Menu
in ,

DJBC Himpun Barang Ilegal Senilai Rp 12,5 Triliun

DJBC Himpun Barang Ilegal Senilai Rp 12,5 Triliun

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berhasil menghimpun penerimaan negara senilai Rp 12,5 triliun dari 14.038 penindakan barang ilegal per Juli 2021.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Askolani mengungkapkan, penghimpunan dan penindakan barang ilegal di tengah pandemi COVID-19 tahun 2020 sebanyak 21.900 kasus atau meningkat dibandingkan tahun 2019 yang tercatat mencapai 21.000 penindakan dan tahun 2018 sebanyak 18.000.

“Tentunya kenapa bisa mendapatkan tegahan (barang ilegal) yang meningkat, karena konsistensi dan tantangan yang dihadapi di lapangan meningkat. Di 2021 tendensinya sudah lebih dari 50 persen dari 2020. Di 2021 ini terjadi lonjakan, nilainya bisa mencapai Rp 12,5 triliun, naik dua kali lipat dibandingkan 2020, even sekarang baru bulan Juli,” jelas Askolani dalam acara Media Briefing secara virtual, pada (26/8).

Dari total kasus itu penemuan rokok ilegal tercatat paling besar dengan porsi mencapai 41 persen, minuman keras (miras) 7 persen, narkoba 7 persen, dan kendaraan sebesar 6 persen. Secara nilai, capaian pada 2021 pun melonjak tinggi. Pada 2020, nilai penindakan barang ilegal mencapai Rp 6,3 triliun. Sementara pada 2019 senilai Rp 5,6 triliun dan Rp 11 triliun di tahun 2018.

“Pada tahun 2020 lalu, tingkat peredaran rokok ilegal di Indonesia berdasarkan survei rokok ilegal yang dilakukan UGM (Universitas Gadjah Mada) sebesar 4,86 persen. Upaya menurunkan rokok ilegal kemudian merupakan arahan Menteri Keuangan Ibu Sri Mulyani agar tingkat peredaran rokok ilegal dapat ditekan hingga angka 3 persen,” jelas Askolani.

Ia yakin, apabila pasar rokok ilegal berhasil ditekan, maka diharapkan rokok legal akan mengisi pasar tersebut, sehingga penerimaan cukai akan optimal. Berdasarkan penelitian Universitas Brawijaya, peningkatan intensitas pengawasan berdampak terhadap penurunan peredaran rokok ilegal sebesar 29 persen.

Eks Direktur Jenderal Anggaran ini mengatakan, menurunnya peredaran rokok ilegal berkontribusi terhadap peningkatan penerimaan. Sejak lima tahun terakhir, penerimaan cukai rokok selalu melampaui target, mulai dari tahun 2016 sebesar Rp 138 triliun dan tahun 2020 sebesar Rp 176 triliun.

Di sisi lain, Askolani mengungkapkan, terjadi pula penurunan tingkat peredaran barang kena cukai (BKC) di tengah pandemi COVID-19, yang dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, resesi perekonomian dan penurunan daya beli yang mengakibatkan konsumsi minuman mengandung etil alkohol (MMEA) menurun, tendensi konsumen beralih ke barang yang lebih murah atau BKC ilegal. Kedua, peningkatan potensi resistensi masyarakat terhadap penindakan BKC. Ketiga, pembatasan jumlah pekerja. Keempat, penurunan efektivitas pengawasan oleh petugas DJBC karena pembatasan akibat pandemi COVID-19.

Kelima, penurunan konsumsi MMEA karena penutupan tempat hiburan malam serta restoran dan kafe yang tidak bisa dine in. Keenam, pekerja sektor informal mengalami penurunan daya beli karena PPKM (pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat) secara tidak langsung membatasi ekonomi sektor informal dan penurunan konsumsi MMEA golongan A karena penutupan tempat pariwisata. Ketujuh, kenaikan tarif cukai hasil tembakau 2021 mengakibatkan disparitas harga rokok legal dan ilegal semakin lebar sehingga konsumen cenderung memilih beralih ke barang yang lebih murah (BKC ilegal).

Oleh sebab itu, Askolani memastikan, DJBC akan memaksimalkan kinerja di bidang pelayanan, kehumasan, dan kepatuhan internal, serta menggandeng instansi eksternal terkait, seperti asosiasi pengusaha barang legal, TNI/POLRI, dan pemerintah daerah untuk memperkuat sinergi pengawasan di lapangan.

DJBC juga bakal meningkatkan pengawasan terhadap BKC ilegal. Pihaknya akan kembali menggalakkan operasi gempur periode tahun 2021. Program ini dilaksanakan oleh seluruh satuan kerja (satker) vertikal di DJBC secara serentak dan terpadu yang telah dilaksanakan sejak tahun 2017.

“Kami terus berupaya beradaptasi dengan kondisi sosial seperti di tengah pandemi, Bea Cukai sebagai instansi pemerintah tetap mengedepankan sisi humanis dalam setiap kegiatan penegakan hukum untuk mengurangi potensi resistensi masyarakat. Dengan dilaksanakannya operasi gempur. Bea Cukai juga mengimbau masyarakat, terutama para pengusaha maupun pedagang BKC agar berhenti menawarkan, menjual, atau mengedarkan BKC ilegal, terutama rokok ilegal,” kata Askolani.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version