Pemerintah Godok Perpanjangan PPh Final 0,5 Persen untuk UMKM, IEF: Perlu Dilanjut Minimal Dua Tahun
Pajak.com, Jakarta – Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute menyampaikan bahwa pemerintah saat ini tengah memproses perpanjangan insentif Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar 0,5 persen untuk pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). IEF mengusulkan agar kebijakan ini perlu diperpanjang minimal dua tahun ke depan.
Skema insentif pajak ini, yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018, dinilai masih sangat dibutuhkan oleh jutaan pelaku UMKM yang belum pulih dari tekanan ekonomi.
Menurut Direktur Eksekutif IEF Research Institute Ariawan Rahmat, penghentian atau perubahan mendadak terhadap skema PPh Final 0,5 persen akan berdampak besar bagi pelaku usaha kecil. Beban administrasi dan fiskal akan meningkat, terlebih banyak dari mereka yang belum memiliki kapasitas pembukuan yang memadai.
“Jika insentif ini dihentikan atau diubah, maka jutaan pelaku usaha kecil akan menghadapi peningkatan beban administrasi dan fiskal,” ujar Ariawan dikutip Pajak.com pada Rabu (25/6/25).
Ia menambahkan bahwa skema tarif final yang berlaku saat ini terbukti efektif dalam mendorong kepatuhan pajak dengan cara yang sederhana dan terjangkau (low cost compliance). Banyak pelaku UMKM masih kesulitan jika harus langsung masuk ke sistem tarif progresif dan pembukuan formal.
“Skema kebijakan yang ada saat ini telah terbukti mampu memperluas kepatuhan pajak berbasis kesederhanaan [low cost compliance],” tegas Ariawan.
IEF mendorong agar reformasi skema perpajakan untuk UMKM dilakukan secara bertahap. Dalam jangka menengah, sistem PPh UMKM sebaiknya dialihkan ke mekanisme self-assessment yang mempertimbangkan omzet atau margin usaha, bukan hanya tarif tunggal. Namun, langkah tersebut harus diawali dengan edukasi dan pendampingan pembukuan yang memadai agar transisi berjalan mulus.
“Dalam jangka menengah, reformasi skema PPh UMKM perlu dirancang secara bertahap, termasuk edukasi pembukuan dan transisi sistem self-assessment berbasis omzet atau margin usaha, bukan tarif tunggal,” usul Ariawan.
Selain menyoroti perpanjangan insentif, IEF juga memberikan sejumlah saran penting bagi Wajib Pajak dalam menghadapi perubahan kebijakan perpajakan yang bergerak cepat. Ariawan menekankan perlunya langkah proaktif, terutama bagi pelaku usaha menengah dan besar.
Pertama, pelaku usaha perlu meningkatkan perencanaan pajak jangka menengah. Hal ini penting untuk mengantisipasi kemungkinan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pencabutan insentif PPh, hingga perubahan dalam sistem pelaporan.
Kedua, penting bagi setiap Wajib Pajak untuk memperkuat pembukuan dan dokumentasi perpajakan. Menjelang intensifikasi pengawasan dari otoritas pajak, pencatatan keuangan harus akurat dan lengkap sesuai standar akuntansi serta ketentuan perpajakan. Ini mencakup bukti pemotongan, faktur pajak elektronik, laporan PPh 21, hingga dokumentasi transfer pricing bagi perusahaan multinasional.
Ketiga, Ariawan menekankan pentingnya kesiapan menghadapi potensi pemeriksaan dan sengketa. Wajib Pajak harus paham hak dan kewajibannya saat audit berlangsung, serta memiliki dokumen pendukung dan argumentasi fiskal yang kuat.
“Dengan meningkatnya pemeriksaan dan penagihan, penting bagi Wajib Pajak untuk memahami hak dan kewajibannya selama proses audit. Siapkan argumentasi fiskal dan dokumen pendukung yang kuat agar tidak mudah terjebak dalam sengketa yang berkepanjangan,” saran Ariawan.
Terakhir, Wajib Pajak juga diminta untuk selalu mengikuti perkembangan peraturan melalui kanal resmi, karena kebijakan pajak dapat berubah sewaktu-waktu dan berdampak langsung pada strategi usaha.
Untuk diketahui, beberapa waktu lalu, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Bimo Wijayanto mengungkap perkembangan terbaru mengenai kelanjutan kebijakan PPh final untuk UMKM pada tahun 2025. Ia memastikan bahwa meskipun masa pemanfaatan tarif PPh final 0,5 persen untuk Wajib Pajak Orang Pribadi telah berakhir pada 2024, pelaku UMKM tetap bisa memanfaatkan tarif tersebut pada 2025.
Dalam kesempatan itu, Bimo menyampaikan bahwa saat ini pemerintah tengah memproses perubahan terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 yang menjadi dasar pengaturan PPh final UMKM. “Perubahan PP 55 tahun 2022 untuk mengatur jangka waktu PPh final UMKM sedang dalam proses penyusunan,” ujarnya dalam konferensi pers APBN KiTA.
Status terkini dari perubahan PP tersebut masih berada dalam antrean jadwal pembahasan antarkementerian. “Status PP-nya saat ini masih menunggu jadwal pembahasan antarkementerian dari Kementerian Sesneg,” kata dia.
Comments