Menu
in ,

Jokowi Larang Ekspor Minyak Goreng Mulai 28 April

Pajak.com, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang para menteri untuk mengekspor minyak goreng dan bahan bakunya mulai 28 April 2022. Keputusan Jokowi larang ekspor minyak goreng dilakukan agar pasokan minyak goreng di dalam negeri kembali stabil, sehingga harganya dapat terjangkau.

“Saya telah memimpin rapat tentang pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, utamanya yang berkaitan dengan ketersediaan minyak goreng di dalam negeri. Dalam rapat tersebut telah saya putuskan pemerintah melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng. Saya akan terus memantau dan mengevaluasi kebijakan ini agar ketersediaan minyak goreng melimpah,” tegas Jokowi dalam konferensi pers virtual, (22/4).

Seperti diketahui, harga minyak goreng melesat sejak Agustus 2021 lalu, dari yang awalnya Rp 14 ribu per liter menjadi Rp 20 ribu per liter. Untuk mengatasi lonjakan harga itu, pemerintah mengeluarkan pelbagai kebijakan. Pertama, meluncurkan minyak goreng kemasan sederhana Rp 14 ribu per liter di ritel dan pasar tradisional secara bertahap sejak Januari 2022. Untuk menyediakan minyak goreng ini pemerintah harus menggelontorkan subsidi Rp 7,6 triliun, yang diambilkan dari dana perkebunan kelapa sawit.

Secara simultan, akibat tingginya harga minyak goreng, pada awal April 2022 pemerintah juga memutuskan untuk memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat.

“Bantuan itu akan diberikan kepada 20,5 juta keluarga yang termasuk dalam daftar Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH), serta 2,5 juta PKL yang berjualan makanan gorengan. Bantuan diberikan sebesar Rp 100 ribu setiap bulannya. Pemerintah memberikan bantuan tersebut untuk tiga bulan sekaligus, yaitu April, Mei, dan Juni, yang akan dibayarkan di muka pada bulan April 2022 sebesar Rp 300 ribu,” jelas Jokowi.

Kedua, menerapkan kewajiban bagi produsen memasok minyak goreng di dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 20 persen dari total volume ekspor mereka dengan harga domestik atau Domestic Price Obligation (DPO) mulai 27 Januari lalu. Atas mekanisme itu, terbit Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2022, yang menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) menjadi tiga, yaitu minyak goreng curah Rp 11.500 per liter, kemasan sederhana Rp 13.500 per liter, dan kemasan biasa Rp 14 ribu per liter.

Namun, menurut Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan, kebijakan HET membuat masyarakat memanfaatkan kesempatan untuk menyerbu minyak goreng di ritel. Akibatnya, minyak goreng tetap langka.

Ketiga, akhirnya pemerintah mengeluarkan kebijakan baru untuk mencabut HET minyak goreng premium dan menyerahkan harganya ke mekanisme pasar—menaikkan HET minyak goreng curah jadi Rp 14 ribu per liter.

Setelah kebijakan itu dikeluarkan, harga minyak goreng kemasan justru melesat jadi sekitar Rp 25 ribu per liter. Hal senada pun terjadi pada minyak goreng curah. Meski HET sudah ditetapkan Rp 14 ribu per liter, tetapi saat ini harga minyak goreng curah masih di atas Rp 22 ribu per liter.

Di tengah rumitnya menyelesaikan masalah ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengumumkan dugaan korupsi fasilitas pembiayaan ekspor minyak sawit mentah, (19/4). Kejagung telah menahan empat tersangka, yakni Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kementerian Perdagangan berinisial IWW, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia berinisial MPT, General Affairs PT Musim Mas berinisial PT, dan Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG) berinisial SMA. Jaksa Agung ST Burhanuddin memastikan, para tersangka ditahan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Direktur Penyidikan Kejagung.

“Pengungkapan perkara diawali dengan kelangkaan minyak goreng diawal 2021. Kementerian perdagangan telah mengambil kebijakan penetapan DMO dan DPO bagi perusahaan yang ingin melakukan ekspor CPO dan turunannya serta menetapkan HET minyak goreng sawit. dalam pelaksanaannya perusahaan eksportir tidak memenuhi DMO, namun tetap memberikan persetujuan ekspor. Atas perbuatan tersebut diindikasikan dapat menimbulkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara. Berdasarkan laporan hasil penyidikan ditemukan alat bukti permulaan yang cukup. Kami telah memeriksa 19 orang saksi, 596 dokumen, surat terkait lainnya, serta keterangan ahli,” jelas Burhanuddin dalam konferensi pers, (19/4).

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version