in ,

Pengurangan Sanksi Administrasi dan Manfaatnya Bagi Wajib Pajak

Pengurangan Sanksi Administrasi
FOTO: IST

Pengurangan Sanksi Administrasi dan Manfaatnya Bagi Wajib Pajak

Pajak.com, Jakarta – Pajak menjadi instrumen ekonomi yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Secara sederhana, pajak didefinisikan sebagai kontribusi wajib berupa uang dari wajib pajak, baik orang pribadi maupun badan kepada negara.

Mengingat sifat pajak adalah wajib dan memaksa, setiap pelanggaran peraturan perpajakan memiliki sanksi administrasi yang dibebankan kepada wajib pajak. Sanksi administrasi tersebut dapat berupa denda, bunga, dan kenaikan.

Sanksi berupa denda umumnya ditujukan untuk pelanggaran yang berhubungan dengan kewajiban pelaporan. Sanksi berupa bunga ditujukan untuk pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban pembayaran pajak. Sementara itu, sanksi berupa kenaikan ditujukan untuk pelanggaran yang berhubungan dengan kewajiban yang diatur dalam material, seperti akibat adanya pemalsuan data.

Level Kepatuhan Perpajakan

Bicara mengenai sanksi administrasi, Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Barat mengatakan bahwa hal tersebut berkaitan erat dengan tingkat kepatuhan perpajakan. Semakin tinggi kepatuhan wajib pajak, semakin rendah pula biaya administrasi perpajakan.

Kepala Kanwil DJP Jakarta Barat (Jakbar), Farid Bachtiar, menyebutkan bahwa kepatuhan perpajakan terbagi atas empat level, di mana setiap level memiliki kebijakan pengawasan yang berbeda. Level kepatuhan ini digambarkan dalam bentuk piramida segitiga.

Level paling dasar (level 1) merupakan kelompok wajib pajak yang sudah memiliki kepatuhan tinggi. Level berikutnya (level 2) adalah kelompok wajib pajak yang berusaha patuh dengan kebijakan pengawasan berupa konseling. Lalu, di level 3 merupakan wajib pajak yang tidak patuh dengan kebijakan pengawasan berupa audit, sedangkan level puncak (level 4) adalah wajib pajak yang tidak mau patuh dengan kebijakan pengawasan berupa law enforcement.

“Khusus untuk yang tidak patuh, statusnya bisa naik ke penyidikan dengan konsekuensi biaya kepatuhan makin tinggi,” tegas Farid dalam Media Gathering yang digelar di Jakarta, Selasa, 20 Agustus 2024.

Baca Juga  Gandeng PAJAK.COM, IKPI Depok Dorong Konsultan Pajak Tuangkan Ide Lewat Tulisan di Media Massa

Level tiga dan empat menjadi PR besar bagi Kanwil DJP Jakarta Barat. Farid mengatakan, pihaknya terus berupaya mendorong wajib pajak, terutama di level 3 dan 4 untuk bergerak ke level 2 dan bahkan hingga ke level 1. Itu artinya, Kanwil DJP Jakbar mendorong supaya ada semakin banyak wajib pajak yang patuh terhadap regulasi perpajakan.

“Seluruh konsep kebijakan ini dilakukan untuk mendorong Wajib Pajak patuh dengan kesadaran sendiri. Kami mencoba mengurangi biaya kepatuhan dengan mendorong kebijakan Pengurangan Sanksi Administrasi (PSA),” ungkap Farid.

Program Pengurangan Sanksi Administrasi (PSA)

Program Pengurangan Sanksi Administrasi (PSA) merupakan inisiatif Kanwil DJP Jakbar dalam mendorong kepatuhan pajak masyarakat, khususnya di wilayah Jakarta Barat. Program ini sekaligus menjadi wujud nyata semangat gotong-royong dalam mendorong wajib pajak lebih patuh sehingga berdampak pada semakin rendahnya biaya kepatuhan.

Bagaimanapun, jelas Farid, program PSA memiliki misi utama untuk mendorong pemahaman yang lebih baik mengenai kewajiban perpajakan dan meningkatkan kesadaran wajib pajak terhadap hak dan tanggung jawab mereka dalam membayar dan melaporkan pajak.

Adapun yang melatarbelakangi kebijakan PSA ini salah satunya adalah kondisi ekonomi yang belum baik-baik saja sejak pandemic Covid-19. Kanwil DJP Jakbar memahami bahwa ada wajib pajak, baik orang pribadi maupun badan perusahaan yang memiliki keterbatasan dalam pembayaran biaya administrasi perpajakan. Atas pertimbangan tersebut, Kanwil DJP Jakbar memberi keringanan berupa pengurangan sanksi administrasi pajak.

“Wajib Pajak bisa memanfaatkan kebijakan PSA. Kebijakan PSA ini juga sebagai wujud respons kami atas kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja,” lanjut Farid.

Untuk diketahui, program PSA akan berlangsung mulai 1 September 2024 hingga 31 Desember 2024. Periode selama empat bulan tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal bagi Wajib Pajak untuk mengajukan pengurangan sanksi administrasi.

