Menu
in ,

Pengusaha: Insentif Pajak Belum Menolong Dunia Usaha

Pajak.com, Jakarta – Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Hariyadi Sukamdani menilai, selama ini insentif pajak yang diberikan pemerintah pusat dan daerah belum mampu menolong dunia usaha yang terdampak oleh Covid-19.

“Jadi insentif perpajakan ini terdiri dari pajak dari pemerintah pusat, yaitu pajak penghasilan (PPh) 25 dan PPh 21 untuk karyawan. Dapat kami sampaikan bahwa memang pemanfaatan insentif sudah banyak yang mengambil, tapi kami melihat untuk industri yang terdampak enggak banyak terpengaruh. Kalau ditanya apakah insentif pajak dapat menolong dunia usaha? Kalau untuk yang terdampak (Covid-19), ya tidak menolong,” kata Hariyadi dalam konferensi pers virtual, pada Rabu (21/7).

Kemudian, terkait dengan insentif PPh 25. Ia mengungkapkan, selama pandemi perusahaan harus tetap setor PPh 25 meski mengalami kerugian. Hal itu terjadi karena pemungutan PPh 25 diangsur setiap bulan, tetapi kerugian atau keuntungan usaha baru diketahui pada akhir tahun.

“Misalnya, perusahaan untungnya Rp 1,2 miliar tahun 2019, maka di tahun 2020 mereka harus mencicil perbulannya 1,2 miliar dibagi 12, yaitu Rp 100 juta. Nah, pada tahun lalu, PPh 25 itu diberikan keringanan bulanannya saja, enggak bayar Rp 100 juta, tapi bayar Rp 70 juta. Saat 31 Desember 2020, sebetulnya baru akan terlihat perusahaan itu untung atau rugi. PPh 25 kan prinsipnya kalau rugi enggak bayar, yang terjadi adalah kita lebih bayar. Katakanlah hotel yang ada di Bali. Jadi Rp 70 juta itu dikali 12 (bulan), masuk lebih bayar, padahal dia rugi,” jelas Presiden Direktur PT Hotel Sahid Jaya International Tbk ini.

Kemudian, pemerintah memberi kebijakan untuk penghasilan tidak kena pajak (PTKP) PPh 21 yang pada 2020 menjadi Rp 200 juta. Menurut Hariyadi, kebijakan itu tidak banyak menolong pengusaha. Sebab penghasilan karyawan di perusahaan yang terdampak Covid-19, tidak sampai berpenghasilan Rp 200 juta.

“Kalau Rp 200 juta per tahun, berarti penghasilannya per bulan Rp 16,7 juta. Jadi yang banyak menikmati itu perusahaan-perusahaan yang enggak terdampak, kira-kira begitu ilustrasinya,” tambahnya.

Sementara itu, insentif pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah juga dirasa tidak maksimal karena diberikan di akhir tahun saja. Selain itu, tak banyak pemerintah daerah yang memberikan insentif perpajakan.

“Perpajakan daerah berbeda-beda, ada yang memberi diskon pajak bumi dan bangunan (PBB), seperti Jakarta yang memberi diskon 20 persen tapi di ujung tahun, di bulan Desember. Yang artinya jadi tidak maksimal karena perusahaan sudah bayar pada waktu-waktu sebelumnya. Secara umum yang memberikan insentif jumlahnya masih sedikit dibandingkan yang tidak memberi insentif pajak,” kata Hariyadi.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Arsjad Rasjid menambahkan, kendati saat ini insentif pajak tidak menolong sektor yang terdampak, tetapi akan menyelamatkan bisnis dalam jangka panjang.

“Jangka panjangnya penting sekali khususnya untuk masalah pendataan. Karena data akan menjadi kunci ke depan. Kita sekarang jangan main salah-salahan terhadap perpajakan (kebijakan). Karena ujung-ujungnya kebijakan perpajakan untuk mendorong ekonomi lebih bergerak. Kami mengerti dunia usaha harus taat pajak, tetapi jangan memberatkan perusahaan, terutama untuk cash flow. Pajak ini sangat kritikal ke depannya untuk perusahaan,” jelas Arsjad.

Selain itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Elektronik (GABEL) Oki Wijaya menyoroti dari sisi implementasi kebijakan transfer pricing (TP) yang justru makin memberatkan pelaku usaha berorientasi ekspor di tengah pandemi.

“Kita setiap tahun diharuskan bikin TP-doc (transfer pricing documentation) tetapi enggak pernah beres, selalu dikatakan kurang bayar. Dalam situasi seperti ini saya rasa teman-teman di GABEL saat ini enggak ada yang melakukan PHK (pemutusan hubungan kerja),THR (tunjungan hari raya) dibayarkan. Jadi, itu yang kita coba bicaran terus dengan otoritas,” tambah Oki.

Sebagai informasi, TP-doc merupakan suatu kebijakan bagi perusahaan dalam menentukan harga transfer suatu transaksi, baik barang, jasa, transaksi finansial atau harta tak berwujud yang dilakukan oleh perusahaan. Aturan TP-doc telah tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.03/2016 tentang Jenis Dokumen dan/atau Informasi Tambahan yang Wajib Disimpan oleh Wajib Pajak yang Melakukan Transaksi dengan Para Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa, dan Tata Cara Pengelolaannya.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version