Pengusaha Desak Pemerintah Tinjau Ulang Kebijakan DHE Wajib Parkir 100 Persen Selama Setahun
Pajak.com, Jakarta – Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mendesak pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan penahanan Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang diwajibkan parkir 100 persen di dalam negeri minimal satu tahun. Kebijakan tersebut dianggap akan memicu dampak negatif bagi dunia usaha dan perekonomian nasional.
Ketua Umum APINDO Shinta W. Kamdani, mengungkapkan bahwa rencana tersebut dapat menimbulkan efek domino yang merugikan banyak sektor usaha. Menurutnya, kebijakan itu akan mempengaruhi cash flow perusahaan yang seharusnya mendukung kelancaran operasional bisnis.
“Dunia usaha membutuhkan cash flow yang sehat untuk mendukung operasional,” ujar Shinta dalam keterangan resminya, dikutip Pajak.com pada Rabu (22/1/2025).
Selain mempengaruhi operasional, kebijakan ini juga dinilai kontraproduktif terhadap program pemerintah sendiri, khususnya dalam mendukung hilirisasi dan peningkatan ekspor. Shinta menyebutkan, ketentuan baru tersebut berpotensi membuat Indonesia kalah bersaing dengan negara-negara tetangga, salah satunya Vietnam, yang menawarkan regulasi lebih fleksibel bagi pelaku usaha.
“Kebijakan ini juga dinilai mengurangi daya saing investasi dengan negara tetangga, seperti Vietnam” jelasnya.
Shinta juga menyoroti ketidakseimbangan antara bunga deposito DHE Sumber Daya Alam (SDA) dan bunga kredit modal kerja. Ia menjelaskan bahwa bunga kredit modal kerja yang tinggi semakin memperberat beban pelaku usaha, apalagi jika DHE harus terkunci selama setahun penuh.
“Untuk memenuhi kebutuhan modal kerja akibat terkuncinya DHE, perusahaan harus mencari tambahan fasilitas kredit modal kerja dari perbankan. Hal ini akan meningkatkan beban bunga pinjaman dan tidak semua perusahaan memiliki akses mudah untuk memperoleh pinjaman bank, yang sangat bergantung pada kredibilitas masing-masing perusahaan,” imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, APINDO juga mendorong pemerintah untuk mengevaluasi implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023. Kebijakan tersebut dianggap kurang efektif dalam menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, sehingga memerlukan pembaruan yang lebih sesuai dengan kebutuhan dunia usaha.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa, aturan baru yang akan berlaku pada 1 Maret 2025 tersebut diharapkan menjadi langkah strategis sebagai upaya menjaga stabilitas dan ketahanan ekonomi nasional di tengah gejolak geopolitik global yang terus memengaruhi perekonomian dunia.
“DHE sudah selesai. PP-nya sedang disiapkan, dilakukan harmonisasi, terus kemudian akan ada koordinasi dengan Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Perbankan,” ungkap Airlangga saat ditemui di Jakarta.
Airlangga menjelaskan bahwa, kebijakan baru ini merupakan arahan langsung Presiden Prabowo Subianto, yang bertujuan memperkuat cadangan devisa nasional. Kebijakan ini dirancang dengan hati-hati agar tidak memberatkan eksportir dan tetap mendukung kinerja ekspor nasional.
Menurutnya, penempatan DHE di dalam negeri selama satu tahun dapat memberikan dampak signifikan dalam memperkuat perekonomian Indonesia. Dengan kebijakan DHE SDA terbaru, maka penambahan cadangan devisa akan bertambah dan memperkuat perekonomian Indonesia.
Melalui PP Nomor 36 Tahun 2023, pemerintah juga menetapkan pengecualian bagi eksportir kecil dengan nilai ekspor tertentu. Aturan ini memberikan kelonggaran kepada eksportir dengan nilai ekspor di bawah 250 ribu dolar Amerika Serikat (AS) per transaksi, sehingga mereka tidak diwajibkan mengikuti ketentuan penempatan DHE. Langkah ini bertujuan melindungi pelaku usaha kecil, yang memiliki modal terbatas, agar tetap mampu bersaing di pasar internasional.
Comments