in ,

Cegah Imbas Ketidakpastian Perekonomian Global

Cegah Imbas Ketidakpastian Perekonomian Global
FOTO: IST

Cegah Imbas Ketidakpastian Perekonomian Global

Pajak.com, Jakarta – Pandemi COVID-19 dan konflik geopolitik Rusia-Ukraina memberikan dampak besar terhadap perekonomian dunia. Pemerintah Indonesia pun melakukan berbagai kebijakan untuk cegah imbas ketidakpastian perekonomian global tersebut.

Pertama, Bank Indonesia (BI) kembali menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin (bp) menjadi 4,75 persen. Kenaikan ketiga dalam siklus ini membuat suku bunga tujuh hari kembali ke tingkat Februari 2020, secara efektif membalikkan sebagian besar pemotongan, yang didorong pandemi.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyebut upaya tersebut sebagai langkah pencegahan di muka. Selain itu, kebijakan uang muka untuk pembelian properti dan kendaraan bermotor diperpanjang hingga Desember 2023. Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melonggarkan beberapa ketentuan persyaratan aset penilaian risiko. Sebagai contoh, sejak 1 Maret 2023, Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk kredit kendaraan bermotor dan sektor kesehatan turun menjadi 50 persen dari 100 persen.

BI menyoroti pertumbuhan global tidak stabil, sementara pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia diperkirakan berada pada kisaran lebih tinggi, antara 4,5-5,3 persen. Di tengah pandangan tentang inflasi memiliki yang memiliki banyak perspektif, inflasi pun menjadi kekhawatiran. BI memandang bahwa kenaikan harga akibat inflasi akan lebih ringan daripada yang diperkirakan. Survei mingguan yang dilakukan DBS Flash menunjukkan bahwa inflasi pada September 2022 lebih rendah 5,95 persen dibandingkan pada Agustus.

Baca Juga  Ini Pembahasan Pertemuan Sri Mulyani dan AHY

Gubernur BI memperkirakan, inflasi akhir 2022 ditutup pada 6,3 persen, jika dibandingkan dengan 6,6 persen sebelumnya. Sementara inflasi inti menjadi 4,3 persen, memangkas perkiraan sebelumnya. Inflasi inti diperkirakan kembali ke kisaran target 2-4 persen pada semester pertama 2023, atau lebih cepat dari perkiraan awal yaitu pada triwulan ketiga 2023.

Selain inflasi di atas target, pembuat kebijakan menghadapi ketidakpastian lebih besar terkait rupiah di tengah arus penguatan dollar AS, tekanan arus dana asing, dan gejolak pasar global. Pelemahan mata uang juga menambah tekanan terhadap harga dan melemahkan upaya bank sentral mengendalikan inflasi sehingga upaya menstabilkan mata uang menjadi hal mendesak. Langkah stabilisasi rupiah (termasuk intervensi BI) juga diperkirakan akan berlanjut.

Ditengah inflasi tetap menjadi masalah, imbas buruk ketidakpastian terhadap rupiah menjadi kekhawatiran lebih besar bagi pemerintah. Dengan pasar memprediksi kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS sebesar 75bp pada November dan beberapa kenaikan lagi setelah itu,  mata uang Asia, termasuk rupiah, kemungkinan tetap akan berada di bawah tekanan.

DBS Group Research menambahkan 50bp ke dalam perkiraan, membawa tingkat tertinggi suku bunga ke angka 5,5 persen, menyiratkan kenaikan lebih banyak lagi sebesar 75bp pada akhir tahun.

Baca Juga  Pos Indonesia Raih “Appreciated Social ESG Report”

Namun, DBS  menilai, operation twist – kebijakan moneter dengan menurunkan suku bunga jangka panjang melalui pembelian obligasi jangka panjang, serta menjual obligasi jangka pendek untuk memulihkan perbedaan kebijakan dalam rangka menarik aliran dana asing belum membuahkan hasil.

Kedua, pengawasan kenaikan upah minimum. Inflasi pada September, yang mewakili dampak langsung kenaikan harga bahan bakar bersubsidi sebesar 30 persen, mendekati angka 5,95 persen secara tahunan, dengan inflasi keseluruhan belum mencapai puncak. Selain itu dari sisi produksi, seperti, bahan bakar dan pangan, biaya tenaga kerja, termasuk upah minimum, akan menentukan kekuatan tekanan harga.

Dari empat data berbasis pekerjaan dengan pemasukan rendah, upah harian pekerja konstruksi (basis nominal) meningkat rata-rata 1,3 persen secara tahunan antara Januari hingga September 2022. Di basis riil, yang disesuaikan dengan inflasi, upah menyusut rata-rata 2,4 persen pada masa yang sama.

Dengan mempertimbangkan kesenjangan besar itu, arah kenaikan upah minimum regional (UMR) pada 2023 diperkirakan menjadi hal penting, terutama setelah kenaikan lumayan pada tahun ini. UMR Jakarta saat ini 1,6 kali lipat dari rata-rata nasional, menyumbang 55 persen terhadap kenaikan secara keseluruhan. Pemerintah diperkirakan mengumumkan upah minimum provinsi (UMP) 2023 pada pertengahan November, setelah setiap kabupaten/kota menyesuaikan upah minimum mereka pada akhir bulan. Untuk itu, Dewan Pengupahan Nasional diharapkan membenahi tingkat upah berdasarkan atas rumus yang dimasukkan ke UU Cipta Kerja.

Baca Juga  Pemerintah Pantau Penurunan Nilai Ekspor Nasional

Setelah kenaikan di bawah 2 persen pada 2022, diperkirakan kelompok perwakilan tenaga kerja menyerukan peningkatan upah lebih tinggi pada 2023. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dilaporkan menuntut kenaikan 13 persen, didasarkan atas harga bahan bakar 7 – 8 persen dan pertumbuhan  kurang lebih 4,8 persen.

DBS Group Research meramalkan kenaikan 9 – 10 persen, mendekati rata-rata 8,8 persen untuk masa sebelum pandemi, yaitu 2018-2019. Alasan lain untuk kenaikan lumayan besar itu termasuk kebutuhan untuk mengimbangi tingkat inflasi, yang meningkat sejak paruh kedua 2022, dan kemungkinan berimbas ke 2023.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *