in ,

Pengenaan Pajak atas Pelaku UMKM

Apa itu UMKM?

Kepanjangan UMKM atau singkatan UMKM yakni usaha mikro, kecil, dan menengah.

Pemerintah sendiri telah menetapkan pengertian UMKM dan kriterianya, beserta contoh UMKM. Arti UMKM tersebut tertuang dalam UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

UMKM artinya sebagai bisnis yang dijalankan individu, rumah tangga, atau badan usaha ukuran kecil. Penggolongan UMKM lazimnya dilakukan dengan batasan omzet per tahun, jumlah kekayaan atau aset, serta jumlah karyawan.

Sedangkan usaha yang tak masuk sebagai UMKM dikategorikan sebagai usaha besar, yakni usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari usaha menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.

Di Tanah Air, arti UMKM memiliki peranan sangat penting dalam perekonomian negara. Ini karena sektor UMKM adalah penyumbang PDB terbesar, paling banyak menyerap lapangan kerja, serta relatif tahan terhadap krisis keuangan.

Sebagai contoh, Indonesia pernah diterpa krisis ekonomi hebat pada tahun 1998 yang membuat perusahaan-perusahaan besar tumbang.

Namun saat krisis ekonomi tersebut, sektor UMKM banyak yang tetap bertahan. Aktivitas roda ekonomi dari UMKM di Indonesia justru menjadi penyelamat negara yang sedang berada dalam kondisi terpuruk.

Kriteria UMKM

Kriteria atau klasifikasi UMKM tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil Menengah.

Menurut Undang-Undang tersebut, kriteria UMKM bisa dibedakan dari jumlah aset dan total omzet penjualan selama satu tahun.

Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah karyawan juga menjadi variabel penentu kriteria UMKM. Di Indonesia, terdapat empat kriteria UMKM.

Empat kriteria tersebut adalah Usaha Besar, Usaha Menengah, Usaha Kecil, dan Usaha Mikro.

1. Kategori Usaha Mikro

Usaha Mikro adalah usaha produktif yang dijalankan secara perorangan dan atau suatu badan yang memenuhi persyaratan berikut ini :

a. Memiliki karyawan kurang dari 4 orang.

b. Aset (kekayaan bersih) hingga Rp. 50 Juta per tahun.

c. Omzet penjualan tahunan hingga Rp. 300 Juta per tahun.

2. Kategori Usaha Kecil

Usaha Kecil memiliki definisi yang hampir mirip dengan Usaha Mikro. Namun perbedaannya adalah Usaha Kecil bukan merupakan anak perusahaan atau cabang dari suatu induk perusahaan.

Dan Usaha Kecil tidak dikuasai atau menjadi bagian baik secara langsung maupun tidak langsung dari jenis Usaha Menengah atau Usaha Besar. Berikut kriteria dari Usaha Kecil :

a. Memiliki karyawan lebih dari 5 orang dan kurang dari 19 orang.

b. Aset (kekayaan bersih) dari Rp. 50 Juta – Rp. 500 Juta.

c. Omzet penjualan tahunan dari Rp. 300 Juta – Rp. 2,5 Miliar.

3. Kategori Usaha Menengah

Usaha Menengah adalah usaha yang dijalankan baik oleh perorangan maupun badan yang memiliki persyaratan sebagai berikut :

a. Memiliki karyawan lebih dari 20 hingga 99 orang.

b. Aset (kekayaan bersih) antara Rp. 500 Juta – Rp. 10 Miliar.

c. Omzet penjualan tahunan antara Rp. 2,5 – Rp. 50 Miliar.

4. Kategori Usaha Besar

Usaha Besar adalah jenis usaha ekonomi produktif yang paling tinggi di antara kriteria usaha sebelumnya.

Jenis usaha ini biasanya merupakan perusahaan go-public, Badan Usaha Milik Negara atau Swasta yang  yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia. Berikut kriteria dari Usaha Besar :

a. Memiliki karyawan lebih dari 100 orang.

b. Aset (kekayaan bersih) lebih dari Rp. 10 Miliar.

c. Omzet penjualan tahunan lebih dari Rp. 50 Miliar.

Tarif Pajak PPh Final Khusus UMKM

Pemerintah telah menerbitkan kebijakan penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final menjadi 0,5% bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Aturan tersebut dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu sebagai pengganti atas Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013, yang diberlakukan secara efektif per 1 Juli 2018.

