Menu
in ,

BI Optimalkan Bauran Kebijakan Jaga Stabilitas Ekonomi

BI Optimalkan Bauran Kebijakan untuk Jaga Stabilitas Ekonomi

FOTO: IST

Pajak.comJakarta – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan, BI terus mengoptimalkan bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional.

“Dengan terjaganya stabilitas harga dan nilai tukar, seluruh instrumen kebijakan Bank Indonesia diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi pro-growth baik dari sisi kebijakan moneter, kebijakan makroprudensial, kebijakan sistem pembayaran, kebijakan pendalaman pasar uang, maupun kebijakan internasional dan inklusi ekonomi keuangan.” kata Perry saat konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) secara virtual, Jumat (6/8).

Ia mengemukakan, dari sisi kebijakan moneter, setelah menurunkan suku bunga kebijakan enam kali sejak tahun lalu, sebesar 150 basis point, BI mempertahankan kebijakan suku bunga rendah dengan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI-7DRR) tetap pada level 3,50 persen—suku bunga kebijakan moneter terendah dalam sejarah.

“Keputusan tersebut sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar dan sistem keuangan karena ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah prakiraan inflasi yang rendah dan upaya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dari COVID-19,” imbuhnya.

Selain itu, Perry mengungkapkan bahwa BI juga melanjutkan kebijakan triple intervention baik spot penjualan valuta asing (valas), skema Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), maupun pembelian Surat Berharga Negara (SBN) dari pasar sekunder. Tentunya, ini untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah yang sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar.

“Alhamdulillah nilai tukar terjaga di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang relatif tinggi,” ucapnya.

Sementara, penguatan strategi operasi moneter terus dilakukan untuk memperkuat efektivitas stance kebijakan moneter akomodatif. BI, lanjut Perry, juga melanjutkan penambahan likuiditas ke pasar uang dan perbankan. Pada tahun ini, BI telah menambah likuiditas (quantitative easing) di perbankan sebesar Rp 101,10 triliun pada tahun 2021 (hingga 19 Juli 2021). Sedangkam sepanjang tahun lalu, BI telah melakukan quantitative easing sebanyak Rp 833,9 triliun atau 5,4 persen dari PDB.

Perry memastikan kalau BI terus melakukan koordinasi kebijakan antara kebijakan moneter dan fiskal yang erat, baik untuk menjaga stabilitas makroekonomi, pemulihan ekonomi, maupun berpartisipasi dalam penyediaan pembiayaan.

“Bank Indonesia melanjutkan pembelian SBN di pasar perdana sebagai bagian dari sinergi kebijakan Bank Indonesia dan kebijakan pemerintah untuk pendanaan APBN 2021. Hingga 19 Juli 2021, pembelian SBN di pasar perdana tercatat sebesar Rp 124,13 triliun yang terdiri dari Rp 48,67 triliun melalui mekanisme lelang utama dan Rp 75,46 triliun melalui mekanisme Greenshoe Option (GSO),” ucapnya.

Di sisi lain, BI juga mengakselerasi pendalaman pasar keuangan termasuk melalui implementasi Electronic Trading Platform (ETP) Multimatching, khususnya pasar uang rupiah dan valas serta percepatan pendirian Central Counterparty (CCP). Kebijakan makroprudensial akomodatif juga terus ditempuh BI untuk mendorong intermediasi keuangan perbankan.

“Untuk itu, Bank Indonesia melanjutkan upaya penguatan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit perbankan (SBDK) serta melakukan penyempurnaan kebijakan rasio kredit UMKM menjadi kebijakan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM). Ini dilakukan antara lain melalui perluasan mitra bank dalam penyaluran pembiayaan inklusif, sekuritisasi pembiayaan inklusif, dan model bisnis lain,” jelasnya.

Dari sisi sistem pembayaran, upaya percepatan keuangan digital juga terus dilakukan pihaknya melalui implementasi ketentuan mengenai Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) dan Penyelenggara Infrastruktur Sistem Pembayaran (PIP). Ia mengklaim, digitalisasi sistem pembayaran juga terus dipercepat dalam mendorong pemulihan ekonomi, khususnya mendorong inklusi ekonomi dan keuangan termasuk UMKM.

“Penggunaan QR Indonesian Standard (QRIS) terbukti telah mampu mendorong peningkatan transaksi ekonomi keuangan digital. Alhamdulillah QRIS telah menyambungkan delapan juta merchant UMKM ke dalam platform digital ekonomi. BI juga terus mendukung upaya-upaya elektronifikasi penyaluran bantuan dengan berkoordinasi dengan pemerintah, Himbara, dan perbankan agar penyaluran bansos bisa lebih cepat dan tepat sasaran,” jelasnya.

Tak hanya itu, BI juga telah menurunkan batas maksimum suku bunga kartu kredit dari 2 persen menjadi 1,75 persen per bulan, serta memperpanjang kebijakan penurunan nilai denda keterlambatan pembayaran kartu kredit 1 persen dari outstanding atau maksimal Rp 100 ribu sampai dengan 31 Desember 2021.

Perry bilang, fasilitasi penyelenggaraan promosi perdagangan dan investasi serta sosialisasi penggunaan local currency settlement (LCS) bekerja sama dengan dengan instansi terkait juga terus dilakukan baik di dalam negeri maupun luar negeri.

“Fasilitasi promosi perdagangan dan investasi tersebut dimaksudkan untuk mendorong ekspor sejalan dengan perbaikan ekonomi global dan mendorong investasi—khususnya PMA—ke Indonesia sejalan dengan implementasi UU Cipta Kerja,” akhirnya.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version