APINDO Sebut Kebijakan Eksportir Wajib Parkir DHE SDA 100 Persen Timbulkan Tantangan Berat
Pajak.com, Jakarta – Ketua Komite Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Siddhi Widyaprathama, menyoroti kebijakan pemerintah terkait kewajiban eksportir sumber daya alam (SDA) untuk memarkir 100 persen devisa hasil ekspor (DHE) di bank dalam negeri minimal satu tahun. Kebijakan ini dinilai menimbulkan tantangan berat bagi dunia usaha, meskipun pemerintah memberikan sejumlah insentif.
Menurut Siddhi, sebelumnya pemerintah mengatur agar eksportir SDA menahan 30 persen DHE mereka di bank dalam negeri selama tiga bulan. Namun, kebijakan baru ini mengharuskan seluruh DHE ditahan selama satu tahun.
“Selama ini kan Indonesia punya kebijakan untuk yang bergerak di bidang sumber daya alam mengekspor, itu perlu 30 persen di-retain selama 3 bulan di perbankan nasional. Nah, pemerintah memang akan mengeluarkan peraturan, tapi juga setelah saya ikuti, walaupun sudah ada relaksasi-relaksasi, tapi kebijakannya akan 100 persen selama 1 tahun,” ujar Siddhi dalam acara Economic and Taxation Outlook 2025, dikutip Pajak.com pada Jumat (24/1/2025).
Siddhi menjelaskan, meskipun pemerintah menawarkan insentif berupa penghapusan pajak bunga deposito sebesar 20 persen untuk DHE, kebijakan tersebut tetap memberikan tekanan bagi dunia usaha. Hal ini terutama dirasakan oleh perusahaan yang orientasi ekspornya mendekati 100 persen.
“Walaupun nanti pemerintah akan sudah, misalnya memberikan insentif seperti rencana pajak atas bunga deposito, 20 persen untuk yang DHE akan misalnya di-waive, dihapuskan. Tapi ini juga menimbulkan tantangan tersendiri,” jelas Siddhi.
Lebih lanjut, Siddhi menekankan bahwa kebijakan tersebut akan berdampak terhadap working capital eksportir. Menurutnya, modal kerja merupakan elemen vital bagi kelangsungan operasional perusahaan, termasuk untuk membayar tenaga kerja, memenuhi kewajiban kepada pemasok, dan menjaga keberlangsungan bisnis. Dengan kebijakan baru ini, modal kerja perusahaan berorientasi ekspor akan terkunci di bank selama satu tahun, meskipun akan menghasilkan bunga.
“Working capital, hasil penjualan, ekspor, kalau perusahaannya berorientasi ekspor atau hampir 100 persen ekspor, ditahan selama 1 tahun. Nah, walaupun nanti ditaruh di bank, dibungakan, dapat penghasilan bunga, ya tapi bagaimana itu padahal working capital itu dipakai untuk misalnya membayar tenaga kerja, untuk membayar tagihan-tagihan dari supplier, untuk supaya bisnis bisa terus berjalan,” papar Siddhi.
Kebijakan ini, menurut Siddhi, mencerminkan tantangan nyata yang dihadapi dunia usaha di tengah situasi ekonomi saat ini. “Ini adalah situasi ekonomi yang nyata dihadapi kita bersama,” tutupnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa, kebijakan tersebut bertujuan untuk memperkuat cadangan devisa negara dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Menurut Airlangga, pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) telah menyiapkan sejumlah fasilitas, termasuk insentif pajak yang menggiurkan. Salah satu insentif yang disorot adalah pembebasan pajak penghasilan (PPh) atas pendapatan bunga dari instrumen penempatan DHE.
“Pemerintah mempersiapkan fasilitas berupa tarif PPh 0 persen atas pendapatan bunga pada instrumen penempatan devisa hasil ekspor. Kalau reguler biasanya kena pajak 20 persen, tapi untuk DHE 0 persen,” ungkap Airlangga.
Selain itu, eksportir juga dapat memanfaatkan DHE sebagai agunan kredit rupiah melalui mekanisme back-to-back dengan bank maupun Lembaga Pengelola Investasi (LPI). “Eksportir dapat menggunakan instrumen DHE sebagai agunan untuk kebutuhan rupiah di dalam negeri,” tambahnya.
Kebijakan ini juga mencakup kemudahan dalam transaksi swap antara eksportir dan bank. BI juga menyediakan fasilitas foreign exchange swap agar valas DHE dapat dikonversi ke rupiah secara fleksibel.
“Penyediaan dana yang dijamin oleh agunan termasuk agunan berbentuk cash collateral, giro, atau deposit tabungan ini dikecualikan dari batas maksimal pemberian kredit (BMPK),” tambahnya. Dengan demikian, perusahaan dapat menjaga rasio utang terhadap ekuitas (gearing ratio) tetap stabil.
Kebijakan ini akan berlaku untuk sektor mineral, batu bara, kelapa sawit, perikanan, kehutanan, dan sumber daya alam lainnya. Namun, sektor minyak bumi dan gas alam tidak termasuk dalam aturan ini.
Adapun eksportir juga diberi fleksibilitas untuk mengonversi DHE ke mata uang rupiah. Selain itu, penggunaan valas untuk pembayaran pungutan negara, pajak, royalti, dan dividen juga diperhitungkan sebagai pengurang kewajiban penempatan DHE.
Comments