaranya pendapatan negara hingga akhir Maret lalu mencapai Rp 501 triliun atau naik 32 persen dibandingkan tahun lalu; penerimaan pajak mencapai Rp 322,5 triliun pada Maret 2022, dibandingkan pada Maret tahun lalu sebesar Rp 228 triliun.

“Jadi ini tumbuh 41,4 persen. Kepabean dan cukai kita sudah mengumpulkan Rp 79,3 triliun. Realisasinya sampai akhir Maret, naik signifikan dibandingkan tahun lalu yang hanya Rp 62,3 triliun jadi naik 27,3 persen,” imbuhnya.

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga diklaim menghasilkan capaian positif. Hingga akhir Maret 2022, realisasi PNBP mencapai Rp 99,1 triliun. Capaian ini lebih tinggi dibandingkan capaian tahun lalu sebesar Rp 88,6 triliun, atau tumbuh 11,8 persen. Sedangkan sisi belanja akan terus dioptimalkan untuk mendorong percepatan pemulihan ekonomi, seiring dengan terkendalinya pandemi COVID-19.

“Belanja negara masih perlu dipacu lagi. Belanja negara total mengalami kontraksi 6,2 persen, bahkan untuk belanja pemerintah pusat kontraksinya 10,3 persen, belanja kementerian dan lembaga bahkan kontraksinya lebih dalam lagi. Ini artinya para kementerian dan lembaga perlu untuk memacu dari sisi rencana belanja mereka,” sambung bendahara negara ini.

Untuk realisasi Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD), Sri Mulyani sebut hingga akhir Maret 2022 tercatat tumbuh positif sebesar 2 persen yaitu Rp 176,5 triliun. Penyaluran TKDD sampai dengan 31 Maret 2022 lebih tinggi dibandingkan tahun 2021, yaitu Rp 173 triliun. Hal ini, ungkap Menkeu, didukung kepatuhan daerah yang lebih baik.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version