Menu
in ,

Menkeu: Realisasi Dana Desa dan APBD Masih Rendah

Menkeu: Realisasi Dana Desa dan APBD Masih Rendah

FOTO: IST

Pajak.comJakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani kembali menyoroti realisasi penyerapan dana desa dan APBD yang masih sangat rendah. Padahal, masyarakat terdampak PPKM sangat membutuhkan kehadiran pemerintah daerah (Pemda) untuk membantu mereka melewati badai pandemi.

Ia mengungkapkan, Pemda memiliki APBD sebanyak Rp 25,46 triliun yang khusus ditujukan untuk perlindungan sosial sebesar Rp 12,11 triliun dan pemberdayaan ekonomi senilai Rp 13,35 triliun. Faktanya, realisasi untuk perlindungan sosial hingga 20 Juli 2021 baru mencapai Rp 2,3 triliun atau 19,2 persen. Sementara penyerapan untuk pemberdayaan ekonomi daerah sebesar Rp 2,4 triliun atau 17,8 persen.

“Jadi artinya dari Rp 25,46 triliun, Pemda baru menggunakan Rp 4,7 triliun atau 18,5 persen. Padahal ini banyak juga di daerahnya ada di zona PPKM level 4, di mana diperlukan restriksi dari pergerakan yang pasti akan memukul kondisi sosial ekonomi masyarakat,” katanya saat konferensi pers virtual, dikutip Pajak.comKamis (22/7).

Ia membeberkan, dari total 542 daerah di Indonesia sebanyak 324 daerah memiliki realisasi belanja perlindungan sosial dan pemberdayaan ekonomi terkecil yaitu baru mencapai 6,2 persen. Artinya, sebanyak 59,8 persen daerah baru mencairkan anggaran sebanyak Rp 764 miliar dari total anggaran Rp 12,31 triliun.

“Kita lihat bahwa mayoritas daerah di Indonesia realisasi penyerapan dana desa dan APBD yang masih rendah, padahal hal ini sangat dibutuhkan oleh rakyatnya untuk segera melakukan akselerasi. Pemerintah daerah harus segera melakukan pelaksanaan ini karena rakyat membutuhkan saat ini,” tegasnya.

Di klaster selanjutnya, ada 128 daerah atau 23,6 persen yang memiliki realisasi penyerapan APBD lebih baik. Dari total anggaran senilai Rp 6,85 triliun, yang sudah dicairkan sebanyak Rp 1,54 triliun atau 22,5 persen. Selain itu, sebanyak 66 daerah sudah mencairkan Rp 1,99 triliun dari total anggaran Rp 5,62 triliun. Terakhir, hanya ada 24 daerah yang memiliki penyerapan anggaran terbaik atau sebanyak 61,1 persen. Daerah tersebut memiliki anggaran Rp 670,9 miliar dan telah terserap sebanyak Rp 410,1 miliar.

Lebih lanjut, Sri Mulyani mengemukakan pemerintah pusat akan terus melakukan pengawasan dan pengawalan agar Pemda betul-betul melaksanakan APBD di saat masyarakat menghadapi masa sulit, melalui koordinasi dengan semua kementerian dan lembaga. Salah satu langkah yang diupayakan adalah relaksasi aturan jika kendala pencairan berhubungan dengan persyaratan administrasi di pemerintah pusat.

“Kami melakukan relaksasi dari berbagai aturan, sehingga mereka tidak punya kendala untuk segera membayarkan kepada kelompok penerima di desa yang belum dapat bansos apapun seperti PKH, sembako, BST, sehingga ini bisa meng-cover sisa penerima yang masih membutuhkan dukungan,” ucapnya.

Sementara jika kendala berada pada lingkup pemerintahan daerah, ia menyampaikan bahwa Pemda yang harus melakukan simplifikasi aturan pencairan dana. Selanjutnya, ia juga mengatakan akan bekerja sama dengan kementerian terkait untuk kejelasan petunjuk pelaksanaan dan teknis, khususnya untuk realisasi anggaran kesehatan.

Di sisi lain, bendahara negara tersebut mengatakan pemerintah pusat akan meminta laporan pelaksanaan APBD per bulan agar bisa mendeteksi jika adanya perlambatan realisasi di daerah, terutama yang berhubungan dengan dana transfer ke daerah.

“Itu bisa dalam bentuk DAU, DBH, DAK fisik, DAK non-fisik, Dana Desa, DID, serta Dana Otsus untuk beberapa daerah otonomi khusus,” katanya. Selain itu, ia juga akan melakukan deteksi hingga ke level desa untuk menghindari dana lambat cair akibat kekhwatiran adanya potensi pelanggaran hukum yang dilakukan oknum pejabat. Ia memastikan, Presiden telah memerintahkan Bareskrim Polri dan Kejaksaan Agung untuk mengawal hal tersebut hingga ke level Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda).

Terakhir, ia juga menyatakan bahwa pemerintah pusat mempertimbangkan opsi intercept, atau mengambil alih transfer ke daerah. Dia mencontohkan pengambilalihan vaksinasi di daerah oleh pusat dengan memobilisasi TNI, Polri, dan bidan dari BKKBN.

“Ini kami akan meng-intercept anggarannya, kalau TNI-Polri tadi melakukan per daerah dengan target 30 juta atau 40 juta, maka kita nanti akan langsung potong dari anggaran yang seharusnya kita transfer ke daerah, karena sudah digunakan untuk vaksinator TNI, Polri, maupun bidan dari BKKBN,” katanya.

Ia bilang, opsi pengambilalihan tersebut merupakan bentuk sanksi lantaran penyerapan di daerah lambat, baik dari dana transfer ke daerah dan APBD.

“Kalau sampai ini tidak ada pergerakan, kami akan melakukan langkah-langkah intercept mencari nama dan akunnya di masing-masing desa untuk langsung mendapat bantuan dari pemerintah. Ini kami dengan Kemendes PDTT terus memonitor dan meyakinkan supaya terjadi percepatan di bulan Juli. Kalau sampai tidak terjadi, kami akan coba melakukan intercept sehingga uang itu sudah ada tapi belum dirasakan oleh masyarakat akan bisa kita hindari. Kita ingin uang itu segera masuk ke dalam masyarakat dan membantu mereka,” pungkasnya.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version