Menu
in ,

Regulasi Pajak Diterbitkan untuk Dukung Dunia Usaha

Regulasi Pajak Diterbitkan untuk Dukung Dunia Usaha

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara memastikan bahwa regulasi pajak diterbitkan untuk mendukung dunia usaha dan Wajib Pajak, bukan demi meraih penerimaan semata. Sebab pemerintah yakin pemulihan ekonomi nasional dapat terwujud jika dunia usaha dapat kembali tumbuh, adapun regulasi pajak yang telah diterbitkan, antara lain beragam insentif perpajakan, Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP), dan sebagainya.

“Kami menggunakan kebijakan pajak untuk menghadapi pandemi, dengan relaksasi kita gunakan insentif untuk semua barang-barang kesehatan. Misalnya, dari impor dan juga terkait pendapatan dari pajak impor. Di sini kami meyakinkan bahwa kami gunakan regulasi pajak bukan untuk mendapatkan keuntungan, bahwa untuk mendukung untuk mendorong para pelaku usaha, para Wajib Pajak,” jelas pria yang hangat disapa Sua ini dalam webinar International Tax Conference, pada (12/10).

Sua pun memastikan, dalam mendesain regulasi perpajakan, pemerintah telah menyesuaikan dengan kondisi masyarakat. Saat ini pemerintah melihat adanya pertumbuhan jumlah masyarakat kelas menengah ke atas yang akan berdampak positif bagi penerimaan perpajakan. Kini Indonesia juga sudah memasuki periode bonus demografi. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2020 menunjukan terjadi kenaikan penduduk usia produktif. Proporsi penduduk usia muda yaitu 0-14 tahun mengalami penurunan dari 44,12 persen pada tahun 1971 menjadi 23,33 persen pada tahun 2020. Dalam periode yang sama, penduduk usia kerja 15-64 tahun meningkat dari 53,39 persen menjadi 70,72 persen.

“Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mereformasi struktur pajak, tidak hanya tentang mendapatkan lebih banyak pendapatan (penerimaan pajak), ini juga tentang masyarakat kelas menengah yang sedang bertumbuh, menciptakan keadilan untuk pembangunan Indonesia. Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan bertujuan untuk mereformasi pajak, membangun Indonesia. DPR pun sudah menyetujui undang-undang tersebut karena sangat penting untuk diberlakukan dan diimplementasikan,” kata Sua.

Di sisi lain, untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045 dibutuhkan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang memadai. APBN harus menjalankan fungsinya sebagai alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Dalam fungsi distribusi, APBN dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan publik yang dapat didanai oleh pajak dari penduduk kelas menengah ke atas, sehingga membantu masyarakat miskin dan rentan.

“Dibutuhkan penerimaan perpajakan yang besar agar pemerintah dapat meningkatkan kesejahteraan. APBN diupayakan untuk mampu melakukan distribusi berbasis pendapatan, mewujudkan stabilisasi dan pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.

Sua mengungkapkan, Indonesia menjadi bagian dari negara di dunia yang menggunakan instrumen pajak sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi setelah pandemi COVID-19. Indonesia juga sebagai salah satu negara yang justru memberikan insentif pajak ke dunia usaha di tengah krisis.

“Dan ini (insentif pajak) jadi satu perbedaan cara dari banyak negara untuk pulih. Insentif pajak yang diberikan tak hanya spesifik karena dampak dari pandemi COVID-19 tapi secara berkelanjutan pascapandemi,” kata Sua.

Hal senada juga diungkapkan Ketua Dewan Pengurus Nasional Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Mardiasmo. Bahkan menurutnya, Indonesia merupakan satu-satunya anggota Group of Twenty (G20) di Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) yang mendukung percepatan pemulihan ekonomi berkelanjutan. Komitmen itu tertuang dalam visi Indonesia Emas 2045.

“Selain ekonomi berkelanjutan, agenda pajak di Indonesia juga menjadi kunci pemulihan karena instrumen fiskal telah memainkan peran penting untuk terus menavigasi negara agar mampu menghadapi krisis COVID-19. Pemerintah tengah menjabarkannya dalam berbagai skema insentif pajak dan pelonggaran, hingga regulasi baru seperti Undang-Undang Cipta Kerja dan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan,” kata Mardiasmo.

Selain itu, menurutnya, saat ini Indonesia mendapatkan peluang pertumbuhan dari new economy yang mampu mendorong penerimaan pajak, salah satunya dari sektor teknologi dan informasi. Di sisi lain, new form of technology menghadirkan pula tantangan baru, khususnya soal regulasi pajak digital yang belum rampung dibahas oleh G20/OECD.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version