Menu
in ,

DPR dan Pemerintah Sepakati Postur Makro Fiskal 2023

Pajak.com, Jakarta – Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah menyepakati postur makro fiskal 2023. Salah satu poin yang disepakati adalah bidang pendapatan negara. Di tahun depan, pemerintah akan melakukan upaya optimalisasi penerimaan perpajakan sekaligus menjaga iklim investasi. Upaya yang dilakukan, diantaranya melanjutkan tren peningkatan pajak dengan menjaga efektivitas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), pemberian insentif fiskal secara lebih terukur, penggalian potensi, dan penegakan hukum.

“RAPBN (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) 2023 diarahkan untuk mencapai reformasi fiskal yang komprehensif melalui optimalisasi pendapatan, penguatan kualitas belanja, serta efisiensi dan keberlanjutan. Tax ratio pada 2023 diproyeksi akan terus meningkat sejalan dengan penguatan perekonomian yang didukung dengan berbagai kebijakan dan reformasi perpajakan, penambahan basis pajak, serta kepatuhan Wajib Pajak yang membaik,” ungkap Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah dalam rapat bersama pemerintah, yang juga disiarkan secara virtual (27/6).

Sementara dari sisi Penerimaan Negara Bukan pajak (PNBP), diarahkan untuk meningkatkan pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA), optimalisasi dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN), serta peningkatan inovasi dan kualitas layanan satuan kerja dan Badan Layanan Umum (BLU).

Postur makro fiskal 2023 terdiri atas pendapatan negara yang diproyeksi mencapai 11,19 persen-12,24 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan belanja negara 12,8 persen-15,1 persen PDB, sehingga defisitnya 2,61 persen-2,85 persen PDB. Rasio utang hingga akhir 2023 pun diperkirakan akan sebesar 40,58 persen-42,35 persen PDB.

Secara spesifik, pendapatan negara diproyeksi 11,19 persen-12,24 persen PDB terdiri atas penerimaan perpajakan (pajak dan bea cukai) dipatok 9,3 persen-10 persen PDB, PNBP 1,88 persen-2,22 persen PDB, dan hibah 0,01 persen-0,02 persen PDB. Sedangkan pada belanja, terdiri atas belanja pemerintah pusat 9,85 persen-10,9 persen PDB dan transfer ke daerah 3,95 persen-4,2 persen PDB.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi 2023 ditargetkan sebesar 5,3 persen-5,9 persen, dengan tingkat pengangguran terbuka 5,3 persen-6 persen. Sementara rasio gini ditargetkan sebesar 0,375-0,387, sedangkan penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 27,02 persen.

“Hasil rapat panja Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Prioritas Anggaran 2023 menyebut, terdapat dua sasaran pembangunan yang terdiri atas mengembalikan pertumbuhan melalui peningkatan produktivitas, serta peningkatan kualitas dan daya saing sumber daya manusia (SDM),” jelas Said.

Ia menegaskan, pengambilan keputusan diambil setelah mendengar laporan dari masing-masing Panitia Kerja (Panja). Kesepakatan mengenai postur makro fiskal 2023 juga diambil dalam situasi yang masih diliputi ketidakpastian.

“Tantangan yang kita hadapi tidak mudah. Oleh karenanya, kalau toh asumsi makro hari ini kita putusin, belum tentu seperti itu nanti di nota keuangan. Dalam pembacaan hasil Rapat Panja Asumsi Dasar, Kebijakan Fiskal, Pendapatan, Defisit, dan Pembiayaan RAPBN 2023, disebutkan tema kebijakan fiskal tahun depan adalah ‘Peningkatan Produktivitas untuk Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan’,” ungkap Said.

Hal senada juga ditegaskan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Ia menekankan, tema RKP tahun 2023 yang disepakati merupakan strategi kebijakan yang akan dilaksanakan pemerintah difokuskan pada penguatan kualitas SDM melalui kebijakan bidang kesehatan, pendidikan, dan perlindungan sosial, akselerasi pembangunan infrastruktur, pemantapan reformasi birokrasi, revitalisasi industri, dan pembangunan ekonomi hijau.

Sejatinya, hal itu telah tertuang dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun 2023 yang disusun di tengah pemulihan ekonomi. Kendati demikian, perekonomian global masih dibayangi risiko ketidakpastian yang dipicu konflik geopolitik Rusia dan Ukraina yang berdampak pada kenaikan harga komoditas energi dan pangan yang signifikan. Kemudian, Indonesia juga masih dihantui dampak scarring effect memicu supply disruption yang menimbulkan kenaikan inflasi yang tinggi di beberapa negara.

“Berkenaan dengan hal tersebut, reformasi fiskal yang komprehensif akan dilakukan dalam rangka optimalisasi pendapatan, penguatan kualitas belanja dan efisiensi, serta keberlanjutan pembiayaan. Hasil hari ini tentu akan menjadi bekal kami untuk menyusun RAPBN 2023. Namun sama seperti yang kami sampaikan di Komisi XI waktu membahas asumsi, dengan dinamika yang begitu masih sangat tinggi secara global, meskipun tadi asumsi-asumsi disetujui, kami juga akan tetap very open-minded, sangat terbuka. Jangan sampai kemudian karena kita terikat pada asumsi sementara situasi bergerak sangat cepat, kemudian kita terikat sampai tahun depan,” ungkap Sri Mulyani.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version