Menu
in ,

Kemenkeu-BI Perkuat Kerja Sama Pembiayaan Kesehatan

Pajak.comJakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menetapkan Surat Keputusan Bersama (SKB) III tanggal 23 Agustus 2021. Tujuannya, untuk memperkuat kerja sama berbagi beban atau burden sharing dalam pembiayaan sektor kesehatan dan kemanusiaan sebagai dampak pandemi COVID-19.

Sri Mulyani mengatakan, upaya penanganan kesehatan dan kemanusiaan atas dampak pandemi COVID-19 terutama saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), mengakibatkan peningkatan biaya yang besar dan tidak terduga. Hal ini tentunya berdampak pada keuangan negara, khususnya pengelolaan APBN. Untuk itulah pemerintah mengajak BI untuk ikut berpartisipasi dalam pembiayaan tersebut.

“Di dalam menghadapi dan merespons kondisi yang terus terjadi, kami bersama Bank Indonesia kemudian melakukan koordinasi untuk bagaimana pembiayaan penanganan kesehatan dan kemanusiaan ini akan tetap bisa berjalan, dan di satu sisi pemerintah tetap mampu menjalankan prioritas-prioritas penting pembangunan lainnya,” ungkapnya saat Konferensi Pers secara daring, Selasa (24/08).

Ia mengemukakan, kebijakan kerja sama burden sharing dalam pembiayaan sektor kesehatan dan kemanusiaan jilid III ini menggunakan landasan hukum yang sama dengan landasan hukum yang digunakan dalam penetapan SKB I dan II, yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020, Undang-Undang Bank Indonesia, Undang-Undang mengenai Surat Utang Negara (SUN), dan Undang-Undang tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

Melalui penetapan SKB III, lanjutnya, pemerintah dan BI dapat berpartisipasi aktif dalam pembelian surat berharga negara (SBN) di pasar perdana. Ia pun memastikan kalau SKB III tetap mengadopsi prinsip masing-masing yaitu menjaga agar fiskal dan moneter tetap menjadi instrumen yang kredibel dalam menjaga perekonomian.

“Untuk melakukan koordinasi ini, kami juga bersama-sama terus melihat kesinambungan keuangan, baik dari sisi pemerintah yaitu APBN, dan dari sisi BI yaitu kondisi keuangan dan neraca Bank Indonesia. Ini sebagai dua syarat yang penting agar pemulihan ekonomi dan pembangunan akan terus bisa berjalan secara sustainable. Jadi kita tidak mengorbankan at all cost, sustainabilitas dalam jangka menengah panjang, dalam bentuk kesehatan keuangan pemerintah Indonesia dan Bank Indonesia,” lanjut Menkeu.

Adapun skema dan mekanisme yang diatur dalam SKB III mencakup pembelian oleh BI atas SUN/SBSN yang diterbitkan pemerintah di pasar perdana secara langsung, pengaturan partisipasi antara pemerintah dan BI untuk pengurangan beban negara, serta pendanaan anggaran penanganan kesehatan dan kemanusiaan sebagai dampak pandemi COVID-19.

Lebih lanjut, diatur juga mekanisme koordinasi antara Kemenkeu dan BI, serta penempatan dana hasil penerbitan SBN dalam rekening khusus. Sementara masa berlaku SKB III yakni sejak tanggal ditetapkan sampai dengan 31 Desember 2022.

Sri Mulyani merinci, besaran SBN yang diterbitkan pada tahun 2021 sebesar Rp 215 triliun dan tahun 2022 sebesar Rp 224 triliun.

“Partisipasi BI berupa kontribusi atas seluruh biaya bunga untuk pembiayaan vaksinasi dan penanganan kesehatan dengan maksimum limit Rp 58 triliun untuk tahun 2021 dan Rp 40 triliun untuk tahun 2022, sesuai kemampuan keuangan BI. Sedangkan, sisa biaya bunga pembiayaan penanganan kesehatan lainnya serta penanganan kemanusiaan akan ditanggung pemerintah,” ujarnya.

Ia juga menyebut bahwa seluruh SBN yang diterbitkan dalam skema burden sharing kali ini menggunakan acuan suku bunga Reverse Repo BI tenor 3 bulan (tingkat bunga mengambang).

“Di dalam SKB ini juga diatur ketentuan mengenai fleksibilitas, di mana jumlah pembelian SBN oleh BI dan jumlah penerbitan SBN dengan pembayaran kontribusi BI, dapat dilakukan perubahan sesuai dengan kebutuhan pembiayaan anggaran penanganan kesehatan dan kemanusiaan serta kondisi keuangan BI. Di samping itu, SBN yang diterbitkan bersifat tradable dan marketable serta dapat digunakan untuk operasi moneter BI,” jelasnya.

Sementara itu, Perry mengatakan bahwa burden sharing ini merupakan panggilan tugas negara yang diemban bersama pemerintah, demi kesehatan dan kemanusiaan masyarakat di Indonesia sekaligus untuk memulihkan ekonomi.

“Dari skema dan mekanisme dari kerja sama ini, tidak hanya bisa mengurangi beban atau biaya dari kesehatan dan beban negara, tapi juga akan memperkuat kemampuan dari kebijakan fiskal untuk memulihkan ekonomi,” ujarnya.

Perry juga memastikan kalau SKB III ini tidak memengaruhi independensi BI sedikitpun. Bahkan, justru menjalankan independensi BI dalam konteks bersinergi dan berkoordinasi dengan pemerintah secara erat.

Selain itu, ia juga meyakini kalau kebijakan ini telah diperhitungkan dengan sangat matang, sehingga tidak akan memengaruhi kemampuan BI untuk melakukan kebijakan moneter dan juga kemampuan keuangan BI.

Salah satunya mengenai risiko inflasi yang sejauh ini berada pada level terkendali yaitu 1,52 persen (yoy). Hingga akhir tahun, inflasi diperkirakan bisa dalam kisaran 3 persen plus minus 1 persen. Sementara dampak quantitative easing diyakini baru akan terasa terhadap inflasi pada 2023.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version