PP 23 Tahun 2018 pada dasarnya mengatur pengenaan PPh Final Pasal 4 Ayat (2) bagi wajib pajak yang memiliki peredaran bruto (omzet) sampai dengan 4,8 Miliar Rupiah dalam satu tahun pajak. PP tersebut mencabut PP Nomor 46 Tahun 2013 yang telah berlaku selama lima tahun sejak pemberlakuannya 1 Juli 2013. Adapun pokok-pokok perubahannya adalah sebagai berikut :

1. Penurunan tarif PPh Final 1% menjadi 0,5% dari omzet, yang wajib dibayarkan setiap bulannya;

2. Wajib Pajak dapat memilih untuk mengikuti tarif dengan skema final 0,5%, atau menggunakan skema normal yang mengacu pada pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

3. Mengatur jangka waktu pengenaan tarif PPh Final 0,5% sebagai berikut :

a. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yaitu selama 7 tahun;

b. Bagi Wajib Pajak Badan berbentuk Koperasi, Persekutuan Komanditer, atau Firma selama 4 tahun;

c. Bagi Wajib Pajak Badan berbentuk Perseroan Terbatas selama 3 tahun.

Pemberlakuan aturan baru ini dimaksudkan untuk mendorong masyarakat berperan serta dalam kegiatan ekonomi dengan memberikan kemudahan dan kesederhanaan kepada pelaku UMKM dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Dengan penerapan tarif baru ini maka beban pajak yang ditanggung oleh pelaku UMKM menjadi lebih kecil, sehingga pelaku UMKM memiliki kemampuan ekonomi yang lebih besar untuk mengembangkan usaha dan melakukan investasi.

Selain itu, kebijakan ini diharapkan mampu memberikan waktu bagi pelaku UMKM untuk mempersiapkan diri sebelum WP tersebut melaksanakan hak dan kewajiban pajak secara umum sesuai dengan ketentuan UU Pajak Penghasilan. Kebijakan ini juga memberikan keadilan kepada pelaku UMKM yang telah mampu melakukan pembukuan, sehingga wajib pajak dapat memilih untuk dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umum Undang-undang Pajak Penghasilan.

Sederhananya, semua transaksi penjualan per bulan bisnis Anda harus dijumlahkan terlebih dahulu dan dikalikan 0,5%. Pada tanggal 15 bulan berikutnya, Anda harus membayar PPh Final ke kas negara.

Setelah membayarnya, Anda akan mendapatkan bukti bayar pajak atau NTPN (Nomor Transaksi Penerimaan Negara).

Rumus PPh Pajak UMKM

  •  rumus untuk mencari Penghasilan Kena Pajak WP OP adalah :

Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Neto – PTKP

  • rumus untuk mencari PPh Terutang adalah :

PPh Terutang = Penghasilan Kena Pajak x Tarif PPh Pasal 17

  • rumus pajak perusahaan (WP) Badan dalam hal ini UKM adalah :

PPh Badan = Penghasilan Kena Pajak x Tarif PPh Badan

Jika untuk PPh Badan UMKM/UKM dengan tarif PPh Final ada beberapa cara penghitungan, yakni :

Mekanisme PPh OP secara Umum, PPh Final PP 23/2018, dan mekanisme Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN).

Sebagai contoh, Bapak Rudi sebagai WP Orang Pribadi memiliki omzet usaha per bulan sebesar Rp. 30.000.000 di bulan September 2019. Maka pada tanggal 15 Oktober 2019, Bapak Rudi wajib menyetorkan PPh Final terutang sebesar Rp. 150.000 (Rp. 30.000.000 x 0,5%).

Referensi:

https://money.kompas.com/read/2021/03/26/153202726/apa-itu-umkm-pengertian-kriteria-dan-contohnya?page=all

https://www.jurnal.id/id/blog/ketahui-pajak-dan-tarif-pph-buat-pelaku-umkm/

https://www.pajak.go.id/pemerintah-turunkan-tarif-pph-final-umkm-jadi-05

https://klikpajak.id/blog/perhitungan/pajak-umkm-tarif-cara-hitung-bayar-dan-lapor-spt-pajaknya/

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *