in ,

Pemerintah Kantongi Rp3,17 Triliun dari Pajak Pinjol Hingga Januari 2025

Pajak Pinjol Hingga Januari 2025
FOTO: IST

Pemerintah Kantongi Rp3,17 Triliun dari Pajak Pinjol Hingga Januari 2025

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah semakin mengoptimalkan potensi pajak dari sektor keuangan digital. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat penerimaan pajak dari industri financial technology (fintech), khususnya peer-to-peer (P2P) lending termasuk pinjaman online (pinjol), mencapai Rp3,17 triliun hingga Januari 2025.

Penerimaan pajak dari fintech terus mengalami lonjakan dari tahun ke tahun. Pada 2022, pajak yang dikumpulkan dari sektor ini baru sebesar Rp446,39 miliar. Namun, dalam dua tahun berikutnya, angka tersebut melonjak lebih dari dua kali lipat menjadi Rp1,11 triliun pada 2023 dan Rp1,48 triliun pada 2024. Bahkan, hanya dalam satu bulan pertama tahun 2025, penerimaan pajak dari fintech sudah menyentuh Rp140 miliar.

Jika dirinci, penerimaan pajak dari fintech terdiri atas tiga komponen utama. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 atas bunga pinjaman yang diterima Wajib Pajak dalam negeri (WPDN) dan bentuk usaha tetap (BUT) menyumbang Rp830,54 miliar.

Baca Juga  Realisasi Penerimaan Pajak di Jawa Timur Capai Rp19,05 Triliun Hingga Januari 2025

Sementara itu, PPh Pasal 26 yang dikenakan atas bunga pinjaman yang diterima Wajib Pajak luar negeri (WPLN) mencapai Rp720,74 miliar. Selain itu, setoran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam negeri dari transaksi fintech tercatat sebesar Rp1,62 triliun.

Seiring dengan meningkatnya penerimaan pajak dari fintech, pemerintah juga semakin serius dalam menata ekosistem ekonomi digital secara keseluruhan. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti, menegaskan bahwa langkah-langkah kebijakan akan terus diperkuat untuk menciptakan persaingan yang adil (level playing field) antara pelaku usaha konvensional dan digital.

“Dalam rangka menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi pelaku usaha baik konvensional maupun digital, pemerintah masih akan terus menunjuk para pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia,” ujar Dwi dalam keterangan resminya, dikutup Pajak.com pada Kamis (13/2/2025).

Baca Juga  Luhut Sebut Tim “Family Office” DEN dan Kemenko Mulai Bekerja Hari Ini!

Lebih lanjut, Dwi mengungkapkan bahwa pemerintah tidak hanya berhenti pada pajak fintech, tetapi juga akan menggali potensi penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital lainnya. Pajak atas transaksi perdagangan aset kripto menjadi salah satu target utama, mengingat semakin tingginya minat masyarakat terhadap investasi digital.

Selain itu, pajak atas bunga pinjaman yang dibayarkan oleh penerima pinjaman fintech dan pajak Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP) atas transaksi pengadaan barang atau jasa melalui platform digital juga akan terus diperkuat untuk meningkatkan penerimaan negara.

Secara keseluruhan, hingga 31 Januari 2025, penerimaan pajak dari sektor usaha ekonomi digital sudah mencapai Rp33,39 triliun.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), outstanding pembiayaan di industri P2P lending pada Desember 2024 tumbuh 29,14 persen year on year (yoy), meningkat dari pertumbuhan 27,32 persen yoy pada November 2024.

Baca Juga  Pengumuman! Dirjen Pajak Perpanjang Batas Pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Hingga 11 April 2025

Total pembiayaan yang masih beredar mencapai Rp77,02 triliun, menunjukkan tingginya permintaan terhadap layanan pinjaman online. Meski industri ini tumbuh pesat, tingkat risiko kredit macet atau tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90) tetap terjaga stabil di level 2,60 persen, sedikit meningkat dibandingkan 2,52 persen pada November 2024.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *