Menu
in ,

Realisasi Penerimaan Pajak Capai 55,8 Persen

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan, penerimaan pajak dari Januari 2022 hingga Mei 2022 tumbuh positif, yakni tercatat sebesar Rp 705,82 triliun atau realisasinya mencapai 55,8 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 1.265 triliun. Pencapaian penerimaan ini tumbuh 53,58 persen bila dibandingkan dengan periode sama di 2021.

“Ini kenaikan yang luar biasa dari tahun lalu. Tahun lalu sudah naik, tahun ini lebih naik lagi. Ada tiga kontributor utama pada penerimaan pajak, harga komoditas, pertumbuhan dan pemulihan ekonomi yang kuat, dan tahun lalu insentif pajak yang telah diberikan, tahun ini sudah mulai ditarik karena sektor ekonomi mulai pulih kembali. Artinya, penerimaan yang meningkat juga karena pertumbuhan ekonomi yang ekspansif dan tingkat permintaan yang terus membaik, baik dari dalam maupun luar negeri. Kalau dilihat konsumsi rumah tangga, investasi, maupun ekspor memberi kontribusi terhadap penerimaan pajak kita,” ungkap Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa (Kinerja dan Fakta), yang disiarkan secara virtual (23/6).

Ia memerinci, penerimaan ditopang oleh Pajak Penghasilan (PPh) nonmigas (minyak dan gas) sebesar Rp 418,70 triliun (66,09 persen) dari target; Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar Rp 247,82 triliun (44,70 persen); Pajak Bumi Bangunan (PBB); pajak lainnya Rp 3,26 triliun (10,97 persen); PPh migas sebesar Rp 36,04 triliun (76,18 persen).

Adapun PPh, dielaborasi meliputi PPh 21 pajak karyawan dan tenaga kerja berkontribusi 11,2 persen, capaian ini tumbuh 22,4 persen dibanding tahun lalu 4,3 persen. Lalu. PPh 22 Impor berkontribusi 4,3 persen, dengan pertumbuhan 207,5. Sementara, pajak orang pribadi berkontribusi sebesar 1,2 persen atau tumbuh 8,6 persen, sedangkan PPh badan yang berkontribusi 27 persen dengan pertumbuhan 127,5 persen. Selanjutnya, PPh 26 berkontribusi sebesar 3,6 persen atau tumbuh mencapai 22,8 persen, sementara PPh final berkontribusi sebesar 7,6 persen dengan pertumbuhan 16,3 persen.

Untuk jenis PPN, ada PPN dalam negeri yang berkontribusi sebesar 19,6 persen dengan pertumbuhan 34,3 persen dan PPN impor berkontribusi sebesar 14,2 persen atau tumbuh 43,8 persen.

Bila dilihat dari sektornya, industri pengolahan menjadi sektor yang paling berkontribusi pada penerimaan pajak, yakni mencapai 30,1 persen dengan pertumbuhan mencapai 50,7 persen. Sementara sektor dengan pertumbuhan paling tinggi, yakni pertambangan yang tumbuh 296,3 persen dengan kontribusi sebesar 10,1 persen.

Kendati demikian, Sri Mulyani mengingatkan, Indonesia tidak boleh terlena dengan pertumbuhan penerimaan pajak yang positif itu. Pasalnya, pertumbuhan penerimaan tidak akan melulu tinggi karena melihat kondisi global. Hal ini terlihat dari pertumbuhan bruto penerimaan pajak pada bulan Mei 2022 yang tercatat 43,5 persen atau lebih rendah dari 60,1 persen pada bulan sebelumnya.

“Kita jangan terlena dan jangan terus berasumsi penerimaan pajak akan terus menerus dalam kondisi yang tinggi maupun double digit. Kita tetap harus berusaha,” ujarnya.

Selain realisasi penerimaan pajak yang gemilang, kinerja bea dan cukai juga mencatatkan pertumbuhan positif. Hingga akhir Mei 2022, realisasi bea dan cukai sebesar Rp 140,3 triliun atau telah mencapai 57,3 persen terhadap target APBN 2022. Sri Mulyani mengungkapkan, kinerja penerimaan bea dan cukai tumbuh 41,3 persen didorong oleh bea masuk yang mencatatkan pertumbuhan 32,5 persen. Hal itu ditopang oleh kontribusi sektor perdagangan dan pengolahan, sebagai dampak membaiknya ekonomi nasional.

“Selanjutnya, kinerja bea keluar tumbuh 54,5 persen didorong tingginya harga sekaligus meningkatnya volume ekspor tembaga. Selain itu, bea keluar CPO (Crude Palm Oil) tumbuh didukung tarif bea keluar maksimal serta pengenaan bea keluar pada produk turunannya. Sementara cukai tumbuh 41,1 persen dipengaruhi efektivitas kebijakan cukai dan pengawasan, serta membaiknya sektor perhotelan dan pariwisata akibat relaksasi PPKM,” kata Sri Mulyani.

Komponen penerimaan negara lainnya, yakni realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sampai dengan akhir Mei 2022 mencapai Rp 224,1 triliun atau 66,8 persen dari target PBN 2022. Pencapaian ini didukung peningkatan semua komponen PNBP, kecuali Badan Layanan Umum (BLU).

“PNBP SDA (Sumber Daya Alam) migas tumbuh 98,1 persen didorong kenaikan ICP (Indonesian Crude Price), PNBP SDA nonmigas tumbuh 105,3 persen didukung kenaikan harga minerba (mineral dan batu bara), pendapatan kekayaan negara dipisahkan tumbuh 64,7 persen akibat adanya kenaikan setoran dividen BUMN (Badan Usaha Milik Negara) terutama dari himbara, PNBP lainya tumbuh 15,5 persen antara lain disebabkan oleh penjualan hasil tambang, pendapatan denda dan kompensasi DMO (Domestic Market Obligation) batu bara, serta peningkatan layanan pada kementerian/lembaga),” urai Sri Mulyani.

Dengan demikian, hingga akhir Mei 2022, realisasi pendapatan negara tercatat mencapai Rp 1.070,4 triliun atau 58 persen terhadap target pada APBN 2022 Rp 1.846,1 triliun.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version