Baca Juga  Soroti APBN 2025, Machfud Sidik: Kebijakan Fiskal Harus Adaptif Hadapi Gejolak Ekonomi Global

Dalam hal ini Farid menegaskan bahwa hanya sanksi administrasi yang akan dikurangi, sedangkan pokok pajak masih wajib tetap dibayar oleh WP. Hal tersebut sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK 03/2013 tentang Tata Cara Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak.

“Sebagaimana yang ada dalam PMK 8, pokok pajak itu tetap harus dibayar, namun sanksi itu bisa dikurangi melalui PSA,” kata Farid menambahkan.

Skema Program PSA 2024

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Bidang Keberatan, Banding, dan Pengurangan Kanwil DJP Jakbar, Nadia Riasari Wisatayanti,menyampaikan bahwa program PSA terbagi menjadi dua skema.

Skema Pertama: STP, SKPKB, SKPKBT yang terbit pada periode 1 Januari 2026 hingga 31 Desember 2021, hasil atau akibat dari kegiatan pengawasan dan kegiatan pemeriksaan akan diberikan pengurangan setinggi-tingginya 50% dari nilai sanksi administrasi.

Skema Kedua: STP, SKPKB, SKPKBT yang terbit pada periode 1 Januari 2022 hingga 31 Desember 2024, hasil atau akibat dari kegiatan pengawasan akan diberikan pengurangan setinggi-tingginya 75% dari nilai sanksi administrasi. Sementara itu, untuk hasil atau akibat dari kegiatan pemeriksaan akan diberikan pengurangan setinggi-tingginya 60% dari nilai sanksi administrasi.

“Periode PSA berlaku sejak September hingga Desember 2024 dan dihitung sejak wajib pajak menerima Bukti Penerimaan Surat (BPS) yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak,” jelas Nadia.

Nadia menambahkan, kriteria pengurangan sanksi ini adalah sebagai berikut.

  • Nilai ketetapan (STP/SKPKB/SKPKBT) sekecil-kecilnya Rp5 juta;
  • Wajib pajak telah menyampaikan SPT Tahunan PPh dua tahun  pajak terakhir (tahun pajak 2022 dan 2023);
  • Wajib pajak juga harus melunasi jumlah kekurangan pembayaran pajak yang menjadi dasar pengenaan sanksi administrasi.

“Setelah membayar pokok pajaknya, WP baru bisa mengajukan permohonan pengurangan sanksi adminsirasi ini,” lanjut Nadia.

Selain itu, ada pengecualian bagi para wajib pajak yang tidak dapat mengajukan permohonan program PSA ini di antaranya adalah adanya sanksi administrasi karena sanksi pidana, STP/SKPKB/SKPKBT yang sudah mendapatkan pengurangan sanksi administrasi dalam program PSA dan wajib pajak sedang dalam proses permohonan pengembalian kelebihan bayar pajak.

Baca Juga  Pemkot Pekanbaru Perpanjang Jatuh Tempo Pembayaran PBB Hingga 30 September 2024

Target Penerimaan

Farid Bachtiar mengaku optimis bahwa program PSA yang akan dimulai pada 1 September 2024 ini dapat mendorong kepatuhan masyarakat terhadap perpajakan. Selain itu, ia yakin bahwa program tersebut juga akan mempercepat target penerimaan pajak di Kanwil DJP Jakbar.

“Potensi dari program PSA ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan yang masuk hingga Rp150 miliar,” ungkapnya.

Sebagai informasi, Kanwil DJP Jakbar membukukan capaian penerimaan pajak sebesar Rp36,29 triliun hingga 31 Juli tahun 2024. Nilai tersebut setara dengan 55,98% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp64,83 triliun.

Kanwil DJP Jakbar juga mencatatkan kepatuhan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan yang mencapai 84,35% atau telah menerima 347.998 SPT tahunan dari target sebanyak 412.582.

Farid merincikan, capaian Kanwil DJP Jakbar hingga 31 Juli 2024 berdasarkan jenis pajaknya terdiri atas Pajak Penghasilan (PPh) sebesar Rp17,53 triliun, Pajak Pertambahan Nilai/Pajak Penjualan Barang Mewah (PPN/PPnBM) Rp18,73 triliun, Pajak Bumi Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Rp18,7 juta, PPh ditanggung pemerintah (DTP) Rp1,37 juta, serta pajak lainnya Rp23,65 miliar.

Sementara itu jika dibagi berdasarkan sektor, ada empat sektor kegiatan usaha di Jakarta Barat yang memberi kontribusi dominan sebesar 75,96% terhadap realisasi penerimaan. Keempat sektor tersebut ialah sektor perdagangan sebesar Rp17,99 triliun (49,59%), sektor industri pengolahan Rp5,62 triliun (15,50%), sektor pengangkutan pergudangan Rp2,15 triliun (5,94%), dan sektor konstruksi Rp1,79 triliun (4,94%).

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *