Menu
in ,

Jokowi: Pengembangan EBT Fokus di Dua Proyek PLTA

Pajak.com, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) minta agar kementerian/lembaga (K/L) fokus mengembangkan energi baru dan terbarukan (EBT) di dua proyek pembangkit listrik tenaga air (PLTA) karena Indonesia memiliki 4.400 sungai potensial. Dua proyek itu, yakni PLTA Kayan dengan potensi 13.000 megawatt (MW) di Kecamatan Long Peso, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara; PLTA Mamberamo dengan potensi 24.000 MW di Kabupaten Sarmi, Papua. Skala prioritas dalam pengembangan EBT pada proyek PLTA sangat penting mengingat investasi di sektor ini sangat mahal.

“Kita coba dua dulu, Sungai Kayan dan Sungai Mamberamo. Sungai Kayan 13.000 MW, Mamberamo 24.000 MW. Carikan investor, kalau sudah masuk, jangan ke grid PLN (Perusahaan Listrik Negara), bikin grid sendiri, siapkan industri, ada enggak yang mau masuk? sehingga bulan depan akan groundbreaking Green Industrial Park di Kalimantan Utara,” jelas Jokowi saat membuka acara The 10th Indonesia EBTKE ConEx 2021 di Istana Negara, Jakarta, pada (22/11).

Ia minta agar pengembangan EBT harus sangat terencana dan dipastikan tersedia pendanaannya. Jangan sampai membebankan negara berupa menurunkan subsidi atau menaikkan tarif listrik yang akhirnya membebankan masyarakat.

“Misalnya, pendanaan datang. Investasi datang. Kan harganya tetap lebih mahal dari batu bara. Siapa yang membayar gap-nya ini, negara? Tidak mungkin. Angkanya berapa ratus triliun. Dibebankan kepada masyarakat, tarif listriknya naik? Tidak mungkin. Ramai nanti, geger di masyarakat. Wong naiknya 10–15 persen aja demonya tiga bulan. Ini naik dua kali, enggak mungkin,” kata Jokowi.

Oleh sebab itu, ia meminta kepada para menteri untuk dapat menyusun dan memaparkan skenario yang jelas dan konkret terkait rencana pengembangan prioritas EBT.  Secara spesifik, hal itu ditugaskan kepada kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri ESDM Arifin Tasrif, Menteri BUMN Erick Thohir, serta Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.

“Di susun yang konkret-konkret saja, tapi kalkulasi yang riil, ada hitungan-hitungan angka yang riil, kalau ini bisa mentransisikan pasti ada harga yang naik, pas naik ini pertanyaannya siapa yang tanggung jawab? pemerintah? masyarakat? apa masyarakat global mau nombok ini? Ini bukan sesuatu yang mudah tapi negara kita miliki potensi besar sekali,” ujarnya.

Jokowi lantas menyebutkan, Indonesia memiliki kekuatan yang sangat besar untuk mengembangkan EBT, yakni mencapai 418 gigawatt yang berasal dari hydropower, geotermal, bayu, solar panel, arus bawah laut, dan sebagainya. Namun, tanpa skenario investasi yang tepat, pengembangan EBT justru akan membebankan negara.

Di sisi lain, Jokowi mengungkapkan, sejumlah investor sebenarnya sudah menunggu skema bisnis untuk mengembangkan EBT di Sungai Kayan.

“Industri yang akan masuk ngantre ternyata. Yang mereka semuanya ingin produknya dicap sebagai green product dengan nilai dan harga yang jauh lebih tinggi dibandingkan produk dari energi fosil. Kalau ini jalan, mungkin skenarionya akan lebih mudah. Tapi kalau ini enggak jalan, wah kalau kita mengharapkan global mau gratisan, enggak mungkin,” ujarnya.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version