Menu
in ,

Stakeholders Bisa Beri Masukan Aturan Pelaksana UU HPP

Pajak.com, Bali – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengajak stakeholders untuk memberi masukan dalam penyusunan 43 aturan pelaksana Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan Nomor 7 Tahun 2021 (UU HPP). Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan, 43 aturan pelaksana UU HPP itu terdiri dari 8 peraturan pemerintah (PP) dan 35 Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

“UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan ini disusun dengan sedemikian rupa, dengan diskusi, dengar pendapat, masukan, dan paling tidak keputusan politik diambil di sana. Tidak sendirian, kami pemerintah, dengan persetujuan DPR merupakan satu hal yang meletakkan undang-undang ini sebagai kewajiban pemenuhan penerimaan perpajakan. Kami berharap setelah forum ini ada masukan-masukan, ide, insight, bagaimana UU HPP dapat diimplementasikan sesederhana mungkin, mudah, dan memberikan manfaat yang lebih,” jelas Suryo dalam acara Kick Off Sosialisasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, di Nusa Dua, Bali, pada (19/11).

Ia juga menekankan bahwa UU HPP tidak hanya berisi ketentuan formal namun juga ketentuan material, seperti pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), cukai, pajak karbon, dan program Pengungkapan Aset Sukarela (PAS).

“Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan merupakan puzzle untuk kami melakukan konsolidasi kebijakan-kebijakan terkait perpajakan. Terutama program Pengungkapan Aset Sukarela, karena ini merupakan suatu forum, suatu media untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak secara sukarela ke depannya,” kata Suryo.

Di kesempatan yang sama, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Arsjad Rasjid memastikan, pihaknya sangat terbuka untuk mendiskusikan implementasi UU HPP. KADIN Indonesia juga berkomitmen membantu pemerintah dalam mensosialisasikan aturan yang disahkan Presiden Jokowi pada 29 Oktober 2021 ini.

“Kami melihat dengan adanya UU HPP ini bagaimana melakukan sosialisasi bersama. KADIN dan asosiasi pelaku usaha lainnya, seperti APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia) sebenarnya sudah bergerak melakukan sosialisasi UU HPP. Kegiatan untuk menciptakan pemahaman atas UU HPP di kalangan pengusaha dan seluruh himpunan pelaku usaha sangat penting dilakukan. Pengusaha di Indonesia harus melihat ini (UU HPP) sebagai UU masa kini dan masa depan. Untuk masa kini dilakukan berbagai penyederhanaan kebijakan perpajakan agar lebih mudah dimengerti,” kata Arsjad.

Ia menilai, COVID-19 telah melahirkan perang kesehatan dan ekonomi, sehingga semua elemen bangsa harus bersatu untuk melawannya.

“UU HPP merupakan salah satu tools untuk melawan perang tersebut. Kita sebagai bangsa harus bersatu. Bersatu ini bagaimana kita sebagai bangsa jangan saling curiga, jangan sampai tidak ada trust diantara kita. Kita sebagai pengusaha, pemerintah, dan stakeholders harus melihat ini, harus mendiskusikannya. Jangan melihat dari sisi negatif tapi positifnya,” jelas Arsjad.

Hal senada juga diungkapkan Ketua Komisi XI DPR Dito Ganinduto. Menurutnya, UU HPP adalah hasil kolaborasi semua pemangku kepentingan karena telah melibatkan asosiasi, akademisi, organisasi pendidikan dan kesehatan, dan elemen masyarakat lainnya. Maka dari itu, segala implementasinya juga harus melibatkan seluruh pihak.

“Setelah UU HPP ini disahkan, DPR berkomitmen untuk terus mengawal reformasi yang dilakukan pemerintah dan terus bekerja sama dalam pelaksanaan dan pengawasan UU HPP, sehingga tujuan pembentukan UU untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dapat tercapai,” kata Dito.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version