Menu
in ,

Dampak Ekonomi Perang Rusia-Ukraina Jadi Beban Dunia

Dampak Ekonomi Perang Rusia-Ukraina

FOTO: IST

Pajak.com, JakartaKonflik antara Rusia dan Ukraina sudah berlangsung selama satu setengah bulan. Perang yang terjadi ini memiliki dampak ekonomi sangat signifikan bagi negara-negara di tingkat regional maupun global. Bahkan, saat ke depan konflik kedua negara berakhir, diperkirakan dampak ekonominya akan menjadi beban berkepanjangan bagi dunia, tak terkecuali Indonesia. Apalagi, selama dua tahun terakhir ini dunia dihantam oleh pandemi COVID-19 yang proses pemulihan ekonominya masih terus berlangsung.

Rektor Universitas Prasetiya Mulya Prof. Djisman Simandjuntak menyampaikan, ketika Indonesia sudah mulai bangkit dari dampak pandemi COVID-19, terjadi krisis energi, bahkan sebelum perang Rusia-Ukraina meletus. Harga energi melambung tinggi, menimbulkan beban tambahan bagi ekonomi dunia. Semua proyeksi tentang pertumbuhan ekonomi dunia pun terkoreksi. Kemudian, terjadi krisis Rusia-Ukraina, diikuti oleh beragam sanksi ekonomi. Sehingga krisis energi pun semakin memburuk.

Menurut Prof. Djisman, Rusia dan Ukraina memainkan peran sangat penting dalam pasar energi dunia dan pasar strategic material yang merupakan material memiliki kegunaan ganda dan berperan sangat sentral dalam perkembangan ekonomi nasional, regional, dan global.

“Sanksi ekonomi ini pasti mendatangkan banyak dampak buruk. Tata kelola dunia akan memasuki tahap baru,” ujar Prof. Djisman dalam keterangan tertulis Sabtu (9/4/22).

Bagi Indonesia, lanjut Prof. Djisman, salah satu dampak terpenting adalah lonjakan harga-harga komoditas. Lonjakan harga ini memberikan windfall yang berat kepada Indonesia. Dengan lonjakan harga internasional, divergensi harga dunia dan harga lokal melebar dan menimbulkan banyak masalah di dalam negeri, seperti masalah minyak goreng.

Prof. Djisman menegaskan, saat ini Indonesia perlu mencari jalan untuk memanfaatkan, membangun, dan menyelesaikan persoalan sangat struktural. Dengan windfall itu, menurutnya Indonesia berhadapan dengan beberapa risiko, termasuk inflasi dan kenaikan biaya produksi pangan. Ia mencontohkan, pasokan bahan dari Rusia sangat penting bagi industri pupuk di Indonesia. Karenanya, akan ada kenaikan biaya manufaktur dan jasa yang saat ini belum dirasakan.

Menurutnya, Indonesia perlu memikirkan dengan saksama agar lonjakan harga tidak menimbulkan gejolak di dalam negeri.

“Kita adalah negara yang dianggap mampu mempertahankan kinerja ekonomi yang cukup kuat. Indonesia perlu meramu kebijakan untuk menjaga upaya pemulihan ekonomi yang sangat diperlukan untuk mencipta lapangan kerja,” kata Prof. Djisman.

Sementara itu, menurut Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia Yose Rizal Damuri, konflik Rusia-Ukraina merupakan ancaman terhadap pemulihan perekonomian Indonesia yang saat ini masih berada dalam kondisi pemulihan. Tekanan yang dihadapi Indonesia kian bertambah karena tahun 2022 ini Indonesia juga memegang presidensi konferensi G20.

Yose Rizal mengingatkan, Rusia merupakan pemasok bahan mentah yang penting bagi perekonomian dunia, menduduki posisi sebagai eksportir minyak terbesar keempat di dunia dengan rata-rata nilai ekspor 7,4 juta barel per hari. Ukraina juga merupakan negara pengekspor gandum yang besar di dunia. Hal ini menjadikan konflik di antara kedua negara memberikan dampak besar terhadap perekonomian dunia, terutama pada sektor komoditas dan energi. Bahkan, lembaga OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) memperkirakan, penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 1 percentage point. Ini angka sangat besar, karena pertumbuhan perekonomian dunia belum pulih sepenuhnya.

Adapun menurut Ketua Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman, konflik Rusia-Ukraina bisa berdampak besar terhadap global value chain atau rantai pasok global sehingga dunia akan menghadapi disrupsi yang lebih besar terhadap supply chain, logistik, komoditas, dan energi. Meski demikian, tidak mendatangkan dampak langsung yang signifikan terhadap industri makanan dan minuman di Indonesia. Sebab, transaksi dagang Indonesia dengan kedua negara tersebut untuk semi-processed dan processed food tidak terlalu besar.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version