Menu
in ,

Kemenperin Yakinkan Nihil Deindustrialisasi di Indonesia

Kemenperin Yakinkan Tak Terjadi Deindustrialisasi di Indonesia

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, tahun 2019 dan 2020 merupakan tahun penuh tekanan bagi sektor industri manufaktur. Pemicunya tak lain adalah perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok serta pandemi COVID-19. Akibatnya, pertumbuhan industri manufaktur turun ke posisi 4,34 persen di tahun 2019 dan minus 2,52 persen di tahun 2020. Namun, Agus Gumiwang menegaskan kondisi penurunan itu tak menyebabkan adanya deindustrialisasi di Indonesia seperti dikhawatirkan beberapa kalangan.

“Sektor industri pengolahan di Indonesia selalu menunjukkan pertumbuhan yang positif dan selalu menjadi penggerak perekonomian nasional. Pertumbuhan negatif hanya terjadi sebanyak dua kali, akibat kejadian luar biasa, yaitu minus 11,5 persen akibat dampak krisis 1997 dan minus 2,93 persen pada tahun 2020 akibat pandemi COVID-19,” tegas Agus dalam keterangan tertulis Selasa (17/8/21).

Deindustrialisasi adalah proses kebalikan dari industrialisasi yaitu penurunan kontribusi sektor manufaktur alias industri pengolahan nonmigas terhadap PDB. Suatu negara dapat dikatakan mengalami deindustrialisasi manakala terjadi pertumbuhan negatif secara berturut-turut dalam kurun waktu yang cukup lama.

Agus memaparkan, di Triwulan II tahun 2021 pertumbuhan industri manufaktur rebound ke level positif di angka 6,91 persen. Di samping itu, angka absolut kontribusi sektor industri pengolahan dalam PDB secara umum meningkat meski secara persentasenya terhadap PDB menurun. Ini sejalan dengan kontribusi ekspor sektor industri manufaktur dalam ekspor nasional dan nilai investasi di sektor industri manufaktur yang selalu meningkat dari tahun ke tahun.

Kontribusi ekspor sektor industri dalam ekspor nasional pada tahun 2020 tercatat sebesar 80,3 persen, dan pada Januari-Juni 2021 tercatat sebesar 78,80 persen yang mendorong surplus neraca perdagangan Indonesia sebesar 8,22 miliar dollar AS. Investasi di sektor industri pun terhitung terus meningkat naik sejak tahun 2020 dan pada periode Januari-Juni 2021 lalu tercatat sebesar Rp 167,1 triliun atau naik 29 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2019.

Agus mengatakan, ke depan industri perlu beradaptasi dengan dinamika dan tren global untuk menciptakan daya saing dan kemajuan industri. Terutama terkait perubahan teknologi, tuntutan pembangunan industri hijau, dan peningkatan pasar di sektor industri halal. Ia menyebut, tren perubahan teknologi saat ini dan ke depan akan didominasi oleh teknologi informasi dan komunikasi, internet of things, wearable devices, otomatisasi dan robotik, serta artificial intelligence.

Agus menegaskan, pemerintah akan mengintensifkan implementasi kebijakan Making Indonesia 4.0 sebagai inisiatif untuk percepatan pembangunan industri memasuki era industri 4.0. Penerapan ini akan mendorong revitalisasi sektor manufaktur agar lebih efisien dan menghasilkan produk berkualitas. Ia optimistis, kesuksesan implementasi Making Indonesia 4.0 akan mendorong pertumbuhan PDB riil sebesar 2 persen per tahun, meningkatkan kontribusi industri manufaktur dalam PDB sebesar 25 persen pada 2030, meningkatkan jumlah lapangan kerja dari 20 juta ke 30 juta lapangan kerja pada 2030, dan terhindar dari adanya deindustrialisasi di Indonesia.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version