Sri Mulyani Curhat ke DPR: Tahun 2024 Sangat Berat Kumpulkan Penerimaan Pajak
Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa tahun 2024 merupakan tahun terberat untuk mengumpulkan penerimaan pajak. Hal tersebut ia sampaikan dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Jakarta pada Rabu (13/11).
“Tahun ini memang tahun yang sangat berat dengan pertumbuhan pajak kita negatif,” jelas Sri Mulyani.
Sri Mulyani juga menjelaskan bahwa kendala dalam penerimaan negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk penurunan harga komoditas utama seperti minyak dan batu bara. “Dengan pertumbuhan pajak kita negatif karena tadi harga-harga dari CPO (crude palm oil) tadinya kemudian juga dari batu bara mengalami penurunan,” jelasnya.
Kesulitan tersebut, kata Sri Mulyani, tecermin dalam realisasi penerimaan pajak hingga Oktober 2024 yang melanjutkan tren kontraksi sebesar 0,4 persen year on year (yoy) menjadi Rp 1.517,5 triliun dibandingkan periode yang sama pada tahun 2023 yang sebesar Rp 1.523,9 triliun.
“Pertumbuhan penerimaan pajak kita masih negatif meskipun sangat tipis yaitu 0,4 persen dibandingkan tahun lalu di mana akhir Oktober posisi kita Rp 1.523 triliun,” imbuh Sri Mulyani.
Realisasi penerimaan pajak tersebut terdiri dari pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) yang mencatatkan kinerja positif. Penerimaan PPN dan PPnBM per Oktober 2024 mencapai Rp 620,42 triliun. Capaian tersebut sekitar 76,47 persen dari target 2024, dengan pertumbuhan bruto sekitar 7,87 persen.
Sejalan dengan hal tersebut, penerimaan bruto pajak bumi dan bangunan (PBB) serta pajak lainnya membaik, didorong oleh peningkatan pembayaran PBB migas. Hingga akhir Oktober 2024, realisasi penerimaan PBB dan pajak lainnya mencapai Rp 32,65 triliun, atau setara dengan 86,52 persen dari target 2024, dengan pertumbuhan bruto sebesar 12,81 persen.
Sementara itu, realisasi penerimaan dari pajak penghasilan (PPh) non-migas terkontraksi 0,34 persen. Menurut Sri Mulyani, penurunan ini membaik dibanding periode Agustus 2024 karena peningkatan penerimaan bruto dari sektor pertambangan dan penurunan restitusi. Hingga akhir Oktober, PPh non-migas tercatat sebesar Rp 810,76 triliun, atau sekitar 76,24 persen dari target.
Selanjutnya, PPh migas juga terkontraksi sebesar 8,97 persen, akibat penurunan lifting minyak bumi. Penerimaan PPh migas mencapai Rp 53,70 triliun atau sekitar 70,31 persen dari target.
Kendati demikian, pemerintah masih harus mengejar target penerimaan negara pada 2024. Hingga Oktober 2024, penerimaan negara mencapai Rp 2.247,5 triliun atau 80,2 persen dari target tahunan sebesar Rp 2.802,3 triliun. Capaian ini hanya tumbuh tipis sebesar 0,3 persen dibandingkan tahun 2023 yang berada di posisi Rp 2.240,5 triliun.
“Pendapatan negara kita sudah mencapai 80,2 persen dari total target tahun ini, dan masih ada 20 persen lagi yang harus dicapai dalam waktu dua bulan,” jelasnya.
Comments