PMK 72/2023 Beri Kepastian Hukum Penghitungan Penyusutan atas Biaya Perbaikan Harta Berwujud Bukan Bangunan
Dalam rangka beri kepastian hukum, keadilan, dan kemudahan dalam penghitungan penyusutan harta berwujud dan/atau amortisasi harta tak berwujud untuk keperluan perpajakan serta selaras dengan program simplifikasi regulasi, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72 Tahun 2023 tentang Penyusutan Harta Berwujud dan/atau Amortisasi Harta Tak Berwujud (PMK 72/2023) sebagai aturan pelaksana dari Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Berlakunya PMK 72/2023 sejak 17 Juli 2023 ini sekaligus mencabut tiga PMK sebelumnya yang terkait dengan penyusutan dan amortisasi, yaitu:
- PMK 248/PMK.03/2008 tentang Amortisasi atas Pengeluaran untuk Memperoleh Harta Tak dan Pengeluaran Lainnya untuk Bidang Usaha Tertentu;
- PMK 249/PMK.03/2008 sebagaimana telah diubah dengan PMK 126/PMK.011/2012 tentang Penyusutan atas Pengeluaran untuk Memperoleh Harta Berwujud yang Dimiliki dan Digunakan dalam Bidang Usaha Tertentu; dan
- PMK 96/PMK.03/2009 tentang Jenis-jenis Harta yang Termasuk dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan untuk Keperluan Penyusutan.
Salah satu poin penting dalam PMK 72/2023 adalah penegasan mengenai penyusutan atas biaya perbaikan harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana tercantum dalam Pasal 7 PMK 72/2023. Menurut Pasal 7 PMK 72/2023, biaya perbaikan atas harta berwujud dengan masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun diklasifikasi menjadi 2 (dua) jenis yaitu biaya perbaikan yang tidak menambah masa manfaat harta berwujud yang diperbaiki (Pasal 7 ayat 3) dan biaya perbaikan yang menambah masa manfaat harta berwujud yang diperbaiki (Pasal 7 Ayat 4). Biaya perbaikan ini kemudian dikapitalisasi pada nilai sisa buku fiskal harta berwujud terkait.
Sebagaimana dijelaskan dalam Lampiran PMK 72/2023, pengeluaran yang dikapitalisasi adalah biaya yang timbul setelah perolehan awal harta berwujud dan memberikan manfaat ekonomis di masa mendatang, baik dalam bentuk kapasitas, mutu produksi, peningkatan standar kinerja, atau perpanjangan masa manfaat. Biaya perbaikan atas harta berwujud dikapitalisasi ke dalam nilai sisa buku fiskal harta berwujud yang bersangkutan. Namun, jika pengeluaran tersebut adalah untuk perawatan rutin yang dilakukan 1 (satu) kali atau lebih setiap tahun, seperti biaya service rutin tahunan mobil, maka pengeluaran tersebut tidak dikategorikan sebagai biaya perbaikan yang dikapitalisasi.
Untuk memberikan gambaran mengenai biaya perbaikan harta berwujud yang menambah masa manfaat harta berwujud yang diperbaiki dan yang tidak, terdapat contoh ilustrasi yang disajikan dalam Lampiran PMK 72/2023 sebagai berikut:
- Perbaikan yang tidak menambah masa manfaat harta berwujud yang diperbaiki
Contoh:
Pengeluaran untuk pembelian sebuah perahu sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) pada bulan Oktober 2023. Perahu tersebut termasuk dalam kelompok 2 (dua) yang memiliki masa manfaat 8 (delapan) tahun secara fiskal. Untuk menambah kecepatan perahu, langsung dilakukan penambahan mesin inboard dan mesin outboard dengan jumlah pengeluaran sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Atas penambahan mesin tersebut tidak menambah masa manfaat perahu. Biaya penambahan mesin tersebut dikapitalisasi pada perahu dan disusutkan sesuai masa manfaat perahu.
Tahun | Proporsional | Tarif | Penyusutan | Nilai Sisa Buku |
Harga Perolehan | 500.000.000 | |||
Biaya Perbaikan | + 100.000.000 | |||
600.000.000 | ||||
2023 | 3/12 | 12,5% | 18.750.000 | 581.250.000 |
2024 | 12,5% | 75.000.000 | 506.250.000 | |
2025 | 12,5% | 75.000.000 | 431.250.000 | |
2026 | 12,5% | 75.000.000 | 356.250.000 | |
2027 | 12,5% | 75.000.000 | 281.250.000 | |
2028 | 12,5% | 75.000.000 | 206.250.000 | |
2029 | 12,5% | 75.000.000 | 131.250.000 | |
2030 | 12,5% | 75.000.000 | 56.250.000 | |
2031 | 9/12 | 12,5% | 56.250.000 | 0 |
Berdasarkan ilustrasi nomor 1, biaya perbaikan perahu berupa penambahan mesin inboard dan mesin outboard mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dan memberikan manfaat ekonomis di masa mendatang. Namun demikian, pengeluaran atas perbaikan perahu tersebut hanya meningkatkan kecepatan perahu tanpa memperpanjang masa manfaatnya, sehingga penambahan mesin tidak menambah masa manfaat perahu. Meskipun tidak menambah masa manfaat, biaya penambahan mesin tersebut tetap dikapitalisasi dan disusutkan sesuai dengan masa manfaat perahu.
