Menu
in ,

CIPS: Indeks Ketahanan Pangan Indonesia Menurun

CIPS: Indeks Ketahanan Pangan Indonesia Menurun

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat, kebutuhan pangan di Indonesia menjadi dasar dan salah satu hak asasi manusia, dan mempunyai peran penting bagi kehidupan suatu bangsa. Ketersediaan pangan yang lebih kecil dibandingkan kebutuhannya dapat menciptakan ketidakstabilan ekonomi yang akan membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas Nasional. Untuk itu, pemerintah Indonesia selalu berupaya untuk meningkatkan ketahanan pangan terutama yang bersumber dari peningkatan produksi dalam negeri.

Selama beberapa tahun ke belakang, Indeks Ketahanan Pangan Global atau Global Food Security Index (GFSI) Indonesia cenderung meningkat. Pada 2016, indeks ketahanan pangan Indonesia berada di peringkat 72 dari total 113 negara dan naik ke peringkat 62 pada 2019. Namun, sayangnya, tahun 2020 Indeks Ketahanan Pangan Global Indonesia justru turun ke posisi 65 dari total 113 negara. Tidak hanya posisi dalam indeks, posisi Indonesia dalam beberapa indikator lain juga belum menggembirakan. Saat ini, Indonesia berada di posisi ke-55 pada indikator keterjangkauan, posisi ke-34 pada kategori ketersediaan serta posisi ke-89 pada kategori kualitas dan keamanan.

Posisi Indonesia dalam GFSI itu mengindikasikan belum terpenuhinya beberapa pilar dalam ketahanan pangan. Berdasarkan definisi Food and Agriculture Organization (FAO), ada empat pilar dalam ketahanan pangan, yaitu ketersediaan; akses atau keterjangkauan—baik secara fisik dan ekonomi, utilisasi atau keragaman, seperti gizi, nutrisi dan keragaman—maupun stabilitas atau keberlangsungan.

Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta mengatakan, turunnya posisi Indonesia dalam indeks ini mencerminkan masih perlunya upaya keras untuk mencapai kebutuhan dan ketahanan pangan di Indonesia. Menurut hasil penelitian CIPS yang dipublikasikan Minggu (14/3/21) menyebutkan, ada empat hal yang menyebabkan ketahanan pangan menurun:

Pertama, kebijakan perdagangan pangan Indonesia dinilai cenderung proteksionis dan tidak terbuka. Indikasi itu terlihat dari pemberlakukan hambatan tarif maupun nontarif untuk impor pangan. Di antaranya pengenaan pajak, sistem kuota, ketentuan pengemasan, regulasi yang panjang dan tidak sederhana. Hambatan tarif menambahkan tarif impor rata-rata untuk produk pangan sebesar 6,39 persen pada 2018. Sementara, hambatan nontarif menyebabkan adanya tarif sebesar 41 persen pada kegiatan-kegiatan penambah nilai di seluruh rangkaian rantai pasokan. Selain itu, aturan impor beberapa komoditas yang hanya bisa dilakukan oleh perusahaan BUMN yang ditunjuk pemerintah mengesankan adanya monopoli.

Kedua, semakin mahalnya harga pangan impor. Hal ini karena pihak swasta yang melakukan impor harus mengantongi kuota dan SPI melalui sistem perizinan impor nonotomatis yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan setelah mendapatkan surat rekomendasi dari Kementerian Pertanian. Jumlah kuota diatur melalui rapat koordinasi antara kementerian dan badan pemerintah yang terkait berbeda dan juga berdasarkan data dan stok produksi yang sering dianggap tidak akurat. Tidak adanya penghapusan hambatan perdagangan itu membuat proses impor menjadi semakin mahal.

Ketiga, hambatan tarif dan nontarif. Agar ketahanan pangan meningkat, pemerintah diharapkan melonggarkan hambatan nontarif atau non-tariff measures (NTM) pada kebijakan pangan Indonesia. Selain itu juga perlu mempertimbangkan penghapusan hambatan seperti tarif, larangan kuantitatif, dan sistem perizinan impor nonotomatis untuk komoditas-komoditas pangan utama.

Keempat, peniadaan tarif impor pangan sudah dilakukan negara-negara lain. Indonesia harus mempertimbangkan untuk meniadakan tarif impor pangan untuk memaksimalkan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Berdasarkan data International Trade Center 2020, strategi ini telah dilakukan oleh Cina, El Salvador, Kosta Rika, Mauritania, dan Maroko.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version