Realisasi Penerimaan Pajak Indonesia Capai Rp 1.517,53 Triliun per Oktober 2024
Pajak.com, Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan bahwa realisasi penerimaan pajak Indonesia per Oktober 2024 mencapai Rp 1.517,53 triliun. Capaian tersebut masih jauh dari target penerimaan pajak tahun 2024 yang telah ditentukan pemerintah, yakni sebesar Rp 1.988,9 triliun.
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anggito Abimanyu menjelaskan bahwa nilai tersebut setara dengan 76,3 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024.
“Dari sisi perpajakan mencapai Rp 1.517,53 triliun, itu 76,3 persen dari target, yang cukup menggembirakan adalah posisi perbaikan ini sudah terjadi dalam 2 bulan terakhir, alhamdulillah ini berlanjut di bulan Oktober,” jelas Anggito dalam konferensi pers APBN Kita pada Jumat (8/11).
Kemenkeu mengklaim, penerimaan pajak secara bruto dan neto semakin mengalami perbaikan dalam empat bulan terakhir. Tren positif ini diproyeksikan akan berlanjut sampai akhir tahun.
Dalam kesempatan tersebut, Anggito merinci realisasi penerimaan pajak tersebut terdiri dari pajak pertambahan nilai (PPN) dan penjualan barang mewah (PPnBM) yang mencatatkan kinerja positif. Penerimaan PPN dan PPnBM per Oktober 2024 mencapai Rp 620,42 triliun. Capaian tersebut sekitar 76,47 persen dari target 2024, dengan pertumbuhan bruto sekitar 7,87 persen.
Dalam paparannya, Anggito menjelaskan bahwa pertumbuhan PPN dan PPnBM yang baik sejalan dengan terjaganya konsumsi dalam negeri baik dari domestik maupun impor.
Sejalan dengan hal tersebut, penerimaan bruto pajak bumi dan bangunan (PBB) dan pajak lainnya membaik dipengaruhi peningkatan pembayaran PBB migas. Hingga akhir Oktober 2024, realisasi penerimaan PBB dan pajak lainnya mencapai Rp 32,65 triliun, atau setara dengan 86,52 persen dari target 2024, dengan pertumbuhan bruto sebesar 12,81 persen.
“Sementara yang lain tetap hijau, PPN dan PPnBM maupun PBB dan pajak lainnya,” jelas Anggito.
Sedangkan, realisasi penerimaan dari pajak penghasilan (PPh) non-migas terkontraksi 0,34 persen. Menurutnya, penurunan ini tercatat membaik dibanding periode Agustus 2024, karena peningkatan penerimaan bruto dari sektor pertambangan dan menurunnya restitusi. Hingga akhir Oktober, PPh non-migas tercatat sebesar Rp 810,76 triliun, atau sekitar 76,24 persen dari target.
Selanjutnya, PPh migas juga terkontraksi sebesar 8,97 persen, hal ini diakibatkan oleh penurunan lifting minyak bumi. Penerimaan PPh migas mencapai Rp 53,70 triliun atau sekitar 70,31 persen dari target.
“Untuk PPh migas itu memang turun 8,97 persen, tapi itu adalah kumulatif dari Januari hingga Oktober. Kalau secara bulanan positif, tapi kalau kumulatif masih merah,” jelasnya.
Comments