- Perbaikan yang menambah masa manfaat harta berwujud yang diperbaiki
Contoh:
Pengeluaran untuk pembelian sebuah perahu sebesar Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) pada bulan Oktober 2020. Perahu tersebut termasuk dalam kelompok 2 (dua) yang memiliki masa manfaat 8 (delapan) tahun secara fiskal. Setelah digunakan 5 (lima) tahun, perahu tersebut dilakukan penggantian mesin sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Atas penggantian mesin tersebut menyebabkan perahu dapat digunakan 2 (dua) tahun lebih lama dari masa manfaat awal. Biaya penambahan mesin tersebut dikapitalisasi pada perahu dan disusutkan sesuai sisa masa manfaat perahu setelah diperbaiki, yaitu 5 (lima) tahun yang dihitung dari 3 (tiga) tahun sisa masa manfaat awal ditambah 2 (dua) tahun setelah diperbaiki
.
Tahun | Proporsional | Tarif | Penyusutan | Nilai Sisa Buku |
Harga Perolehan | 500.000.000 | |||
2020 | 3/12 | 12,5%* | 15.625.000 | 484.375.000 |
2021 | 12,5% | 62.500.000 | 421.875.000 | |
2022 | 12,5% | 62.500.000 | 359.375.000 | |
2023 | 12,5% | 62.500.000 | 296.875.000 | |
2024 | 12,5% | 62.500.000 | 234.375.000 | |
2025 | 9/12 | 12,5% | 46.875.000 | 187.500.000 |
Biaya perbaikan | + 100.000.000 | |||
287.500.000 | ||||
2025 | 3/12 | 20%** | 14.375.000 | 273.125.000 |
2026 | 20% | 57.500.000 | 215.625.000 | |
2027 | 20% | 57.500.000 | 158.125.000 | |
2028 | 20% | 57.500.000 | 100.625.000 | |
2029 | 20% | 57.500.000 | 43.125.000 | |
2030 | 9/12 | 20% | 43.125.000 | 0 |
*) tarif penyusutan untuk Kelompok 2 sesuai Pasal 11 ayat (6) UU PPh adalah sebesar 12,5% per tahun
**) penghitungan tarif penyusutan untuk masa manfaat 5 tahun sebagai berikut:
Tarif penyusutan = x 100% = 20% per tahun
Berdasarkan ilustrasi nomor 2, biaya perbaikan perahu berupa penggantian mesin mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dan menambah masa manfaat perahu yang diperbaiki. Biaya penggantian mesin tersebut dikapitalisasi dan disusutkan sesuai dengan sisa masa manfaat fiskal ditambah dengan masa manfaat akibat perbaikan.
Pada ilustrasi di atas, diketahui bahwa perahu tersebut termasuk dalam kelompok 2 (dua) yang memiliki masa manfaat 8 (delapan) tahun, dengan sisa masa manfaat fiskal 3 (tiga) tahun sebelum diperbaiki. Karena penggantian mesin tersebut menambah masa manfaat perahu selama 2 (dua) tahun, sisa masa manfaat fiskal perahu setelah diperbaiki bertambah menjadi 5 (lima) tahun.
Bagaimana perlakuan penghitungan penyusutan atas biaya perbaikan jika penggantian mesin tersebut menambah masa manfaat perahu selama 6 (enam) tahun? Berdasarkan Pasal 7 ayat (4) yang berbunyi:
“Jika perbaikan menambah masa manfaat, penghitungan penyusutan atas hasil penjumlahan dilakukan:
- sesuai sisa masa manfaat fiskal harta berwujud tersebut ditambah dengan tambahan masa manfaat akibat perbaikan; dan
- paling lama sesuai masa manfaat kelompok harta berwujud tersebut, ………….”
Atas perbaikan perahu berupa penggantian mesin yang menyebabkan perahu dapat digunakan 6 (enam) tahun lebih lama dari sisa masa manfaat sebelum diperbaiki, maka sisa masa manfaat bertambah menjadi 9 (sembilan) tahun. Berdasarkan ketentuan pada Pasal 7 ayat (4) huruf b PMK 72/2023, untuk menghitung biaya penyusutan fiskal, penambahan sisa masa manfaat fiskal harta berwujud dengan tambahan masa manfaat akibat perbaikan hanya dapat dihitung hingga batas maksimal masa manfaat kelompok harta berwujud tersebut. Sehingga, meskipun penggantian mesin tersebut menambah masa manfaat perahu selama 6 (enam) tahun, untuk tujuan perpajakan masa manfaat penyusutan perahu bukan 9 (sembilan) tahun tetapi menjadi 8 (delapan) tahun sesuai masa manfaat awal kelompok 2 (dua).
Dengan berlakunya PMK 72/2023 ini, diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan, serta meminimalisasi dan memitigasi sengketa pajak yang timbul, khususnya akibat perbedaan pengakuan atas biaya perbaikan harta berwujud bukan bangunan antara Direktorat Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak.
Pandangan dan opini dalam artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis dan tidak mencerminkan pandangan atau kebijakan PAJAK.COM.
Comments