in ,

Ekonom APINDO Soroti Tiga Masalah Besar di Balik Ambisi Koperasi Merah Putih

Ekonom APINDO Tiga Masalah Besar di Balik Ambisi Koperasi Merah Putih
FOTO: IST

Ekonom APINDO Soroti Tiga Masalah Besar di Balik Ambisi Koperasi Merah Putih

Pajak.com, Jakarta – Ekonom Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menyoroti tiga masalah besar di balik ambisi Koperasi Merah Putih, menyusul rencana pemerintah mengucurkan dana ratusan triliun rupiah ke koperasi desa. Program ini dinilai terlalu berisiko jika dijalankan tanpa kesiapan sistemik dan kehati-hatian tata kelola.

Sebagaimana diketahui, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan mengumumkan bahwa bank-bank Himbara akan menyalurkan dana sebesar Rp3 miliar hingga Rp5 miliar per koperasi untuk mendukung operasional Koperasi Merah Putih.

Dengan asumsi jumlah koperasi mencapai 80.000, potensi modal awal yang tersedia bisa mencapai Rp250 triliun. Tak hanya itu, dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) juga akan dialirkan melalui koperasi desa hingga Rp300 triliun. “Potensi kucuran bank Himbara ke Koperasi Merah Putih mencapai kisaran Rp550 triliun,” kata Analis Kebijakan Ekonomi APINDO Ajib Hamdani dalam keterangannya pada Senin (19/5/25).

Baca Juga  Pemerintah Cabut Izin 4 Perusahaan Pertambangan di Raja Ampat

Melihat skema besar tersebut, Ajib mengingatkan bahwa ada tiga sisi yang harus diwaspadai dalam pelaksanaan program ini. “Pola pengelolaan dan pembiayaan yang direncanakan, akan mempunyai masalah di 3 sisi,” jelas Ajib.

Masalah pertama di sisi perbankan, Ajib menilai koperasi akan kesulitan memenuhi syarat formal perbankan seperti character, capacity, capital, collateral, dan condition (5C). Apalagi perbankan adalah sektor yang sangat diatur dan diawasi ketat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jika penyaluran kredit dipaksakan, bank Himbara bisa terganggu secara teknis.

Ia menilai program KUR juga berpotensi terhambat, karena banyak masyarakat yang menjadi calon debitur kini menghadapi masalah pinjaman online (pinjol). Catatan negatif dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK menjadi kendala besar. “Pemerintah harus membuat peraturan terobosan untuk mengatasi hal ini,” jelas Ajib.

Kedua, sisi keuangan negara, Ajib menegaskan bahwa pembiayaan dari APBN menjadikan koperasi sebagai objek audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dana negara menuntut tata kelola yang akuntabel, transparan, dan efektif.

Baca Juga  BSU Rp600 Ribu untuk Pekerja Cair Besok! Ini Syarat dan Cara Mengeceknya

“Ketika Koperasi Merah Putih opsi pembiayaan diambilkan dari dana APBN, apakah itu berasal dari dana desa ataupun lainnya, koperasi akan potensi menjadi objek pemeriksaan dan audit dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK),” imbuhnya.

Ketiga, sisi pengelolaan koperasi, menurut Ajib, masalah manajemen juga menjadi perhatian utama. Koperasi di Indonesia dinilai belum dikelola secara profesional. Kualitas sumber daya manusia masih rendah, begitu pula literasi keuangan.

Ajib menyoroti data dari International Cooperative Alliance (ICA) pada 2023 yang menunjukkan tidak satu pun koperasi Indonesia masuk dalam daftar 300 koperasi dunia, meskipun Indonesia memiliki lebih dari 130 ribu koperasi. “Koperasi Merah Putih akan menghadapi masalah yang cukup serius kalau tidak bisa mengelola sesuai prinsip-prinsip dan standar pengelolaan keuangan negara,” jelasnya.

Ajib menyarankan agar pemerintah memfokuskan penguatan pada koperasi yang sudah eksis seperti Koperasi Unit Desa (KUD), bukan memulai dari nol. “Pemerintah cukup mengoptimalkan koperasi yang sudah ada, termasuk misalnya Koperasi-koperasi Unit Desa (KUD), dengan meningkatkan kualitas SDM, membuat sistem serta digitalisasi,” terangnya.

Baca Juga  Bagaimana Negara Saling Tukar Data Pajak? Ini 3 Skema Utama dalam PER-10/2025

Ia juga menambahkan, untuk proyek hilirisasi daerah yang menggunakan dana APBN, pemerintah sebaiknya memanfaatkan infrastruktur yang sudah tersedia seperti Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). “Sehingga betul-betul dipisahkan antara fungsi koperasi sebagai badan usaha milik seluruh anggota, dengan Bumdes yang mengelola dana APBN secara akuntabel,” ujarnya.

Ajib menekankan pentingnya memisahkan secara tegas fungsi koperasi dan entitas pengelola dana negara, serta menuntut kehati-hatian dari pihak perbankan. Dengan potensi anggaran yang sangat besar, pemerintah didesak untuk tidak hanya melihat sisi peluang, tapi juga menyiapkan mitigasi risiko secara konkret.

“Hal ini untuk tetap menjaga agar pelaksanaan program Koperasi Merah Putih tidak menjadi abu-abu,” pungkas Ajib.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *