Tagihan PBB PT Sritex Capai Rp 1 M, Pemkab Sukoharjo Tetap Lakukan Penagihan Meski Pabrik Tutup
Pajak.com, Sukoharjo – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sukoharjo memastikan tagihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dari aset PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) tetap harus dibayar meski perusahaan tekstil tersebut telah tutup sejak 1 Maret 2025. PBB yang mencapai sekitar Rp1 miliar per tahun akan ditagih kepada kurator atau calon investor yang mengelola aset pabrik di Kelurahan Jetis dan Banmati, Sukoharjo, Jawa Tengah.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan, Pendapatan, dan Aset Daerah (BPKPAD) Sukoharjo Richard Tri Handoko mengungkapkan, kewajiban PBB Sritex tidak terhapus meski perusahaan telah pailit.
“PBB tetap wajib dibayarkan setiap tahun, jika tidak dibayar maka akan menjadi piutang,” katanya dikutip dari Kr Jogja, Rabu (5/3).
Richard juga menjelaskan bahwa pihaknya akan melakukan penagihan kepada kurator atau calon investor yang mengambil alih aset Sritex. “PBB tahun ini tetap akan ditagih, tetapi kami harus menunggu situasi lebih kondusif. Belum ada kepastian siapa penyewa asetnya dan siapa yang akan bertanggung jawab membayar PBB,” tegasnya.
Sritex selama ini berkontribusi besar dalam pembayaran PBB, mencapai sekitar Rp1 miliar setiap tahun. Aset perusahaan yang tersebar di Jetis dan Banmati meliputi lahan serta bangunan pabrik dengan nilai pajak yang cukup besar. Richard juga menyebut, kontribusi perusahaan tekstil raksasa ini terhadap penerimaan pajak daerah sangat signifikan, tidak hanya dari PBB, tetapi juga pajak penerangan jalan umum (PJU), pajak air, dan pajak lainnya.
Dampak Pailitnya Sritex Terhadap Penerimaan Pajak
Pailitnya Sritex tidak hanya berdampak pada ribuan tenaga kerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), tetapi juga berpotensi mengurangi penerimaan PBB Sukoharjo hingga Rp1 miliar. Kondisi ini dapat berimbas pada penerimaan pajak daerah secara keseluruhan, terutama jika aset pabrik tersebut tidak segera disewakan atau dijual kepada pihak baru.
Kepala Bidang Pendapatan I BPKPAD Sukoharjo Asmaji Budi Prayogo menyebut, PBB Sritex untuk tahun 2024 telah dilunasi, tetapi pembayaran PBB tahun 2025 masih belum ada kepastian. “Kami akan terus memantau perkembangan ini. Jika dibiarkan berlarut-larut, ini bisa berdampak besar pada penerimaan daerah,” ujar Asmaji.
Camat Sukoharjo Kota Havid Danang Purnomo Widodo mengemukakan Kelurahan Jetis dan Banmati merupakan dua wilayah yang menjadi lokasi berdirinya pabrik Sritex. Kedua wilayah ini berkontribusi besar dalam penerimaan PBB, dengan Kelurahan Jetis menyumbang hampir Rp800 juta dan Kelurahan Banmati sekitar Rp300 juta.
“Dalam beberapa waktu mendatang, kami akan berkoordinasi dengan pihak kurator dan calon investor untuk memastikan kewajiban PBB ini tetap terbayarkan,” kata Havid. Pemkab Sukoharjo berharap, koordinasi dengan pihak terkait dapat menghasilkan solusi terbaik, baik untuk kepastian hukum maupun stabilitas penerimaan pajak daerah.
Sebelumnya diberitakan bahwa karyawan Sritex dipastikan dapat kembali bekerja dengan skema baru, setelah ada investor baru yang siap mengoperasikan pabrik. Selain itu, para pekerja yang terkena PHK juga tetap akan mendapatkan hak-hak mereka, termasuk Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Perwakilan kurator Sritex Nurma Sedikin menjelaskan bahwa investor baru akan masuk dengan sistem sewa alat berat dan mesin. “Kami sudah berkomunikasi dengan beberapa investor, dan dalam waktu dekat akan diputuskan siapa yang menyewa aset Sritex untuk melanjutkan operasional pabrik,” ungkap Nurma.
Namun, Nurma juga menegaskan bahwa sistem sewa ini bersifat sementara. Dalam jangka panjang, aset Sritex akan dilelang, dan keputusan mengenai pemilik baru akan ditentukan melalui proses lelang. Tentu, hal ini akan memengaruhi masa depan pekerja dan operasional pabrik ke depannya.
Comments