Pembalap Rifat Sungkar Ungkap Potensi Besar Sengketa Pajak Sektor Otomotif
Pajak.com, Jakarta – Pembalap Rifat Helmy Sungkar mengapresiasi penerbitan dan bedah buku ’Sengketa Pajak Otomotif’ yang ditulis oleh Hijrah Hafiduddin. Pembalap yang berhasil mengharumkan nama bangsa Indonesia di ajang World Rally Championship (WRC) dan Rally America ini mengungkapkan adanya potensi besar sengketa pajak sektor otomotif, baik bagi perusahaan maupun pemilik kendaraan.
”Sistem perpajakan barang-barang impor otomotif bisa berpotensi besar menyebabkan sengketa pajak. Misalnya, mesin VW (Volkswagen Beetle) kodok yang tidak memiliki pabrik di Indonesia, membuat kita harus impor dari resources lain. Lalu, bagaimana ketika barang itu datang ke Indonesia, nomor mesin harus ’diketok’, sementara tidak ada yang bisa di-’ketok’? Lalu, sebagai warga negara mau membayar kewajiban perpajakannya bagaimana? sistemnya tidak ada dan kita dianggap melakukan suatu yang ilegal,” ungkap Rifat dalam acara Bedah Buku Sengketa Pajak Otomotif, dikutip Pajak.com, (23/12).
Sengketa pajak impor itu juga berpotensi merembet kepada permasalahan pajak kendaraan yang dikelola pemerintah daerah (pemda). Sebab nomor Vehicle Identification Number (VIN) dan nomor mesin itu berkaitan dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) yang harus diperpanjang 1 tahun sekali, serta pelat 5 tahun sekali.
”Di Indonesia kita harus menyampaikan nomor VIN dan nomor mesin. Bisa dikatakan nomor mesin itu sangat amat sakral. Ketika nomor mesinnya berbeda, tapi pemilik mau mempertahankan kendaraannya dan sistemnya belum ada, pasti nanti akan ada masalah besar, sengketa pajak,” imbuh Rifat.
Ia juga menilai, potensi besar sengketa pajak bisa terjadi pada kendaraan listrik yang memiliki banyak nomor mesin. Rifat mengingatkan bahwa kendaraan listrik memiliki nomor dinamo 1-3 dan nomor baterai. Hal itu tidak dimiliki oleh kendaraan berbasis bahan bakar minyak (BBM).
”Sengketa pajak otomotif akan besar potensinya, dengan adanya kendaraan listrik ini, bukan karena kendaraan listriknya, namun tentang sistem bagaimana legitimasi sebuah kendaraan,” tegasnya.
Untuk itu, Rifat berharap buku ’Sengketa Pajak Otomotif’ dan bedah buku yang didukung oleh Pajak.com ini bisa mendorong sistem perpajakan yang lebih baik dan terintegrasi, sehingga membuat penerimaan dari sektor otomotif dapat lebih optimal tergali, khususnya bagi kendaraan-kendaraan yang punya nilai sejarah.
”Jadi, penanggulangan sistem perpajakan yang baik ini harus berkolaborasi dengan kepolisian juga, sehingga sistemnya terintegrasi. Memudahkan sektor otomotif dan industri kreatif otomotif dapat mematuhi kewajiban perpajakannya dengan baik dan kontribusi penerimaan pajaknya pun akan meningkat,” harap Rifat.
Pada kesempatan yang sama, penulis buku ’Sengketa Pajak Otomotif’ Hijrah Hafiduddin pun berharap bedah buku ini dapat memberikan pemahaman secara komprehensif mengenai mitigasi sekaligus penyelesaian sengketa pajak.
”Buku ini kami memberikan panduan kepada Wajib Pajak di sektor otomotif dalam menyelesaikan sengketa pajak berdasarkan pengalaman kami selama 8 tahun terakhir, mulai keberatan, permohonan Pasal 36 ayat (1) huruf a UU KUP, banding secara aspek formal maupun teorinya,” jelas Managing Partner HHH Consultant ini.
Menariknya, bedah buku ini juga memaparkan pengalaman sengketa pajak sektor otomotif yang berhasil diselesaikan. Hijrah menyebutkan, diantaranya soal amortization of deletion compensation, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) klaim warranty, fair selling price, Surat Keterangan Domisili (SKD) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26, serta reasonable raw material discrepancy.
Buku ’Sengketa Pajak Otomotif’ juga memberi panduan strategi beracara di Pengadilan Pajak, baik dari mulai persidangan, pembuktian, proses sidang, bahkan proses pencabutan pengajuan banding atau gugatan.
”Dalam buku ini, kita memberikan rekomendasi dalam menghadapi sengketa pajak itu, seperti persiapan arus dokumen, persiapan arus barang/jasa, dan persiapan arus uang,” pungkas Hijrah.
Comments