Menu
in ,

DPR Setujui Anggaran Penerimaan Operasional BI 2022

DPR Setujui Anggaran Penerimaan Operasional BI 2022

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui Rancangan Anggaran Tahunan Bank Indonesia (RATBI) 2022 dengan anggaran penerimaan operasional Bank Indonesia (BI) sebesar Rp 28,41 triliun.

Ketua Komisi XI DPR RI Dito Ganinduto mengungkapkan, anggaran penerimaan operasional BI tahun 2022 meningkat 2,4 persen dibandingkan anggaran penerimaan operasional BI tahun 2021 sebesar Rp 27,75 triliun. Menurutnya, keputusan ini sudah berdasarkan keputusan bersama dalam Rapat Panitia Kerja (Panja).

“Rapat Kerja Komisi XI dengan BI mengambil keputusan postur anggaran BI tahun 2022 dengan menyepakati anggaran penerimaan operasional BI tahun 2022 sebesar Rp 28,42 triliun,” ungkapnya dalam Rapat Panja, Senin (29/11).

Secara rinci anggaran ini meliputi hasil pengelolaan aset valas sebesar Rp 28,35 triliun, operasional kegiatan pendukung sebesar Rp 5,36 miliar, dan penerimaan administrasi Rp 53,18 miliar. Kemudian untuk anggaran pengeluaran operasional BI untuk tahun depan adalah sebesar Rp 14,29 triliun atau naik dari tahun ini yaitu Rp 12,23 triliun.

Anggaran pengeluaran operasional BI ini meliputi gaji dan penghasilan lainnya sebesar Rp 4,27 triliun, manajemen sumber daya manusia (SDM) Rp 3,4 triliun, serta logistik Rp 1,96 triliun. Lebih lanjut untuk penyelenggaraan operasional kegiatan pendukung sebesar Rp 1,96 triliun, pajak Rp 1,2 triliun, serta program sosial BI, pemberdayaan sektor riil dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebesar Rp 1,31 triliun.

Selain itu, Komisi XI DPR juga menyepakati cadangan anggaran pengeluaran operasional BI tahun 2022 sebesar Rp 348,61 miliar yang dapat digunakan jika terdapat kebutuhan tambahan anggaran dalam pelaksanaan kegiatan operasionalnya.

Sementara itu, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan bahwa dasar penyampaian ATBI 2022 adalah asumsi makro, yang didasarkan pada kesamaan asumsi makro dalam APBN 2022 dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen, tingkat inflasi sebesar 3 persen, dan nilai tukar rupiah mencapai Rp 14.350.

Ia pun menyampaikan, pihaknya akan terus mendorong peningkatan penerimaan pada tahun depan dengan memanfaatkan celah yang ada dari ketidakpastian global, namun dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian.

“Kami terus memanfaatkan celah-celah yang ada dalam ketidakpastian dalam meningkatkan penerimaan, searching for higher yield, dengan tetap menerapkan manajemen risiko yang baik,” katanya.

Perry optimistis bahwa perekonomian Indonesia tahun depan akan mampu bangkit meski masih terdapat beberapa permasalahan global yang harus diwaspadai dan diantisipasi. Terlebih ancaman tekanan inflasi berpotensi terjadi pada pertengahan tahun depan jika ada kenaikan harga energi maupun permintaan yang lebih cepat.

“Nanti ada tekanan inflasi pada paruh waktu tahun depan kalau ada kenaikan harga energi maupun kenaikan permintaan yang lebih cepat. Bisa saja berisiko terhadap nilai tukar karena ada tapering,” ujarnya.

Tidak hanya itu saja, BI pun terus mendorong ekonomi dan keuangan yang inklusif, penguatan kapasitas UMKM dan penguatan kapasitas pengelolaan keuangan, termasuk ekonomi dan keuangan syariah.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version