Menu
in ,

Tertutup Celah Penghindaran Pajak, WP Bisa Gunakan PPS

Pajak.comBali – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta agar Wajib Pajak (WP) yang memiliki harta di luar negeri dan belum mengungkapkan harta seluruhnya bisa memanfaatkan Program Pengungkapan Sukarela (PPS), karena celah penghindaran pajak di luar negeri semakin tertutup berkat aturan perpajakan internasional yang semakin lengkap.

Wajib Pajak yang dimaksud adalah untuk peserta Tax Amnesty 2016 yang belum mengungkapkan harta sepenuhnya bisa mengikuti PPS kebijakan satu, dan Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) yang belum mengungkapkan harta dari penghasilan tahun 2016–2020 bisa ikut PPS kebijakan dua. Untuk diingat, periode PPS berlangsung hanya enam bulan yakni pada 1 Januari–30 Juni 2022.

Adapun kebijakan mengenai PPS dan pajak internasional ini sama-sama termaktub dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

“Pajak internasional ini sangat penting. Saya berharap Wajib Pajak bisa memanfaatkan PPS, karena sekarang ini sudah semakin lengkap aturan di level internasional,” kata Sri Mulyani dalam acara Kick Off Sosialisasi UU HPP, di Nusa Dua, Bali, Jumat (19/11).

Dia mengemukakan, bahwa COVID-19 yang berdampak kepada perekonomian di hampir seluruh negara membuat mereka kompak bekerja sama, terutama dalam hal penagihan pajak.

“Jangan lupa, semua negara sedang berburu pajak. Semua negara kena Covid-19, mereka defisitnya naik tinggi sekali sehingga mereka harus menyehatkan APBN-nya juga. Jadi sekarang banyak negara bersama-sama menghilangkan tax evasion atau tax avoidance,” jelasnya.

Adanya kebijakan mengenai asistensi penagihan pajak secara global ini memungkinkan negara lain meminta Indonesia untuk menagihkan pajak warganya yang berada di dalam negeri. Hal ini pun berlaku sebaliknya.

“Kita bisa minta negara lain menagihkan pajak, kalau kita tahu ini adalah WP kita, atau kita diminta negara lain untuk menagihkan pajak warganya kalau ada di Indonesia,” imbuhnya.

Asistensi penagihan pajak ini merupakan bagian dari konsensus pemajakan global, di mana pemerintah berwenang untuk membentuk atau melaksanakan perjanjian perpajakan dengan negara mitra baik secara bilateral maupun multilateral.

Selain untuk membantu penagihan pajak, konsensus pemajakan global juga bertujuan untuk penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak, pencegahan penggerusan basis pemajakan serta pergeseran laba, dan pertukaran informasi perpajakan.

“Sekarang ini ada yurisdiksi yang pajaknya mendekati 0 persen, even negara seperti Eropa, AS itu merasakan WP-nya pergi ke yurisdiksi yang tarifnya sangat rendah, sehingga dilakukan kebijakan-kebijakan itu. Ini yang dilakukan pada level global karena semua negara sekarang sepakat kita enggak boleh saling ambil haknya pajak negara lain,” tegasnya.

Untuk itu, sekali lagi ia mengimbau agar WP dapat mengikuti PPS di kebijakan satu atau pun kebijakan dua karena celah penghindaran pajak semakin tertutup. Pasalnya, setelah PPS berakhir otoritas pajak akan melakukan law enforcement dan apabila terdapat temuan harta baru yang tidak diungkap sepenuhnya dalam Surat Pernyataan Harta (SPH).

“Jadi Ibu dan Bapak sekalian dilihat lagi laporan pajaknya, kalau masih ada harta atau bagian masuk dalam 2015 ke belakang, masuk ke dalam PPS kebijakan 1. kalau ada kewajiban 2016-2020 bisa ikut dalam PPS kebijakan 2,” tandasnya.

Ia juga berharap WP menghindari ikut PPS di akhir masa berlakunya program ini, agar sistem yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tidak kelebihan kapasitas sehingga proses PPS tersendat.

“PPS yang berjalan hanya enam bulan ini dengan tarif yang sama, sehingga tidak perlu menunggu ikut sampai tanggal 29 Juni. Karena nanti setelah ragu-ragu mau ikut atau enggak, (lalu ikut di akhir) sistemnya malah jammed,” tutupnya.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version