Menu
in ,

BKF: PMI Manufaktur dan Inflasi Membaik Agustus 2021

Pajak.com, Jakarta – Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, purchasing managers’ index (PMI) manufaktur Indonesia pada bulan Agustus 2021 berada pada angka 43,7 atau lebih baik dibandingkan dengan bulan Juli 2021 yang sebesar 40,1. Sementara laju inflasi Agustus tercatat 1,59 persen, meningkat dibandingkan Juli di level 1,52 persen. Kedua indikator itu menunjukkan tren pemulihan ekonomi nasional.

“Penyebaran COVID-19 masih menjadi penyebab terbebaninya sektor manufaktur selama dua bulan berturut-turut sejak Juli 2021. Namun demikian, mulai menurunnya kasus COVID-19 per 31 Agustus 2021 sebanyak 10.534 kasus per hari setelah mencapai puncak hingga 56.757 kasus per hari di 15 Juli 2021, telah mampu memperbaiki indikator produksi dan permintaan, meski masih dalam level yang kontraktif,” jelas Kepala BKF Febrio Nathan Kacaribu melalui keterangan tertulis yang dikutip Pajak.com, pada Jumat (3/9).

Kontraksi PMI manufaktur di Indonesia pada 2021 sejalan dengan kontraksi di beberapa negara ASEAN (Association of Southeast Asian Nations), yakni Myanmar (Juli 33,5 dan Agustus 36,5); Vietnam (45,1 dan 40,2); Malaysia (40,1 dan 43,4); Singapura (56,3 dan  44,3); Filipina (50,4 dan 46,4); Thailand (48,7 dan 48,3). PMI manufaktur di negara itu mengalami penurunan dari bulan Juli akibat tren kasus yang masih cukup tinggi dan bervariasinya kebijakan re-opening .

“Meski Indonesia angkanya (PMI manufaktur dan inflasi) pada 2021 membaik dibandingkan posisi Juli, output dan permintaan baru masih terkontraksi pada bulan Agustus. Hambatan pada produksi dan permintaan ini disebabkan oleh eskalasi kasus COVID-19, meski tekanan tersebut sedikit mereda seiring puncak kasus di bulan Juli yang telah terlewati. Permintaan ekspor baru juga masih tercatat menurun meski dalam kisaran yang lebih lambat,” ungkap dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) ini.

Febrio menganalisis, perusahaan masih mewaspadai gelombang kedua COVID-19, sehingga masih terdapat pengurangan tenaga kerja. Kebijakan bekerja dari rumah menyebabkan penurunan kapasitas perusahaan. Hal ini tercermin dari peningkatan akumulasi penumpukan pekerjaan. Dari sisi pembelian dan stok, perusahaan juga mengurangi aktivitas pembelian meski pada laju yang lebih rendah dibandingkan Juli.

“Kendala pengiriman yang masih disebabkan oleh gangguan COVID-19 menyebabkan perpanjangan waktu pemenuhan pesanan selama 19 bulan berturut-turut. Selain karena kendala tersebut, permintaan yang masih menurun juga membuat stok barang jadi di sektor manufaktur tercatat meningkat. Sementara dari sisi harga, COVID-19 terus menyebabkan kenaikan biaya input dan output. Kenaikan harga bahan baku membuat akselerasi inflasi harga input yang tercepat sejak Januari 2014. Perusahaan masih meneruskan sebagian beban biaya kepada klien sehingga biaya output juga tercatat menguat,” jelasnya.

Kendati sejak bulan Juli pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Jawa-Bali diterapkan, tingkat kepercayaan bisnis terkait perkiraan produksi hingga akhir tahun depan masih berada di atas rata-rata survei. Febrio mengatakan, hal ini mencerminkan harapan perbaikan dalam situasi COVID-19.

“Pemerintah akan terus melakukan percepatan vaksinasi serta memberikan stimulus bagi dunia usaha melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) agar pandemi COVID-19 semakin terkendali dan kepercayaan dunia usaha dapat kembali meningkat. Kerja sama masyarakat juga harus terus didorong untuk menjaga momentum pemulihan yang sedang berlangsung, sehingga dapat mendorong pemulihan sektor manufaktur yang strategis bagi perekonomian,” kata peraih Master Bidang Ekonomi Pembangunan Internasional di Australian National University (ANU) Australia ini.

Selain itu, inflasi pada Agustus 2021 tetap terjaga. Kondisi ini dipengaruhi oleh masuknya tahun ajaran baru dan kenaikan beberapa harga bahan pangan di tengah permintaan yang masih tumbuh terbatas karena dampak pemberlakuan PPKM. Secara bulanan, terjadi inflasi sebesar 0,03 persen, sehingga kumulatif inflasi sebesar 0,84 persen per tahun.

“Berlanjutnya kebijakan PPKM level 3 dan 4 di beberapa daerah, berdampak pada masih terbatasnya tingkat permintaan masyarakat, termasuk komoditas jasa. Inflasi volatile food mengalami peningkatan, mencapai 3,80 persen atau naik dari angka Juli 2,97 persen. Inflasi ini dipengaruhi oleh peningkatan harga pangan, seperti minyak goreng, ikan segar, dan beberapa jenis sayuran. Di sisi lain, penurunan harga terjadi juga pada komoditas aneka cabai dan stok yang melimpah pada daging ayam serta beberapa jenis sayuran,” urai Febrio.

Ia memastikan, pemerintah akan tetap berupaya menjaga pengendalian harga, terutama untuk pangan dengan memastikan ketersediaan pangan yang memadai, melakukan penyaluran bantuan sosial, melakukan pengaturan harga pangan pokok, dan stabilisasi seperti pada beras.

BKF juga mencatat, inflasi administered price mengalami kenaikan tipis mencapai 0,65 persen dibandingkan tahun lalu.  Peningkatan harga rokok kretek filter terjadi sebagai dampak transmisi kenaikan cukai dan HJE (harga jual eceran). Sementara kelompok energi relatif stabil karena kebijakan Pemerintah dalam menjaga harga energi domestik untuk mendukung pemulihan aktivitas rumah tangga dan industri.

“Melihat perkembangan inflasi hingga Agustus, inflasi diperkirakan memungkinkan untuk kembali menguat karena relaksasi PPKM dan kasus harian COVID-19 yang berada dalam tren positif. Penguatan diperkirakan dapat terjadi menjelang akhir tahun, terutama masa perayaan Natal dan liburan akhir tahun,” kata Febrio.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version